PRT Berhak Mendapat Perlakuan Adil
Perlakuan adil bagi PRT adalah yang sesuai prinsip kemanusiaan dan keadilan, diakui dalam sistem hukum ketenagakerjaan.
”Pekerja rumah tangga adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Mereka berjasa dalam mengurus keluarga dan masyarakat. Kita harus menghargai dan memperjuangkan hak-hak para pekerja rumah tangga.” (Soekarno, 1 Mei 1963)
Soekarno sangat menghormati pekerja rumah tangganya, yaitu Sarinah, dengan menjadikannya inspirasi dan simbol bagi perempuan Indonesia. Buku Sarinah dan pembangunan gedung Mal Sarinah adalah wujud cinta dan penghormatan Soekarno untuk para PRT sebagaimana halnya keberadaan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) saat ini.
Soekarno sangat progresif dengan pemikiran tentang PRT yang mendahului zaman. Pada 1963 Soekarno sudah menyebut PRT sebagai pekerja (bukan pembantu) dan meminta seluruh rakyat memperjuangkan hak-hak mereka sebagai pekerja. Sementara Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) mengeluarkan Konvensi soal PRT Nomor 189 yang diratifikasi pada 2011.
Baca juga: UU PPRT untuk Indonesia Naik Kelas
Soekarno tidak perlu menunggu deretan angka menyedihkan tentang nasib buruk para PRT untuk memberi mereka posisi yang bermartabat sebagai pekerja. Namun, rasa kemanusiaan dan keinginan mewujudkan keadilan sosial yang menjadi pendorong Soekarno untuk menyebut PRT sebagai pekerja.
Kepada PRT Sarinah-lah Soekarno berterima kasih (bukan kepada Marhaen) karena Sarinah telah menjadi madrasah pertama baginya untuk mencintai wong cilik. Kecintaan kepada rakyat yang kemudian memampukan Soekarno memaknai pertemuannya dengan Marhaen yang melahirkan ideologi Nasionalisme Kerakyatan atau Marhaenisme sebelum akhirnya disebut Pancasila.
Dalam pidatonya pada Hari Buruh, 1 Mei 1963, Soekarno menekankan pentingnya persatuan dan gotong royong dalam membangun bangsa. Dia menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk bekerja sama dan saling membantu, termasuk dalam memperjuangkan hak-hak pekerja rumah tangga.
Tidak ada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang bisa kita rujuk untuk menghitung kontribusi PRT ke perekonomian nasional. Namun, studi Bank Dunia tahun 2010 menyatakan bahwa PRT menyumbang sekitar 2 persen dari PDB Indonesia. Sebuah studi lain oleh ILO pada 2015 menemukan bahwa PRT menyumbang sekitar 7 persen dari total pekerjaan di Indonesia.
Di Indonesia, tanpa PRT, industri UMKM, warung-warung akan ambruk. Keberadaan PRT sangat signifikan bagi perekonomian rumah tangga, regional, dan nasional. Kehadiran PRT jelas menaikkan pendapatan rumah tangga karena suami-istri tidak terbelenggu peran domestik dan bisa berkarier di sektor publik.
Soekarno menyebut PRT sebagai ”pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa ” yang berkontribusi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan bangsa.
Pendapatan para PRT yang selalu di bawah UMR pun telah menggerakkan konsumsi di daerah asal mereka di perdesaan. Lebih dari itu, pengiriman ”remittances” ke keluarga-keluarga PRT telah mampu menyelamatkan mereka dari ancaman kemiskinan ekstrem.
Keberadaan PRT juga signifikan membantu keluarga miskin lainnya, misalnya keluarga buruh industri atau warung makanan untuk tetap bertahan di garis kemiskinan. Bagi PRT dengan peran multitasking (momong anak, merawat manula, menjaga aset rumah, serta memasak, mencuci pakaian, bersih-bersih) juga berperan menekan pengeluaran keluarga karena PRT adalah tenaga kerja murah.
Soekarno menyebut PRT sebagai ”pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa” yang berkontribusi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa PRT berhak atas kehidupan yang layak dan perlakuan yang adil.
Keadilan bagi PRT
Perlakuan adil bagi PRT adalah perlakuan yang sesuai dengan prinsip kemanusiaan dan keadilan. Yang paling utama adalah pengakuan keberadaan PRT dalam sistem hukum ketenagakerjaan nasional.
Pengakuan atas profesi ”pekerja” akan memungkinkan para PRT untuk mendapat hak-hak normatif sebagai pekerja, terutama adalah perlindungan dari negara. Sesuai Konvensi ILO Nomor 189 Tahun 2011 tentang Kerja Layak bagi PRT untuk memberikan standar minimum perlindungan bagi PRT di seluruh dunia.
Konvensi ILO No 189 ini mengatur berbagai hal, seperti hak-hak dasar PRT, termasuk hak atas penghormatan, jam kerja yang wajar, hak istirahat, upah layak, dan jaminan sosial. Konvensi juga mengingatkan hak PRT atas perlindungan dari praktik-praktik yang buruk, seperti kekerasan, pelecehan, dan perdagangan orang.
Baca juga: Pelindungan PRT, Siapa Peduli?
Sebagai tambahan, konvensi juga mengatur peran agen penempatan kerja swasta agar mereka beroperasi secara etis dan tidak merugikan PRT. Sayangnya, hingga kini negara tidak hadir dalam mengurus kesejahteraan PRT walaupun Jala PRT terus melaporkan adanya korban-korban baru yang terus berjatuhan setiap hari.
Amanat dari Konvensi ILO No 189/2011 telah direspons dalam RUU PPRT sehingga RUU tersebut merupakan jawaban atas kehendak Soekarno sebagaimana dalam pidato di Hari Buruh 1 Mei 1963. Kecintaan dan penghormatan kita kepada Soekarno adalah dengan mematuhi dan menjalankan ajarannya maupun melaksanakan perintah-perintahnya, termasuk kehendaknya atas nasib PRT.
Pemerintah sudah menunjukkan niat baik dengan mengirimkan surat presiden dan daftar inventarisasi masalah RUU PPRT pada 21 April 2023, tetapi Ketua DPR belum menanggapi hingga kini. Proses legislasi RUU PPRT kembali terhenti di meja Ketua DPR setelah Ketua DPR pernah melakukan penghentian yang sama pada 15 Juli 2020 hingga Maret 2023.
Peran masyarakat
Soekarno dalam pidato pada Hari Buruh 1 Mei 1963 tersebut juga mengajak masyarakat bersatu padu dan saling membantu untuk memperjuangkan hak-hak PRT. Bukan saja karena PRT adalah bagian penting dari masyarakat dan memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari, melainkan juga karena amanat sila ke-2 dan sila ke-5 Pancasila.
Sarinah, PRT yang bekerja di rumah Soekarno selama bertahun-tahun, adalah juga sahabat dan orang kepercayaan Soekarno. Sarinah menemani Soekarno dalam suka dan duka, dan dia selalu mendukung perjuangannya untuk kemerdekaan Indonesia.
Sarinah membersamai pertumbuhan Soekarno kecil hingga mengurus rumah tangga, merawat anak-anaknya, dan bahkan dalam perjuangan politiknya. Sarinah dan juga para PRT lainnya adalah pahlawan tanpa tanda jasa bagi Soekarno dan bagi bangsa.
Sebagaimana pendapat Soekarno, kita juga percaya bahwa PRT berhak atas kehidupan yang layak dan perlakuan yang adil. Kita harus bersatu padu dan saling membantu untuk memperjuangkan hak-hak PRT.
Masyarakat bisa meyakinkan dan mendorong Ketua DPR agar melanjutkan proses legislasi RUU PPRT yang dihentikannya sejak April 2023.
Sarinah dan para PRT umumnya adalah sosok yang setia, berdedikasi, dan bekerja keras. PRT nyata pahlawan tanpa tanda jasa yang patut kita hormati.
Dasar penghormatan kepada para PRT bukan saja berdasar amanat sila ke-2 ”Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan sila ke-5 ”Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Penghormatan kepada para PRT juga berdasar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D Ayat (2) yang menyatakan, ”Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
Masyarakat bisa meyakinkan dan mendorong Ketua DPR agar melanjutkan proses legislasi RUU PPRT yang dihentikannya sejak April 2023. Masyarakat bisa pula bergabung dengan berbagai aktivitas yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU PPRT.
Koalisi sedang melakukan mobilisasi dukungan petisi untuk Ketua DPR melalui link https://chng.it/mpym8qGR65. Selain itu, koalisi juga akan memobilisasi surat untuk dikirim ke Ketua DPR di bawah koordinasi Perempuan Mahardika https://www.instagram.com/mahardhikakita?igsh=MThkeXFtY2FvOXBpaA==.
Baca juga: Fakta Sosial dan Hukum Hubungan Kerja PRT
Sementara itu, para PRT yang tergabung dalam serikat sudah setahun lebih melaksanakan aksi harian di gerbang depan DPR dalam panas ataupun hujan, pagi-siang ataupun malam. Bahkan, selama puasa pun kampanye justru diintensifkan, termasuk melaksanakan tadarusan menjelang Lebaran.
Komitmen kita terhadap sila kemanusiaan dan keadilan sosial harus terukur. Ajakan Soekarno untuk memberikan keadilan kepada para PRT juga harus kita jawab. Pengesahan UU PPRT harus kita perjuangkan sebagai wujud komitmen politik terhadap tuntutan-tuntutan tersebut.
Koalisi Sipil mengundang partisipasi masyarakat untuk ikut berkampanye, baik di darat maupun di udara melalui media sosial, agar Ketua DPR segera mengesahkan UU PPRT sebelum 1 Oktober 2024. Jika tidak, nasib PRT akan makin terpuruk dan kehendak Soekarno untuk mewujudkan keadilan sosial semakin terlempar di awang-awang.
Eva Kusuma Sundari,Direktur Institut Sarinah; Anggota Komisi XI DPR Periode 2014-2019