Jumlah kunjungan wisatawan ke Mesir turun. Tanker dan kargo yang melintasi Suez turun drastis. Devisa Mesir melandai.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·5 menit baca
Mesir, akibat meletusnya perang Gaza sejak 7 Oktober 2023, ibarat sudah jatuh ketimpa tangga pula. Mesir yang berbatasan langsung dengan Jalur Gaza, adalah negara yang paling menderita akibat perang Gaza tersebut, terutama di sektor ekonomi.
Perekonomian Mesir yang terpuruk akibat meletusnya perang Rusia-Ukraina yang meletus pada Februari 2022, kini semakin nyungsep menyusul meletusnya perang Gaza. Presiden Mesir, Abdel Fattah El Sisi pada acara peringatan ke 72 hari jadi kepolisian Mesir pada hari Rabu (24/1/2024) mengakui, tingkat penderitaan dan tekanan ekonomi yang dialami Mesir saat ini akibat perang Gaza.
Ada empat sumber utama devisa Mesir, yaitu terusan Suez, pariwisata, ekspor minyak/gas, dan pajak transfer gaji warga Mesir di luar negeri. Menurut pakar ekonomi dan perbankan asal Mesir, Sahar al-Damaty, semakin terpuruknya ekonomi Mesir saat ini akibat semakin menurunnya secara drastis jumlah wisatawan yang datang ke Mesir dan kapal yang lewat Terusan Suez pasca meletusnya perang Gaza.
Menurunnya jumlah wisatawan yang datang ke Mesir, sudah terjadi menyusul meletusnya perang Rusia-Ukraina pada Februari 2022, namun pascaperang Gaza pada 7 Oktober 2023, jumlah wisatawan yang datang ke Mesir kian merosot.
Mesir semakin terjepit menyusul munculnya krisis laut Merah akibat kelompok Al Houthi di Yaman menyerang dengan rudal dan pesawat tanpa awak (drone) kapal tanker dan komersial di laut Merah yang dicurigai ada hubungan dengan Israel sebagai aksi solidaritas dengan rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Maka banyak kapal tanker dan komersial memilih mengubah rute dari laut Merah ke rute Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Ini sangat memukul Terusan Suez, karena kapal yang lewat terusan yang dibuka pada tahun 1869 M untuk memperpendek jarak transportasi antara Eropa dan Asia, turun drastis.
Kantor berita Bloomberg pada 17 Januari lalu melaporkan, kapal tanker dan kargo yang lewat terusan Suez turun drastis, yakni hanya sekitar 49 kapal per hari berbanding 83 kapal per hari pada akhir Juni 2023. Kepala otoritas Terusan Suez, Osama Rabie menyampaikan, kapal yang lewat terusan Suez turun hingga 40 persen dan pendapatan devisa dari Terusan Suez turun 30 persen pada 1 Januari hingga 11 Januari 2024 ini.
Terusan Suez merupakan jalur strategis perdagangan dunia, di mana sekitar 15 persen arus perdagangan dunia melewati terusan Suez. Pendapatan devisa Mesir dari Terusan Suez mencapai sekitar 9,4 miliar dollar AS pada periode tahun 2022-2023.
Turunnya pendapatan devisa cukup drastis dari Terusan Suez itu, di saat Mesir sangat membutuhkan pemasukan devisa untuk pembayaran hutang dalam upaya mengatasi krisis ekonominya saat ini. Mesir kini tercatat memiliki utang luar negeri sebanyak 164,7 miliar dollar AS. Inflasi di Mesir mencapai 37 persen per tahunnya saat ini. Nilai mata uang lokal Mesir (pound Mesir, red) dipasar gelap semakin anjlok, yakni 1 dollar AS = 64 pound Mesir. Padahal di Bank Mesir, 1 dollar AS = 30,9 pound Mesir. Mesir diprediksi akan menggunakan 70 persen pendapatan nasionalnya pada tahun 2024 untuk membayar bunga hutang saja.
Aksi AS dan Inggris menyerang balik sasaran kelompok al Houthi di Yaman pada pertengahan Januari lalu, semakin membuat cemas Mesir akan kian meluasnya krisis di Laut Merah yang semakin membawa dampak negatif terhadap Terusan Suez. Inilah dibalik Mesir semakin meningkatkan usahanya agar perang Gaza segera berakhir secara permanen atau minimal ada gencatan senjata jangka panjang.
Sikap Israel yang terus menolak berbagai upaya agar ada gencatan senjata permanen atau jangka panjang, mengantarkan terjadinya hubungan semakin tegang antara Mesir dan Israel saat ini. Bagian dari hubungan tegang Mesir-Israel saat ini, Presiden Mesir Abdel Fattah El Sisi hari Rabu (24/1) menuduh Israel menghambat masuknya bantuan kemanusian ke Jalur Gaza.
El Sisi menyebut, pintu gerbang Rafah dibuka 24 jam secara permanen, namun Israel yang melakukan manuver untuk mencegah masuknya bantuan kemanusian ke Jalur Gaza. Pintu gerbang Rafah adalah satu-satunya pintu darat yang menghubungkan Jalur Gaza dengan Mesir tanpa melalui wilayah Israel.
Sebelumnya Kepada Badan Informasi Mesir, Dhia Raswan menyatakan, Mesir menolak niat Israel menguasai kembali jalur Philadelphia yang memisahkan antara Mesir dan Jalur Gaza. Jalur Philadelphia yang juga disebut jalur Salahuddin memiliki panjang 14 kilometer dan lebar hanya beberapa ratus meter antara Mesir dan Jalur Gaza.
Dalam perjanjian damai Mesir-Israel di Camp David tahun 1979, jalur Philadelphia ditetapkan sebagai jalur penyangga antara Mesir dan Jalur Gaza. Dhia Raswan menegaskan, jika Israel menduduki lagi jalur Philadelphia, maka akan mengancam eksistensi perjanjian damai Israel-Mesir di Camp David.
Seperti diketahui, PM Israel Benjamin Netanyahu sering menyatakan, pentingnya Israel menguasai lagi jalur Philadelphia untuk mencegah ancaman keamanan terhadap Israel dan Jalur Gaza pasca berakhirnya perang Gaza nanti. Israel mundur dari jalur Philadelphia pada tahun 2005 sebagai bagian dari Israel mundur dari Jalur Gaza saat itu.
Sebelumnya Mesir juga dibuat marah terhadap Israel menyusul Israel pada pertengahan Oktober 2023 mengumandangkan proyek migrasi rakyat Gaza yang sebanyak sekitar 2,3 juta ke Gurun Sinai dalam upaya mengosongkan Jalur Gaza dari penghuninya rakyat Palestina.
Mesir saat itu langsung menolak mentah-mentah proyek Israel tersebut yang disebutnya sebagai proyek lama Israel untuk berdirinya negara Palestina di gurun Sinai sebagai ganti dari berdirinya negara Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Kini, Mesir dengan segala dampak negatif akibat perang Gaza, seperti semakin terpuruknya ekonomi, isu jalur Philadelphia, dan isu terhambatnya bantuan kemanusian di pintu gerbang Rafah, semakin berusaha segala cara agar perang bisa segera berakhir agar beban negatif yang dipikul Mesir saat ini tidak berkepanjangan.*