Sumber air bersifat lokal, tetapi negara harus mengelolanya karena amat luas dampaknya.
Oleh
IRFAN RIDWAN MAKSUM
·4 menit baca
Dalam pembukaan Forum Air Dunia (World Water Forum) 2024 di Bali, Presiden Joko Widodo menyampaikan pentingnya tata kelola air bagi kehidupan manusia. Air adalah sumber penghidupan umat manusia jika dikelola dengan baik, berhubungan dengan kesejahteraan, bahkan perdamaian.
Sebaliknya, jika dikelola dengan buruk, bisa mendatangkan bencana. Karena itu, disampaikan urgensi kolaborasi berbagai pihak dalam tata kelola air. Kolaborasi seperti apa, menjadi perhatian forum yang dihadiri banyak tokoh dunia yang amat peduli soal air ini.
Karakter air, dari sisi sumbernya—terutama sumber dari dalam bumi—meski bersifat lokal, dampak dan kemanfaatan serta kepentingan manusianya tidak hanya bersifat lokal.
Sebagai contoh, air tanah dari rumah tangga tertentu, meskipun penggunaannya amat pribadi, dampaknya meluas karena pengambilan air dari dalam tanah akan mengurangi daya dukung bumi di sekitarnya. Apalagi jika pemanfaatannya dilakukan secara beramai-ramai.
Demikian pula air aliran sungai yang dibutuhkan untuk kepentingan pertanian. Beberapa sistem pertanian menggunakan air tadah hujan, tetapi ini pun menjadi perhatian bersama kalangan pertanian yang ingin produksi pertaniannya meningkat.
Contoh yang lebih mendesak kini dan ke depan adalah air bersih untuk bertahan hidup sebagai sumber air minum dan lain-lain. Air seperti ini bahkan dikelola mulai dari perusahaan pemerintah hingga perusahaan swasta.
Kebutuhan air minum terus meningkat. Di sini, daya dukung lingkungan menjadi ambang batas bagaimana air untuk keperluan ini dikelola.
Dalam berbagai keperluan air bagi kehidupan manusia, tata kelola air secara menyeluruh amat krusial. Itu sebabnya, sejak lama para bapak pendiri bangsa mengaturnya dalam konstitusi bahwa air harus dikuasai negara. Sumber air bersifat lokal, tetapi negara harus mengelolanya karena amat luas dampaknya.
Luasnya persoalan air tepat sekali jika disikapi dengan kolaborasi. Kolaborasi merupakan wahana bertemunya sejumlah pihak yang berkepentingan untuk mencari titik temu kegiatan yang harus diputuskan bersama dan dilakukan bersama agar terwujud kepentingan bersama itu.
Karakter kolaborasi berada di atas koordinasi dan kerja sama (Anshell dan Gash: 2010). Namun, kolaborasi mirip koordinasi dan kerja sama, dengan berbagai pihak yang terlibat masih memiliki otonomi yang besar.
Kolaborasi membawa pada munculnya pihak-pihak yang dominan dan hegemonik sebagai penentu jalannya kolaborasi. Dalam kaitan dengan air, amat mungkin masuk dominasi kapitalisme, terutama untuk kepentingan komersialisasi air, pada segmen air minum. Air kepentingan pertanian dan air kepentingan sosial bisa tergerus oleh air untuk kepentingan komersial.
Rezim air
Dalam persoalan air di dunia, termasuk di Indonesia, tampak tidak cukup dengan kolaborasi. Tata kelola air membutuhkan pemerintahan sendiri di atas sistem atau corak kolaborasi. Tata kelola air harus diarahkan menjadi sebuah rezim tersendiri meski tetap dalam negara-bangsa. Tata kelola air yang kuat tidak mudah dihantam oleh kepentingan kapitalisme.
Tata kelola air ke depan di Indonesia adalah tata kelola yang harus berwujud rezim air, yakni sebuah pemerintahan untuk ihwal air.
Air tak dapat optimal dikelola pemda mana pun di Indonesia karena ada batas-batas administratif daerah otonom. Sebaliknya, air juga tak dapat optimal dikelola secara sentralistik nasional karena sumber air bersifat lokal. Tata kelola air harus kuat dalam menghadapi hantaman kapitalisme karena banyak kepentingan sosial akan air.
Sumber air bersifat lokal, tetapi negara harus mengelolanya karena amat luas dampaknya.
Tata kelola air dengan membentuk pemerintahan air harus terdiri atas dua organ. Pertama, organ politik, yakni organ deliberatif. Kedua, organ administratif, yakni eksekutif dan birokrasinya tersendiri. Di seluruh penjuru Republik, ihwal air nanti akan dikelola lembaga rezim air yang secara nasional berada di bawah Presiden.
Lembaga deliberatif tersebut dapat berisi para pemangku kepentingan air di tingkat lokal plus pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas delegasi dari Presiden. Persoalan air secara nasional akan dikendalikan Presiden dibantu Kementerian PUPR, tetapi di tingkat lokal diserahkan secara otonomi kepada lembaga rezim air ini. Rezim air ini tak hanya satu, tetapi tersebar sesuai kebutuhan yang muncul di seluruh penjuru Tanah Air.
Rezim air dikelola secara manajerial sehari-hari oleh eksekutif yang dipilih lembaga deliberatif secara demokratis. Eksekutif ini memimpin birokrasi di tingkat lokal yang batas administratifnya tak tergantung pada batas administratif daerah otonom mana pun, tetapi tergantung keberadaan pemangku kepentingan lokal. Pemangku kepentingan ini adalah pihak yang berkepentingan terkait air di wilayah itu, bisa meliputi masyarakat pengguna air, swasta produsen air, dan lain-lain.
Keuangan rezim air ini dapat diambil dari APBN dan sumber sendiri dari pengelolaan air di tingkat lokal. Dapat dikembangkan berbagai sumber keuangan yang sah yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, yang ada bukan sekadar kolaborasi, melainkan sebuah rezim tata kelola air tersendiri yang kuat sehingga terwujud kesejahteraan dan perdamaian ihwal air di dunia dan di Indonesia.
Semoga.
Irfan Ridwan Maksum, Guru Besar Tetap Ilmu Administrasi Publik, Chairman Klaster/Pusat Kajian DeLOGO-FIA-UI&