Tuntutan bagi korporasi yang melantai di bursa saham kian meningkat.
Oleh
EDITORIAL
·2 menit baca
Situasi serupa dialami perusahaan yang merangkak dari usaha rintisan berbasis teknologi.
Usaha rintisan ataustart up terus berkembang. Sebagian di antaranya menjadi unicorn atau memiliki valuasi setidaknya 1 miliar dollar AS. Tambahan modal bagi perusahaan yang kian berkembang ini meluas, tak lagi didominasi modal ventura, tetapi dengan cara mencari dana di publik melalui penawaran saham.
Langkah untuk menumbuhkan bisnis pun tak melulu secara organik. Perusahaan teknologi bisa menjelma menjadi korporasi raksasa melalui merger dan akuisisi. Beragam upaya memperbesar usaha itu memiliki konsekuensi berbeda-beda.
Di Indonesia, aksi korporasi ini diikuti mundurnya pendiri dan mitra pendiri start up. Contohnya, William Tanuwijaya, pendiri Tokopedia, tak lagi terlibat dalam perusahaan teknologi tersebut, yang telah merger dengan Gojek menjadi GoTo. William tidak lagi menjabat sebagai co-chairman GoTo, sesuai keputusan rapat umum pemegang saham luar biasa, pekan lalu.
Adapun di Bukalapak, Achmad Zaky, salah satu pendirinya, tak lagi menjadi CEO perusahaan itu sejak akhir 2019. Saat itu, Bukalapak belum melantai di bursa saham. Daftar para pendiri dan mitra pendiri start up yang meninggalkan perusahaan masih bertambah, seperti Kevin Aluwi dan Leontinus Alpha Edison yang tak lagi di GoTo serta Nugroho Herucahyono yang meninggalkan Bukalapak.
Mengutip laman Sifted, ada sejumlah alasan mengapa para pendiri itu meninggalkan perusahaan berbasis teknologi yang mereka lahirkan. Alasan mereka, yang dipublikasikan dalam sebuah artikel pada Maret 2024 itu, antara lain, untuk meraih keseimbangan hidup, tekanan investor, dan konflik dengan rekan pendiri atau orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Tuntutan dan target perusahaan kepada manajemen yang tak pernah berhenti mesti dipenuhi melalui kinerja yang cemerlang. Begitu pula tuntutan untuk menekan kerugian yang terjadi sejak unicorn masih berupa usaha rintisan. Selanjutnya, perusahaan dituntut membukukan laba. Situasi ini berbeda dengan saat perusahaan masih mengandalkan pendanaan dari modal ventura.
Selanjutnya, perusahaan dituntut membukukan laba
Menurut data Crunchbase yang diperbarui pada 19 Juni 2024, ada 10 perusahaan di Indonesia yang saat ini berstatus unicorn. Mereka merupakan bagian dari 1.538 unicorn di dunia. Sebagian berpeluang melantai di bursa saham.
Kinerja baik atau buruk, serta proyeksi pada masa mendatang, bisa dengan mudah memengaruhi minat investor mengoleksi saham perusahaan. Minat investor yang rendah akan tecermin dari harga saham yang merosot. Meski demikian, terdapat faktor lain yang memengaruhi harga saham, di antaranya adalah kondisi ekonomi.
Apa pun alasannya, setiap orang di sebuah perusahaan memiliki pilihan: bertahan atau pergi.