Kebangkitan Industri Penerbangan
Semua pemangku kepentingan perlu bekerja sama demi menjamin penerbangan yang andal, aman, dan nyaman, serta secara simultan mengakselerasi pemulihan industri penerbangan nasional memasuki era endemi.
Setelah tiga tahun terdampak pandemi, perlahan tetapi pasti dunia bisnis mulai beranjak bangkit. Demikian pula industri penerbangan terindikasi pulih kendati harus melewati tahapan tak mudah karena keterpurukannya tergolong sistemik dan struktural.
Menyusutnya jumlah armada dan sumber daya manusia, termasuk pilot, serta buruknya kinerja finansial maskapai selama pandemi Covid-19 tak mudah untuk dinormalkan atau dipulihkan begitu saja.
Industri penerbangan termasuk yang paling terpuruk akibat pandemi yang melumpuhkan mobilitas manusia. Kita belum lupa dengan anjuran 5M di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Selain mencuci tangan, mengenakan masker, menjaga jarak, dan menjauhi kerumunan, terdapat satu ’M’ lain, yaitu mengurangi mobilitas sebagai protokol kesehatan yang sangat memukul bisnis transportasi.
Dengan kontak fisik yang berkurang secara drastis, frekuensi perjalanan antarkota juga berkurang. Selama pandemi, pemerintah menerapkan aturan ketat dan pembatasan kapasitas untuk physical/social distancing. Tingkat pengisian tempat duduk pada semua moda transportasi publik, seperti bus, kereta, kapal laut, dan pesawat udara, dibatasi hingga separuhnya.
Semua berubah setelah vaksin dan booster (vaksin penguat) ditemukan dan dipergunakan secara masif melalui vaksinasi massal. Klimaksnya, pada 21 Juni 2023, Presiden Joko Widodo mengumumkan keputusan pemerintah untuk mencabut status pandemi.
Keputusan ini cukup beralasan karena hasil survei menunjukkan 99 persen masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi Covid-19. Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah mencabut status situasi darurat kesehatan internasional (public health emergency international concern).
Demikian pula industri penerbangan terindikasi pulih kendati harus melewati tahapan tak mudah karena keterpurukannya tergolong sistemik dan struktural.
Endemi dan kebebasan mobilitas
Dampak pencabutan status pendemi terhadap industri penerbangan bisa dilihat dari tren atau pergerakan jumlah penumpang pesawat, baik domestik maupun internasional, sebelum dan sesudah pencabutan status pandemi.
Berubahnya status pandemi menjadi endemi berimplikasi pada normalisasi dan kebebasan bermobilitas.
Untuk tahun 2023, recovery rate penumpang domestik (jumlah penumpang tahun ini dibandingkan dengan tahun 2019 untuk periode yang sama) secara bulanan menunjukkan tren yang meningkat sejak awal tahun.
Yakni, dari Januari sebesar 73,57 persen (4,9 juta), Februari 78,15 persen (4,4 juta), Maret 81,26 persen (4,9 juta), April 88,69 persen (5,02 juta), dan memuncak pada Mei sebesar 107,5 persen (5,7 juta). Namun, menurun kembali pada Juni, yakni sebesar 77,67 persen (5,46 juta).
Tingginya recovery rate pada Mei 2023 terjadi karena jumlah penumpang yang menurun pada Mei 2019 akibat tingginya harga tiket pesawat pada Mei 2019. Menurunnya recovery rate pada Juni 2023 terhadap Juni 2019 karena lonjakan jumlah penumpang pesawat domestik pada Juni 2019 pasca-penurunan TBA (tarif batas atas) Mei 2019.
Pasca-pencabutan status pandemi di bulan Juni 2023, recovery rate tampak beranjak naik pada bulan Juli, yakni sebesar 83,94 persen (5,96 juta). Meski demikian, harga tiket pesawat pada Juli 2019 relatif tinggi sehingga dampak ”kebebasan bermobilitas” belum optimal. Tingginya harga tiket menjadi penyebab utama inflasi bulanan pada Juli 2023.
Aktivitas penerbangan sipil di Bandara Dortheys Hiyo Eluay, Sentani, Jayapura, Papua, Senin (6/12/2021).
Tentu sangat diharapkan recovery rate penerbangan domestik akan meningkat lagi untuk bulan-bulan selanjutnya.
Sementara tren recovery rate untuk penumpang penerbangan internasional secara umum juga positif dengan jumlah di atas 1 juta orang penumpang per bulan, yakni Januari sebesar 70,10 persen (1,05 juta), Februari 78,57 persen (1,1 juta), Maret 77,42 persen (1,2 juta), April 73,83 persen (1,1 juta), dan memuncak pada Mei 90 persen (1,2 juta).
Recovery rate relatif sama pada bulan Juni, yakni sebesar 89,74 persen (1,4 juta), tetapi sedikit menurun menjadi 82,5 persen pada bulan Juli (1,32 juta).
Selama periode Januari-Juli 2023, dari 256 rute domestik terdapat 127 rute dengan recovery rate di bawah 80 persen terhadap tahun 2019. Sementara untuk sektor penerbangan internasional, dari 112 rute internasional, terdapat 43 rute dengan recovery rate kurang dari 80 persen terhadap tahun 2019. Malaysia, China, dan Singapura merupakan tiga teratas negara tujuan rute penerbangan internasional yang konektivitasnya belum optimal pascapandemi Covid-19.
Dengan mencermati tren recovery rate hingga Juli 2023, tampak pemulihan penerbangan domestik sedikit lebih cepat, tetapi belum optimal, khususnya jika dibandingkan dengan situasi normal sebelum pandemi, yakni 2019.
Pencabutan status pandemi yang berimplikasi pada normalisasi aturan perjalanan belum diikuti oleh peningkatan signifikan permintaan (demand) perjalanan dengan pesawat terbang akibat masih relatif tingginya harga tiket. Selain faktor harga tiket pesawat, terdapat pengaruh musiman, yakni low season dan peak season dalam perjalanan melalui jalur udara dan kunjungan wisata.
Selain faktor harga tiket pesawat, terdapat pengaruh musiman, yakni l ow season dan peak season dalam perjalanan melalui jalur udara dan kunjungan wisata.
Kendala ”demand” dan ”supply”
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan belum optimalnya recovery rate, khususnya pada periode pascapencabutan status pandemi Juni 2023.
Pertama, dari sisi demand, tarif angkutan udara masih relatif tinggi akibat tingginya harga avtur, biaya leasing, dan biaya operasional lain. Di sini diperlukan kebijakan menyeluruh terkait harga bahan bakar avtur bagi penerbangan domestik mengingat biaya bahan bakar merupakan komponen terbesar dalam struktur biaya operasi pesawat udara.
Terkait fluktuasi harga avtur ini, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 7 Tahun 2023 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) yang Disebabkan Adanya Fluktuasi Bahan Bakar (Fuel Surcharge) Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Beleid ini memberikan kewenangan pada maskapai untuk mengenakan kebijakan fuel surcharge yang bersifat ”opsional” sebagai akibat fluktuasi harga avtur, tetapi wajib tetap memperhatikan daya beli konsumen dan tak bertujuan untuk menambah keuntungan.
Berdasarkan beleid ini, untuk pesawat udara jenis jet kebijakan biaya tambahan paling tinggi 10 persen dari tarif batas atas dan untuk pesawat udara jenis propeller paling tinggi 25 persen dari TBA sesuai kelompok pelayanan masing-masing badan usaha angkutan udara.
Dengan demikian, dapat dipahami jika harga tiket relatif tinggi, terutama pada Juli 2023. Pencabutan kepmenhub itu dapat dipertimbangkan jika harga avtur stabil pada kisaran relatif rendah (misal di bawah Rp 12.000 per liter, harga patokan pada Bandara Soekarno-Hatta).
Kedua, dari sisi suplai, adanya keterbatasan armada pesawat yang dapat dioperasikan. Data Kemenhub menunjukkan hingga 30 Agustus 2023 jumlah pesawat yang beroperasi untuk penumpang niaga berjadwal sebanyak 393 unit dan pesawat yang sedang dalam kondisi perawatan (maintenance) 173 unit.
Calon penumpang dalam arus mudik 2023 di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, banten, Selasa (18/4/2023).
Selain itu, masih ada kendala rantai pasok suku cadang pesawat. Pengiriman suku cadang pesawat untuk menunjang maintenance, repair and overhaul (MRO) belum normal, baik karena pemulihan pasca-pandemi maupun dampak perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan pada ketersediaan suku cadang tersebut.
Perawatan pesawat dan keselamatan penerbangan menjadi isu krusial akhir- akhir ini. Sejumlah kasus kerusakan pesawat ditemukan seperti AC mati dan gagal lepas landas karena masalah mesin. Masalah-masalah teknis ini jadi ancaman bagi keselamatan penerbangan.
Kita memerlukan kebijakan intervensi jangka pendek (segera) berupa dukungan kementerian dan lembaga terkait, khususnya Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan, dan INACA, dalam rangka meningkatkan kemudahan dengan simplifikasi bisnis proses suku cadang pesawat sebagai insentif untuk pengembangan industri perawatan pesawat udara (MRO) di Indonesia. Kemudahan impor suku cadang pesawat bisa memangkas rata-rata waktu penanganan MRO dari tujuh hari jadi lima hari saja.
Keselamatan penerbangan harus jadi prioritas utama dan tak bisa ditawar-tawar. Semua pemangku kepentingan perlu bekerja sama demi menjamin penerbangan yang andal, aman, dan nyaman, serta secara simultan mengakselerasi pemulihan industri penerbangan nasional memasuki era endemi.
Baca juga : Pemulihan Industri Penerbangan di Tahun 2023
Baca juga : Mulai Pulih, Maskapai Tambah Jadwal Penerbangan
Wihana Kirana JayaStaf Khusus Menteri Perhubungan