Berkat air, kehidupan pertama di Bumi bisa tercipta. Tidak ada kehidupan jika tak ada air.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Begitu penting air bagi kehidupan sehingga sangat relevan kiranya kegiatan akbar World Water Forum (Forum Air Dunia) yang berlangsung di Bali, 18-25 Mei 2024. Pertemuan yang dihadiri delegasi dari berbagai penjuru dunia itu membahas aspek-aspek penting dalam penyediaan air. Ada isu ketahanan air (water security). Tak ketinggalan, dibahas pula peran penting air bagi manusia serta alam, penanganan bencana hidrometeorologi, tata kelola manajemen air, pengadaan air secara berkelanjutan, serta inovasi dan pengetahuan terkait penyediaan air bersih.
Ironisnya, meski air begitu penting bagi kehidupan manusia, sumber daya itu sangat terbatas. Presiden Indonesia Joko Widodo, saat membuka perhelatan Forum Air Dunia, menyatakan, 72 persen permukaan Bumi tertutup air, tetapi hanya 1 persen di antaranya yang bisa diakses dan digunakan sebagai air minum serta keperluan sanitasi (Kompas.id, 20 Mei 2024).
Gambaran mengenai keterbatasan sumber daya air digambarkan pula oleh Guru Besar Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB University Rokhmin Dahuri. Menurut dia, total volume air di Bumi sekitar 1,4 miliar kilometer kubik. Namun, hampir semuanya atau 97,5 persen berupa air asin yang terdapat di laut. Air tawar hanya 2,5 persen, dengan dua pertiga di antaranya berbentuk es, terutama di Greenland dan Antartika (Kompas.id, 22 Mei 2024).
Dengan kondisi sumber daya air yang terbatas itu, tak mengherankan, data menunjukkan bahwa masih ada miliaran orang di muka Bumi yang tidak mampu mendapatkan air bersih. Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Laporan Pembangunan Berkelanjutan 2022 menyebutkan, masih ada 2 miliar orang yang tidak dapat mengakses air bersih. Delapan dari 10 orang yang tidak memiliki layanan air minum dasar tinggal di daerah perdesaan, sedangkan sekitar setengah dari mereka yang tak mampu mengakses layanan tersebut tinggal di negara-negara berpendapatan rendah. Laporan Panel Antar-Pemerintah Mengenai Perubahan Iklim (IPCC) tahun 2022 memberikan gambaran yang lebih suram. Menurut mereka, sekitar setengah populasi dunia mengalami kelangkaan air yang parah selama beberapa waktu dalam satu tahun. Jumlahnya diperkirakan akan meningkat, diperburuk oleh perubahan iklim dan peningkatan populasi.
Semua data tersebut menunjukkan bahwa berbicara tentang air bersih dan air minum berarti berbicara tentang ketimpangan, disparitas. Saat orang-orang di negara maju begitu mudah mendapatkan air bersih, termasuk pula air yang siap diminum, sebagian besar warga di negara berpenghasilan rendah kesulitan memperolehnya.
Air memang tersedia di alam, tetapi untuk sampai dalam kondisi layak dan siap dikonsumsi oleh manusia, isu air menjadi isu politik dan ekonomi. Penyediaan air bersih ditentukan oleh sistem politik sebuah negara. Apakah negara itu demokratis, demokratis-semu, atau otoriter? Negara dengan partisipasi rakyat yang tinggi akan memiliki layanan publik, termasuk air bersih, yang baik. Pada saat yang sama, kemampuan ekonomi sebuah negara turut menentukan kemajuan pembangunan infrastruktur penyediaan air.
Isu air terkait pula dengan tingkat korupsi sebuah negara. Pembangunan infrastruktur air bersih dan air minum yang begitu mahal menjadi sasaran empuk para pemburu rente di negara dengan tingkat korupsi tinggi.
Jadi, isu air bersih dan air siap diminum sesungguhnya isu politik. Negara dengan politik yang prorakyat dan tidak pro-oligarki akan lebih mampu menyediakan layanan air bersih bagi rakyatnya.