Menagih Komitmen Konservasi Danau Toba
Usulan Hari Danau Internasional di Forum Air Dunia kehilangan makna jika danau-danau prioritas tak kunjung dikonservasi.
Ilustrasi
Indonesia ingin Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan dan merayakan Hari Danau Internasional (Kompas, 29/4/2024). Usulan ini adalah salah satu agenda Indonesia dalam Forum Air Dunia atau World Water Forum (WWF) yang berlangsung di Bali pada 18-25 Mei 2024.
Namun, dalam konteks yang sama, 15 danau prioritas di Indonesia justru dalam kondisi kritis. Di tengah upaya diplomasi air, komitmen apa yang dibanggakan pemerintah yang masih setengah hati menyelamatkan danau-danau di Indonesia?
Dari 15 danau yang menjadi prioritas diselamatkan, danau prioritas pertama dalam daftar tersebut adalah Danau Toba di Sumatera Utara. Selanjutnya Danau Singkarak dan Danau Maninjau di Sumatera Barat, Danau Kerinci di Jambi, Danau Rawa Danau di Banten, Danau Rawa Pening di Jawa Tengah, Danau Batur di Bali, Danau Tondano di Sulawesi Utara, Danau Kaskade Mahakam (Melintang, Semayang, dan Jempang) di Kalimantan Timur, Danau Sentaru di Kalimantan Barat, Danau Limboto di Gorontalo, Danau Poso di Sulawesi Tengah, Danau Tempe di Sulawesi Selatan, Danau Matano di Sulawesi Selatan, dan Danau Sentani di Papua (Simatupang, et al, 2022).
Baca juga: Indonesia Mau PBB Tetapkan Hari Danau Internasional
Penyelenggaraan WWF ke-10 merupakan kesempatan emas untuk mengatasi persoalan air secara global. Krisis air bersih merupakan ancaman nyata yang dihadapi banyak negara, khususnya negara-negara berkembang. Ada empat fokus forum, yakni konservasi air, air bersih dan sanitasi, ketahanan pangan dan energi, serta mitigasi bencana alam.
Tulisan ini akan lebih fokus soal penyelamatan Danau Toba. Sejak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, upaya penyelamatan Danau Toba hingga kini masih sekadar isapan jempol. Misalnya, masalah keramba jaring apung (KJA).
Sudah jelas bahwa penguasaan sepihak terhadap permukaan air danau merupakan tindakan memakmurkan sekelompok orang, tetapi membuat semua orang menanggung dampaknya. Hemat saya, pemerintah inkonsisten mengatasi masalah KJA di Danau Toba. Kesepakatan yang dihasilkan dengan berbagai pemangku kepentingan tidak kunjung dilaksanakan. KJA berdasarkan berbagai studi merupakan polutan (toxic) utama yang mencemari air Danau Toba (studi World Bank, 2018).
Dalam lampiran Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 disebutkan, jangka waktu penyelesaian masalah KJA adalah empat tahun sejak perpres diterbitkan. Artinya, masalah KJA harus selesai sampai Desember 2024. Selanjutnya, disebutkan bahwa daya tampung KJA di Danau Toba hanya diperbolehkan sampai 10.000 ton produksi per tahun. Namun, kenyataannya, sesuai data Pemerintah Provinsi Sumut, produksi ikan existing dari KJA di Danau Toba saat ini lebih dari 63.614 ton per tahun atau enam kali lipat lebih melampaui ambang batas.
Dalam rapat bersama pemangku kepentingan yang difasilitasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Gubernur Sumut, 27 Juli 2023, telah disepakati bahwa permasalahan KJA akan segera diselesaikan sampai akhir 2023 atau pertengahan 2024. Ini dilakukan dengan merevisi Surat Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/211/KPTS/2023 tentang daya tampung pencemaran dan daya dukung Danau Toba untuk perikanan yang intinya maksimum 10.000 ton ikan per tahun sesuai lampiran Perpres No 60/2021. Kesepakatan inilah yang tidak jelas tindak lanjutnya oleh Pemprov Sumut sampai saat ini.
KPK ikut terlibat sesuai amanat Perpres No 60/2021, bahwa penyelamatan danau prioritas nasional dilakukan oleh multipihak dan multi-sektor. Oleh karena itu, KPK terlibat dalam upaya penyelamatan danau prioritas, seperti Danau Maninjau dan Singkarak di Sumatera Barat, Danau Limboto di Gorontalo, dan termasuk Danau Toba.
Produksi ikan existing ikan dari KJA di Danau Toba saat ini lebih dari 63.614 ton per tahun atau enam kali lipat lebih melampaui ambang batas.
Pelibatan KPK dinilai penting sebab penyelamatan danau sebenarnya adalah penyelamatan aset negara. Semakin lama Danau Toba dibiarkan tercemar, akan semakin besar kerugian negara dan semakin mahal biaya pemulihannya.
Bola penanganan masalah KJA saat ini ada di tangan Pemprov Sumut dan pemerintah pusat, seperti Kementerian Investasi. Kita hanya mau pemerintah menjalankan apa yang telah disepakati bersama, sesuai peraturan; perpres, perda, pergub yang dibuat pemerintah.
Membiarkan KJA masih beroperasi di Danau Toba adalah sebuah kesalahan besar. Sekalipun investasi memang dibutuhkan negara, bukan berarti asal investasi, yang justru merugikan negara yang lebih besar dan merusak lingkungan hidup. Pemilik KJA terbesar (60 persen) di Danau Toba adalah perusahaan asing dan pemilik modal dalam negeri.
Dalam konteks pariwisata, sulit dipahami secara logis, bagaimana korelasi pembiaran KJA di Danau Toba dengan promosi pariwisata yang gencar selama ini. Bagaimana mungkin wisatawan tertarik datang jika danaunya tercemar? Dengan metode apa pun, hasilnya pasti cenderung menunjukkan korelasi negatif. Artinya, semakin lama KJA dibiarkan mengapung di danau, semakin sedikit minat wisatawan berkunjung.
Pemerintah, pada sisi lain, telah menginvestasikan modal cukup besar untuk infrastruktur pengembangan kawasan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata superprioritas nasional dan internasional, bersama Borobudur, Mandalika, Labuhan Bajo, dan Likupang. Sejumlah event berskala nasional dan internasional telah rutin diselenggarakan di sekitar Danau Toba beberapa tahun terakhir.
Contohnya, Toba F1 powerboat, Aquabike World Championship, dan berbagai festival musik dan budaya dirancang untuk meningkatkan daya tarik sebagai destinasi utama.
Baca juga: Forum Air Dunia dan Penyelamatan Danau
Tentu promosi wisata seperti ini tidak akan berhasil maksimal jika persoalan lingkungan tidak segera diatasi. Oleh karena itu, penting Danau Toba harus dikembalikan sebagai sumber air baku dan air minum bersih. Dengan demikian, Danau Toba tidak hanya memiliki daya tarik pariwisata, tetapi juga mampu mengatasi krisis air yang vital bagi masyarakat sekitarnya dan wisatawan.
Usulan Hari Danau Internasional dalam Forum Air Dunia menjadi kehilangan makna jika danau-danau prioritas di depan mata tidak kunjung dikonservasi. Kita hanya berharap pemerintah berkomitmen melakukan tindakan nyata di lapangan karena Danau Toba mendesak dipulihkan. Di pengujung pemerintahan Joko Widodo, semoga harapan ini menjadi kenyataan, mewujudkan masa depan Danau Toba yang lebih baik.
Karmel Hebron Simatupang, Mahasiswa S-3 Department of Political Science Tunghai University, Taiwan; Dosen Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan; dan Anggota Pendiri Perhimpunan Jendela Toba
Facebook: karmel.sianturi