Menanti Gebrakan Boeing, Pabrikan Pesawat asal Amerika
Baik maskapai maupun penumpang setia kemudian jelas berharap dengan gebrakan dari manajemen Boeing.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Direktur Pesawat Komersial Boeing Stan Deal meminta maaf oleh karena pelarangan terbang Boeing 737 MAX 9. Namun, permintaan maaf saja tidak cukup.
Akibat insiden Boeing 737 MAX 9 Alaska Airlines dengan nomor penerbangan 1282, Jumat (5/1/2024) di Portland, AS, setidaknya 171 unit B-737 MAX 9 tidak boleh diterbangkan. Otoritas penerbangan menginvestigasi B-737 MAX 9 demi memastikan keselamatan terbang para penumpang.
Keselamatan penumpang tentu di atas segalanya. Namun sebagai korporasi, manajemen United Airlines dan Alaska Airlines frustrasi dengan kondisi ini. Total armada dari dua maskapai itu mencapai 140 unit B-737 MAX 9. Kerugian finansial akibat pelarangan terbang tersebut tidaklah sedikit.
Lebih mengenaskan lagi, sejumlah maskapai itu sedang dalam tahap pemulihan setelah badai Covid-19 selama beberapa tahun terakhir. Lion Air lebih beruntung oleh karena hanya mengoperasikan 3 unit B-737 MAX 9 dengan varian berbeda dari varian Alaska Airlines yang mengalami insiden. Larangan terbang sementara bagi B-737 MAX 9 Lion Air juga telah dicabut.
Produsen pesawat di dunia ini, kita tahu tidak hanya Boeing. Namun, mengganti armada pesawat tidaklah mudah dan murah. Apalagi, ada urusan ketahanan ekonomi dalam negeri, ketika maskapai AS memilih membeli Boeing, pesawat yang diproduksi di Renton, Washington.
Bagi maskapai non-AS, yang tidak terikat urusan nasionalisme, pergantian armada pesawat jelas membutuhkan biaya tidak sedikit. Menurut Badan Keselamatan Penerbangan Eropa (EASA) dibutuhkan biaya antara Rp 273 juta – Rp 427 juta untuk mengikuti pelatihan type rating Airbus A320. Bayangkan, total biaya bagi maskapai untuk melatih ulang 500-an pilot bila ingin beralih menerbangkan Airbus A320.
Kebutuhan biaya pelatihan bukan saja bagi pilot tetapi juga pramugari, montir, hingga petugas kargo. Dibutuhkan pula investasi pembelian berbagai peralatan hingga komponen bila harus mengganti armada pesawat.
Pemilihan pabrikan pesawat juga dilatarbelakangi beberapa faktor. Maskapai pembeli pertama boleh jadi mendapatkan penawaran harga spesial. Belum lagi ada diskon biaya leasing bagi maskapai-maskapai yang loyal. Dengan begitu, keputusan untuk mengubah jenis pesawat bukan keputusan yang mudah.
Baik maskapai maupun penumpang setia kemudian jelas berharap dengan gebrakan dari manajemen Boeing. Ada harapan agar Boeing dapat memproduksi pesawat yang lebih andal dengan jaminan keselamatan yang tinggi. Stan Deal telah menghentikan proses produksi di Renton, Washington demi evaluasi menyeluruh. Kita pun berharap hasil evaluasi dapat membawa perbaikan signifikan bagi Boeing.
Selama ini, industri penerbangan didukung oleh sejumlah pabrikan dari berbagai benua. Dua pabrikan di antaranya yakni Boeing dan Airbus selalu memimpin kompetisi abadi selama beberapa dekade terakhir. Kita pun berharap kompetisi antarprodusen pesawat itu berlanjut oleh karena hanya dengan kompetisi yang sehat maka inovasi-inovasi dalam industri penerbangan bermunculan.