Planet ini membutuhkan kesatuan gerakan dari kita semua untuk menjaga Bumi dari limbah plastik beracun.
Oleh
AGUSTIAN GANDA PUTRA SIHOMBING
·3 menit baca
Peringatan Hari Bumi Internasional 2024 telah berlalu pada 22 April. Di laman resminya, Earthday.org mengusung tema yang menarik untuk direnungkan bersama, yakni ”Planet Vs Plastics”, planet versus plastik.
Tema ini bukan saja aplikatif pada saat peringatan tersebut, tetapi juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Lantas, bagaimana kita mengaplikasikan peran krusial untuk Bumi, terutama dalam memerangi plastik?
Unsur yang tak terpisahkan
Dalam peradaban manusia yang kreatif dan inovatif, plastik (produksi dan penggunaan) menjadi salah satu unsur yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Bahkan, saat ini, apa saja yang ada di dekat kita terbuat dari bahan plastik.
United Nations Environment Programme (UNEP) merilis bahwa produksi dan penggunaan plastik sejak 1950 hingga awal 2000 meningkat dengan signifikan. Ditaksir, sebanyak 9,2 juta ton plastik telah diproduksi sejak 1950.
Pada 2021, tercatat bahwa produksi plastik global mendekati 400 juta metrik ton per tahun. Diprediksi, pada 2050, angka tersebut semakin naik, sekitar 1.100 juta metrik ton.
Menurut World Population Review 2022, Indonesia berada pada urutan ke-5 sebagai negara yang turut menghasilkan plastik terbanyak di dunia, yakni 9,13 juta ton. Sebanyak 56,3 ton dari plastik itu dibuang ke laut sebagai sampah.
Dari data tersebut, setidaknya ada dua hal yang dapat kita komentari secara amatir. Pertama, penggunaan plastik akan semakin meningkat apabila tidak dihentikan secara arif. Meningkatnya produksi dan penggunaan plastik berbanding lurus dengan tuntutan konsumsi manusia. Apalagi, dengan budaya ”sekali pakai”.
Lebih kurang 36 persen dari produksi plastik digunakan sekali pakai dalam kemasan makanan dan minuman. Sekitar 85 persen dari produksi itu dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa diolah. Masih ada lagi penggunaan plastik sekali pakai dalam bentuk lain, seperti botol, tas, dan alat makan.
Produksi dan penggunaan plastik yang kian berlebihan akan sangat berbahaya dalam kehidupan manusia dan kelestarian Bumi. Sampah plastik yang dihasilkan tentu tidak seluruhnya dapat dikelola dan diolah dengan sangat baik.
Tingkat kesadaran dan pengetahuan manusia untuk menangani produksi sampah plastik, terutama yang sekali pakai, belum mumpuni.
Sistem industri dan daur sampah yang canggih belum merata. Ahli dan harga mesin pendaur juga masih relatif mahal. Sementara itu, waktu urai sampah plastik minimal 10 tahun. Hal ini semakin mengancam apabila plastik yang sulit terurai itu dibuang secara sembarang ke laut atau sungai dalam jumlah yang banyak. Laut atau sungai dan segala makhluk di dalamnya menjadi terinfeksi racun kimia dari bahan plastik.
Selain itu, tingkat kesadaran dan pengetahuan manusia untuk menangani produksi sampah plastik, terutama yang sekali pakai, belum mumpuni. Memang di beberapa negara maju, seperti Jepang, Swedia, Hong Kong, dan Korea Selatan, pengelolaan sampah plastik sudah cukup baik.
Masyarakat diedukasi untuk sadar dan tahu menempatkan sampah plastik pada bagian yang semestinya. Pemerintah juga turut mengambil peran krusial dalam mengelola sampah plastik dengan sistem yang terpadu dan teruji laboratorium.
Akan tetapi, rasanya usaha itu masih amat kurang dibandingkan dengan jumlah negara yang belum mampu memperhatikan penanganan produksi sampah plastik. Karena itu, dibutuhkan hal yang kedua, yakni mempercepat penghentian produksi plastik, sebagaimana terdapat dalam perjanjian PBB tentang mengakhiri produksi plastik sekali pakai pada 2030.
Berpartisipasi aktif
Earthday.org, sebagai suatu gerakan, secara aktif mendukung perjanjian PBB tersebut. Fokus gerakan ini adalah menekan dan mengurangi laju produksi plastik hingga 60 persen pada 2040. Hal ini memang menandakan bahwa kehidupan manusia tidak bisa secara langsung dapat dipisahkan dari plastik. Butuh waktu yang cukup lama untuk membiasakan hal itu.
Semua umat manusia, tak terkecuali kita pun, harus berpartisipasi secara aktif untuk membiasakan diri tidak bergantung pada plastik sekali pakai dan tidak membiasakan diri membuang limbah plastik dengan sembarangan. Planet ini membutuhkan kesatuan gerakan dari kita, baik kaum intelektual, peneliti, pemerintah, tokoh agama, awam, maupun siapa saja untuk menjaga Bumi dari limbah plastik yang beracun.
Kesatuan dapat terjadi dan berakselerasi apabila umat manusia di planet ini turut aktif dalam gerakan sehari-hari rethink, refuse, reuse, repair, recycle, dan reduce. Gerakan ini semata-mata untuk melindungi kita serta melestarikan alam dari sampah dan plastik. Planet ini mesti bereksistensi dan itu adalah tugas kita.
Kita ada untuk menjaga Bumi ini serta ”merawat dan mengelola” planet yang diciptakan oleh Sang Pencipta yang Maha Agung (Kej 1:28). Jika abai akan seruan ini—memproduksi plastik dan limbah secara tak terkontrol; membuangnya ke Bumi tanpa diolah—kita melakukan tindakan kriminal.
”Membuang plastik ke laut adalah kriminal; membunuh keanekaragaman hayati, Bumi, dan segalanya,” kata Paus Fransiskus (Minggu, 6/2/2022). Lantas, apakah kita ada sebagai penjaga, perawat, dan pengelola untuk Bumi atau penjahat yang melakukan tindak kriminal?
Agustian Ganda Putra Sihombing, Anggota Yayasan JPIC Ordo Kapusin Provinsi Medan (OKPM) Divisi Keutuhan Lingkungan Hidup Kapusin Medan; Mahasiswa Magister Filsafat Konsentrasi Etika Pastoral Universitas Katolik Santo Thomas, Sumatera Utara