Harga jual lobster dewasa jauh lebih mahal. Adalah kenaifan jika kita justru membuka lagi keran ekspor benih lobster.
Oleh
PANGERAN TOBA P HASIBUAN
·2 menit baca
Salah satu kekayaan sumber daya alam Indonesia yang banyak diselundupkan ke luar negeri adalah benih lobster. Ditengarai nilai ekspor benih lobster yang diselundupkan ke Vietnam mencapai 1,2 miliar dollar AS per tahun. Keadaan ini malah membuat pemerintah berkeinginan untuk melegalkan kembali ekspor benih lobster (Kompas, 15/11/2023).
Sebagai perbandingan, harga benih lobster di dalam negeri Rp 3.000–Rp 5.000 per ekor, jika dijual ke negara tetangga dengan penyelundupan bisa mencapai Rp 139.000 per ekor. Jika sudah siap saji, harga seekor lobster di luar negeri bisa mencapai Rp 1,5 juta, bahkan lebih tergantung kualitas.
Ketika Susi Pudjiastuti menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor benih lobster dilarang karena merugikan negara. Jauh lebih menguntungkan jika ekspor lobster dewasa. Namun, kini Kementerian KKP mempertimbangkan untuk membuka lagi keran ekspor benih lobster. Pertimbangannya, daripada penyelundupan tidak terkontrol, lebih baik dilegalkan agar dapat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak dan menolong nelayan.
Ketika Susi Pudjiastuti menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor benih lobster dilarang karena merugikan negara.
Ini cara pikir sangat pragmatis. Ekspor benih lobster akan memengaruhi perkembangan populasi lobster dalam jangka panjang. Kita tahu harga jual lobster dewasa jauh lebih mahal, adalah kenaifan jika kita justru membuka lagi keran ekspor benih lobster.
Butuh keseriusan dan komitmen kuat pemangku kebijakan untuk membina nelayan membudidayakan lobster. Penerapan teknologi akan menjadikan Indonesia sebagai produsen lobster terbesar dunia sekaligus merebut pangsa pasar dunia. Ini akan menumbuhkan ekonomi masyarakat dan devisa negara.
Membaca ”Balada Masyarakat 'Mantab’” (Kompas, 28/2023), kisah masyarakat menengah Jakarta yang harus makan dari tabungan untuk konsumsi sehari-hari, tentu sangat mengharu-biru sekaligus memprihatinkan.
Jakarta memang memikat terutama kaum muda untuk merantau ke sana, bahkan hanya dengan modal dengkul. Kenyataannya, dengan gaji Rp 5 juta, mereka kelimpungan mengatur ekonominya, sehingga harus menguras tabungannya yang semula untuk tujuan simpanan/investasi.
Sangat mungkin di antara mereka ini adalah kaum urban yang datang dari kota-kota kecil, bahkan dari luar Jawa. Kondisi ekonomi akhir-akhir ini tidak sedang baik-baik saja, seyogianya menyadarkan mereka bahwa kampung yang mereka tinggalkan masih dapat menghidupi dengan cara sederhana dan ayem ati.
Marilah kita merenung kembali, apa langkah kita ke kota besar sudah dipikir matang atau hanya emosi sesaat. Desa kita masih membuka tangan untuk kembali hidup sederhana.