Ekonomi Digital Indonesia, Mau ke Mana?
Indonesia belum memiliki strategi nasional transformasi digital dan badan yang mengaturnya sehingga perkembangannya tak terstruktur. Kue ekonomi nasional tidak bertambah signifikan, tetapi faktor pembaginya makin banyak.
Transformasi digital saat ini menjadi penopang utama kemajuan ekonomi. China barangkali boleh disebut sebagai salah satu negara yang berhasil melakukan lompatan kualitatif dalam produktivitas berkat revolusi teknologi dan industri.
Pesatnya ekonomi digital di China tidak hanya melahirkan perbaikan kualitas, efisiensi, dan fondasi kemajuan ekonomi, tetapi juga melahirkan perbaikan tata kelola pemerintahan.
Alibaba, Baidu, Tencent, JD, dan Tiktok (Douyin versi domestik) adalah platform digital China yang berevolusi pesat menyatukan penawaran dan permintaan ekonomi. Menyusul kehadiran Microsoft, Apple, Amazon, dan Google yang muncul di Amerika Serikat (AS) pada pertengahan 1990-an.
China, yang berambisi menjadi episentrum pertumbuhan ekonomi dunia, semakin kuat penetrasi ekonominya melalui kehadiran platform global digital mereka, walau sempat terganggu ketika Jack Ma pada 2021 mengejek birokrat sektor keuangan dan Pemerintah China menegur keras petinggi industri digital.
Penerapan artificial intelligence (AI) dan internet of things (IoT) menghasilkan ekonomi baru dan memodernisasi ekonomi lama. Akan tetapi, di sisi lain, China sangat ketat memagari pasar digital domestiknya dari serbuan produk impor.
Ada aturan pembatasan penjualan di lokapasar daring (e-commerce) dengan nilai transaksi maksimal, produk impor yang dijual di e-commerce lintas batas negara (crossborder) harus melalui bea cukai, dan pajak impor dengan nilai 70 persen dari impor normal.
Pesatnya ekonomi digital di China tidak hanya melahirkan perbaikan kualitas, efisiensi, dan fondasi kemajuan ekonomi, tetapi juga melahirkan perbaikan tata kelola pemerintahan.
Ada empat undang-undang yang terkait pengaturan e-dagang (e-commerce), yaitu perdagangan elektronik, keamanan produk, perpajakan, dan konsumen. Produk impor wajib mematuhi regulasi penjualan produk impor, seperti sertifikasi, pelabelan, ISO manufaktur, dan persetujuan khusus. Intinya, produk impor sulit masuk ke pasar domestik China yang merupakan pangsa pasar terbesar mereka. Di luar China, AS dan Indonesia adalah pasar terbesar Tiktok.
Tiktok (Douyin dan Douyin Shop) di China sangat mengutamakan konten lokal walaupun secara aplikasi hampir sama dengan Tiktok di luar China. Sangat sulit dimasuki oleh orang dari luar China. Untuk berbisnis di Douyin harus mempunyai lisensi bisnis atau bermitra dengan agen lokal.
Di Indonesia, Tiktok bisa begitu leluasa berbisnis, seller-nya bisa menjual barang dengan harga yang sangat murah (predatory pricing) yang memukul daya saing produk UMKM di pasar daring ataupun luring.
Saat ini sudah 113 juta orang Indonesia terhubung ke Tiktok, punya potensi untuk memonopoli pasar digital ekonomi Indonesia. Dalam waktu singkat Tiktok sudah mengalahkan unicorn Indonesia yang sudah hadir satu dekade lebih. Bahkan platform global sekalipun.
Saat ini Tiktok mau masuk ke sektor lain. Dengan teknologi, dengan mudah perilaku konsumen dijejaki dan menjadi acuan jaringan produksi di China sana.
Project S Tiktok di Inggris terbukti bisa menciptakan permintaan dari orang-orang yang tadinya masuk ke Tiktok hanya untuk menaruh video pendek untuk kesenangan sosial.
Penandatanganan nota kesepahaman antara Public Policy and Government Relations Tiktok Indonesia Faris Mufid dan Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Anang Ristanto di Jakarta, Senin (24/10/2022).
Padahal, di China ada dua aturan (Antitrust Guideline for Platform Economy tahun 2021 dan Anti-Monopoly Regulation of Digital Platforms tahun 2022) yang menghalangi platform melakukan monopoli, antara lain potensi mengendalikan pasar dan penetapan harga yang tidak adil. Secara spesifik melarang praktik monopoli melalui penggunaan data dan algoritma.
Larangan penjualan harga di bawah biaya sangat serius dengan denda cukup besar, yakni 0,1-0,5 persen dari omzet penjualan tahunan, bahkan bisa dihentikan operasi bisnisnya oleh State Administration for Market Regulation.
Buah transformasi digital ekonomi di China yang terintegrasi dari hulu ke hilir telah berhasil menyumbang 41,5 persen terhadap produk domestik bruto/PDB (2020). Bandingkan dengan ekonomi digital AS yang cuma menyumbang 10,3 persen terhadap PDB (2021), dan Indonesia baru setor 7 persen terhadap PDB nasional (2022).
Mengkhawatirkan
India dan Indonesia barangkali negara besar di Asia yang kelabakan menghadapi disrupsi dari penetrasi platform global China. Tiktok di India akhirnya ditutup dengan alasan masalah geopolitik dengan China.
Dengan alasan yang sama, India juga melarang pegawai pemerintah memasuki aplikasi Tiktok, seperti di Taiwan, Kanada, Denmark, Inggris, Australia, Perancis, Norwegia, Estonia, Selandia Baru, dan Belgia.
Lebih dalam India mengatur izin online dipilah ke dalam marketplace dan inventory-based platform. E-dagang dilarang menjual produk sendiri atau milik perusahaan afiliasi. Ada sejumlah UU yang ikut mengatur, meliputi keamanan produk dan perdagangan elektronik, pengaturan perpajakan, pengetatan aturan arus masuk, dan perdagangan produk impor.
Perolehan ekonomi digital Indonesia saat ini patut diwaspadai. Data yang diolah oleh Inisiasi Hilirisasi Digital Nasional (2023) menunjukkan asing menikmati lebih besar dari domestik.
Uni Eropa melalui Digital Service Act yang baru berlaku 23 Agustus 2023 mengatur pasar digital mereka. Ada pajak konsumsi dan khusus untuk barang impor dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk barang yang dijual di e-dagang. Ada sertifikasi untuk mematuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, dan perlindungan lingkungan. Termasuk pengaturan yang mendasar, yaitu transparansi algoritma dan data untuk menjaga persaingan bisnis dan keamanan data pengguna.
Sementara itu, regulasi AS memungkinkan memblokir platform global secara nasional jika dianggap berisiko terhadap keamanan nasional AS.
Perolehan ekonomi digital Indonesia saat ini patut diwaspadai. Data yang diolah oleh Inisiasi Hilirisasi Digital Nasional (2023) menunjukkan asing menikmati lebih besar dari domestik. Misalnya, di e-dagang (56 persen), media (65 persen), mobilitas (49 persen).
Di pasar daring, 90 persen produk yang dijual dari luar dan impor barang konsumsi terus meningkat dari tahun ke tahun. Penjual di e-dagang 74 persen bukan dari produk sendiri (Indef, 2003).
Studi Forum Ekonomi Dunia (WEP) 2021 menyebutkan setiap tahun orang Indonesia menguras 6,9 miliar dollar AS untuk membeli 1,02 miliar hijab produk impor (75 persen). Bandingkan dengan China yang perolehan ekonomi digitalnya 90 persen dinikmati domestik, dan cuma 10 persen yang dinikmati asing (2022).
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memberikan sambutan di acara Indonesia Digital Economy Conference 2022 di Westin Jakarta, Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Tidak terstruktur
Harus diakui Indonesia belum memiliki strategi nasional transformasi digital dan badan yang mengaturnya sehingga perkembangannya tak terstruktur. Transformasi digital lebih pesat di hilir, di sektor jasa dan perdagangan, tetapi lemah di manufaktur, sektor pertanian, maritim, kesehatan, dan lainya.
Akibatnya, transformasi digital yang banyak diinisiasi oleh swasta tidak melahirkan ekonomi baru seperti di China. Kue ekonomi nasional tidak bertambah signifikan, tetapi faktor pembaginya semakin banyak.
Di pasar domestik semakin banyak reseller di online. Apalagi pasar digital domestik diserbu produk dari China yang sangat murah. Saat ini pasar Indonesia jadi tempat pembuangan produk dari China yang sedang mengalami pelemahan ekonomi. Karena itu, seperti di China, agenda transformasi digital perlu dilandasi kebijakan otoritatif agar lebih terarah.
Setidaknya (1) industrialisasi digital harus hadir di depan untuk menyediakan perangkat lunak, kecerdasan buatan, big data, komputasi awan, dan layanan lain bagi pengembangan ekonomi digital; (2) digitalisasi industri untuk meningkatkan kuantitas, kualitas, dan efisiensi produksi dari ekonomi lama dan baru; (3) tata kelola digital untuk menghadirkan pemerintahan modern; dan (4) pengembangan nilai data sebagai elemen utama ekonomi digital.
Semua itu harus ditopang oleh infrastruktur yang memadai, dan bagaimana Indonesia bisa menjadi tempat tinggal talenta-talenta digital kelas dunia. Mestinya talenta digital, data, dan mesin pintar bisa mengakselerasi induksi ekonomi baru dengan ekonomi lama, bukan membunuh ekonomi lama.
Harus diakui Indonesia belum memiliki strategi nasional transformasi digital dan badan yang mengaturnya sehingga perkembangannya tak terstruktur.
Sektor agrikultur dan akuakultur, yang menjadi salah satu potensi ekonomi nasional yang didominasi usaha kecil, membutuhkan aplikasi digital yang bisa mengagregasi skala ekonomi mereka untuk bisa terhubung ke pasar, pembiayaan, dan teknologi produksi modern. Saat ini masih sangat sedikit.
Sebut saja, misalnya, unicorn agritech e-Fishery, dan Aruna atau Fishlog untuk sektor perikanan, Hara untuk sektor pertanian dan Praktis suatu ekosistem yang membantu wirausaha muda pemula.
Program Entreprenuer Hub di Kementerian Koperasi dan UKM juga digagas untuk menginkubasi usaha rintisan (start up) dan menghubungkannya dengan para investor agar lebih banyak lagi aplikasi digital di sektor produksi.
Namun, saat ini, barangkali prioritas harus difokuskan pada pengaturan perdagangan secara elektronik agar gempuran produk luar yang sangat murah lewat platform global tidak mematikan produksi dalam negeri, terutama produk UMKM.
Ada tiga hal yang perlu disegerakan. Pertama, pengaturan penanaman modal dan perizinan untuk mencegah monopoli platform global. Di sektor ini tidak boleh lagi penanaman modal asing (PMA) menguasai 100 persen investasi. Terbukti platform asing kalau sudah besar sulit dikontrol.
Kedua, pengetatan arus masuk consumer goods impor, baik melalui crossborder maupun importasi biasa.
Ketiga, pengaturan perdagangan yang adil antara daring (online) dan luring (offline). Saat ini di offline diatur ketat, tapi di online masih longgar.
Untuk sektor tertentu, seperti ekonomi UMKM yang masih menggunakan alat produksi sederhana, harus dilindungi karena dampak sosialnya sangat besar.
Banyak aspek yang harus dibenahi. Namun, revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik setidaknya bisa menutupi kelemahan regulasi kita.
Ada empat hal yang pokok. Pertama, tidak boleh ada penyatuan media sosial dan e-dagang dalam satu platform. Kedua, tidak boleh platform menjual produknya sendiri, kecuali melakukan agregasi dengan UMKM dengan tetap mencantumkan produsennya.
Ketiga, semua model bisnis daring dari dalam dan luar harus memenuhi standar barang Indonesia dan negara asal barang. Keempat, crossborder online wajib menerapkan harga barang minimum di atas 100 dollar AS per unit. Kecuali kalau ada produk impor di bawah nilai itu, dan sudah ditetapkan dalam positive list, boleh diperjualbelikan.
Penggunaan smart factory di industri manufaktur yang padat karya memang sebuah dilema. Di satu sisi bagus untuk produktivitas, menghasilkan produk yang berdaya saing global, tetapi di sisi lain tidak bagus untuk isu pengangguran.
Sampai di sini ada betulnya transformasi digital harus terarah agar disrupsinya lebih moderat. Untuk sektor tertentu, seperti ekonomi UMKM yang masih menggunakan alat produksi sederhana, harus dilindungi karena dampak sosialnya sangat besar. Apalagi 97 persen lapangan kerja di Tanah Air disediakan oleh usaha mikro dan kecil.
Ini bukan antiinovasi teknologi, melainkan revolusi teknologi.
Baca juga : Pemerintah Sebaiknya Fokus pada Transparansi dan Perlindungan
Teten MasdukiMenteri Koperasi dan UKM
Teten Masduki