Kebijakan di Tengah Ketidakpastian
Kebijakan yang mendukung stabilitas tetap perlu diimbangi dengan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Ilustrasi
Upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi adalah faktor krusial bagi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi pula peningkatan aktivitas ekonomi negara tersebut. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa faktor tersebut tidak cukup untuk menjaga resiliensi ekonomi.
Profesor Boediono, Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-11 dan ekonom ternama nasional, sempat menganalogikan perekonomian seperti berkendara sepeda. Ketika sepeda melaju, dinamika pertumbuhan ekonominya jalan. Di sisi lain, terdapat faktor lain agar sepeda tetap berjalan dan tidak jatuh, yaitu keseimbangan. Keseimbangan itu adalah sisi stabilitas ekonomi. Artinya, kedua faktor itu harus berjalan seirama.
Namun, bagaimana jika sepeda dikendarai pada malam hari dan harus melewati jalan yang berkabut, minim penerangan, dan cukup asing? Mau tidak mau pengendara sepeda harus meresponnya dengan bijak, yaitu lebih berhati-hati dan waspada serta perlu menyesuaikan laju sepedanya. Tujuannya adalah agar sepeda tetap stabil dan tidak jatuh apabila melewati bagian jalan yang bergelombang.
Baca juga: Mendorong Inovasi dalam Pertumbuhan Ekonomi
Kira-kira seperti itulah respons otoritas dalam mengambil langkah kebijakan di tengah risiko dan ketidakpastian global yang meningkat seperti saat ini. Sikap lebih hati-hati dan waspada serta penyesuaian kebijakan harus dilakukan agar ekonomi tetap stabil sehingga perekonomian dapat tetap melaju pada laju pertumbuhan yang optimal.
Dengan kata lain, respons kebijakan yang tepat adalah kunci keselarasan antara stabilitas dan pertumbuhan guna mewujudkan resiliensi perekonomian nasional.
Respons kebijakan
Respons kebijakan yang tepat perlu menyasar pada target indikator yang jelas. Dalam hal ini, harus diakui bahwa salah satu indikator utama yang terdampak dinamika perekonomian global terkini adalah nilai tukar. Spekulasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang ketat dan lebih lama dari perkiraan (higher for longer) serta semakin buruknya ketegangan geopolitik di Timur Tengah telah mengubah dinamika ekonomi dan keuangan global: dollar AS menguat terhadap banyak mata uang dunia, termasuk rupiah.
Menanggapi kondisi tersebut, Bank Indonesia secara tegas mengambil sikap kebijakan moneter yang mendukung stabilitas (pro-stability),dengan fokus untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. Sikap ini diwujudkan melalui kenaikan BI-Rate 25 basis poin yang ditujukan untuk memengaruhi struktur suku bunga di pasar uang rupiah guna menjaga daya tarik imbal hasil dan aliran masuk portofolio asing ke aset keuangan domestik.
Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan intervensi rangkap tiga atau triple intervention di pasar valuta asing, yaitu intervensi pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward, dan Surat Berharga Negara di pasar sekunder. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan stabilitasi nilai tukar rupiah.
Bank Indonesia secara tegas mengambil sikap kebijakan moneter yang mendukung stabilitas ( pro-stability) dengan fokus untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.
Upaya mendorong nilai tukar rupiah yang stabil sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi secara lebih luas. Kestabilan nilai tukar rupiah berperan sentral dalam menjaga inflasi dan stabilitas sistem keuangan agar tetap terkendali sehingga meningkatkan kepastian bagi para pelaku ekonomi, baik investor, industri, maupun pemerintah. Dengan demikian, perekonomian nasional dapat berjalan secara kondusif dan semakin berdaya tahan dalam menghadapi tantangan.
Menjaga kestabilan bukan berarti harus berhenti berjalan. Agar laju roda pertumbuhan ekonomi tetap berjalan secara seimbang, Bank Indonesia juga memperkuat perangkat kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran yang mendukung pertumbuhan (pro-growth).
Langkah kebijakan makroprudensial longgar terus dilakukan guna mendorong kredit perbankan ke sektor usaha dan rumah tangga, sementara kebijakan sistem pembayaran difokuskan pada peningkatan keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran serta perluasan penerimaan digitalisasi sistem pembayaran.
Respons Bank Indonesia untuk mengelola fokus pro-stability dan pro-growth melalui penguatan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran adalah bentuk respons kebijakan yang tepat. Meskipun tampak lebih menonjol, kebijakan yang mendukung stabilitas tetap perlu diimbangi dengan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Ini penting untuk mengatasi dampak ketidakpastian pasar keuangan global dan mengantisipasi risiko ke depan.
Koordinasi dan harmonisasi
Ibarat mengendarai sepeda yang memerlukan koordinasi dan harmonisasi berbagai anggota tubuh, respons kebijakan juga membutuhkan koordinasi dan harmonisasi antarkementerian/lembaga agar perekonomian dapat berjalan. Oleh karena itu, koordinasi dan harmonisasi antara kebijakan bank sentral dan kebijakan dari lembaga lainnya sangatlah penting.
Di sektor keuangan, misalnya, koordinasi kebijakan antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan dalam menjaga stabilitas sektor keuangan telah mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Pertemuan keempat lembaga tersebut dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akhir April lalu menyimpulkan bahwa stabilitas sistem keuangan Indonesia pada kuartal I-2024 terjaga, ditopang oleh kondisi fiskal, moneter, dan sektor keuangan yang stabil.
Baca juga: Tekanan pada Perekonomian
Kondisi itu telah mampu mendukung perekonomian nasional tumbuh 5,11 persen pada kuartal I-2024 di tengah meningkatnya risiko ketidakpastian global. Pencapaian ini merupakan satu dari sekian banyak bukti pentingnya koordinasi dan harmonisasi kebijakan di sektor keuangan dalam menjaga keselarasan antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.
Ke depan, perlu disadari bahwa koordinasi dan harmonisasi kebijakan harus diperkuat agar perekonomian nasional tetap tumbuh positif di tengah situasi perekonomian global yang semakin menantang. Selain itu, perlu disadari pula bahwa kebijakan untuk menyelaraskan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi jauh lebih penting dibandingkan dengan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi semata.
Hutama Wardhana, Ekonom Bank Indonesia