Peran vital perempuan dalam perekonomian selama berabad-abad tidak terekam dalam catatan sejarah. Sebagian perempuan masih mengalami diskriminasi.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Perubahan peran perempuan dalam perekonomian selama ratusan tahun tidak terekam dalam catatan sejarah. Bahkan, sebagian perempuan hingga kini masih mengalami diskriminasi di dunia kerja sehingga sulit mengembangkan potensi diri. Padahal, partisipasi perempuan terbukti penting demi mewujudkan kesejahteraan ekonomi.
Untuk mengurai akar diskriminasi tersebut, Claudia Goldin, profesor ekonomi spesialisasi ketenagakerjaan di Universitas Harvard, Amerika Serikat, merunut sejarah peran perempuan pekerja selama lebih dari 200 tahun. Atas riset-risetnya yang dinilai menumbuhkan kesadaran publik akan peran vital perempuan di pasar tenaga kerja, ia menerima Nobel Ekonomi 2023.
Menurut Komite Hadiah Nobel, dalam situs nobelprize.org, penerima Nobel Ekonomi tahun ini memberikan laporan komprehensif pertama mengenai perubahan peran perempuan dalam konteks ekonomi selama berabad-abad. Risetnya mengungkap bagaimana dan mengapa perbedaan jender dalam pendapatan dan tingkat pekerjaan berubah seiring berjalannya waktu.
Melalui penelusuran arsip-arsip dan data lebih dari 200 tahun, Goldin telah menemukan terus terjadi diskriminasi pada perempuan pekerja. Dari data yang tercatat, partisipasi perempuan pekerja hanya 50 persen dari total angkatan kerja perempuan. Sebaliknya, tercatat 80 persen dari total angkatan kerja pria tercatat bekerja.
Partisipasi perempuan menikah menurun seiring transisi dari masyarakat agraris ke masyarakat industri pada awal abad ke-19, lalu mulai meningkat seiring pertumbuhan sektor jasa pada awal abad ke-20. Pola ini sebagai akibat perubahan struktural dan berkembangnya norma-normal sosial mengenai tanggung jawab perempuan terhadap rumah dan keluarga.
Selama abad ke-20, tingkat pendidikan di kalangan perempuan terus meningkat. Bahkan, kini di sebagian besar negara berpendapatan tinggi, tingkat pendidikan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pria. Akses terhadap alat kontrasepsi berperan penting dalam mempercepat perubahan revolusioner ini dengan menawarkan peluang baru untuk perencanaan karier.
Sejauh ini perempuan sangat kurang terwakili dalam pasar tenaga kerja global. Meski terjadi modernisasi dan peningkatan partisipasi perempuan dalam pekerjaan, tingkat gaji perempuan tetap lebih rendah daripada pria. Meski kesenjangan pendapatan menurun, hal itu tetap tidak bisa setara. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan pendidikan dan pilihan pekerjaan.
Meski terjadi modernisasi dan peningkatan partisipasi perempuan dalam pekerjaan, tingkat gaji perempuan tetap lebih rendah daripada pria.
Namun, sebagian besar perbedaan penghasilan ini terjadi antara laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan sama dan timbul ketika anak pertama lahir. Perempuan yang menikah kerap memilih meninggalkan pekerjaan untuk mengurus pekerjaan rumah tangga dan mengasuh anak serta baru masuk kembali setelah anak tumbuh besar.
Untuk jenis karier yang membutuhkan kehadiran konstan, tidak terganggu absen karena kelahiran dan pengasuhan anak, pria lebih diuntungkan. Dengan demikian, perbedaan gaji dan karier bukan karena perbedaan jenis kelamin, melainkan lebih pada perbedaan tingkat kehadiran dalam pekerjaan serta peran perempuan di ranah domestik yang dipengaruhi faktor sosial dan budaya di masyarakat.
Pemahaman peran perempuan dalam dunia kerja ini merupakan hal penting bagi masyarakat. Berkat riset inovatif yang dilakukan Claudia Goldin, kini dunia mengetahui lebih banyak faktor yang mendasari ketimpangan jender dan diskriminasi di dunia kerja serta hambatan yang perlu diatasi di masa depan.