Penderitaan yang dialami warga etnis Rohingya terus terjadi. Mereka hidup di pengungsian dengan fasilitas kesehatan dan air bersih seadanya.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
AFP/ANGELA WEISS
Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina yang sedang berbicara dalam pertemuan tingkat tinggi mengenai Rohingya, direkam menggunakan ponsel, di sela-sela pertemuan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di Markas PBB, New York City, Amerika Serikat, Kamis (21/9/2023).
Isu Rohingnya diangkat dalam sebuah pertemuan di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa, di New York City, Amerika Serikat, beberapa hari silam. Pertemuan di antaranya ditandai dengan pidato Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, yang menekankan agar ASEAN terus menempatkan isu Rohingya sebagai agenda penting kawasan. Ia mendorong pula ASEAN untuk meningkatkan upaya membangun kepercayaan di Myanmar. Lewat cara itu, warga etnis Rohingya dapat pulang ke tanah air mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, secara bermartabat (Kompas.id, 23/9/2023).
Selain oleh Bangladesh, pertemuan itu disponsori oleh Indonesia, Kanada, Gambia, Malaysia, Turki, Inggris, dan Amerika Serikat. Negara yang dipimpin Hasina itu menampung sebagian besar pengungsi Rohingya dari Myanmar.
DOK PANGLIMA LAOT ACEH
Pengungsi etnis Rohingya berada di Desa Padang Kawa, Kecamatan Tangan-tangan, Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh, 3 Maret 2023. Mereka terdampar di kabupaten itu setelah berlayar dari Bangladesh.
Di tengah pergolakan global akibat rivalitas Amerika Serikat versus China serta operasi militer Rusia di Ukraina, isu Rohingya terasa kurang memperoleh perhatian. Padahal, menurut laporan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) tahun 2021, total terdapat 1,6 juta orang beretnis Rohingya yang mengungsi keluar dari Myanmar. Bangladesh menampung sedikitnya 800.000 orang. Selebihnya, para pengungsi tersebar di Malaysia, India, Indonesia, Thailand, dan Nepal.
Pemulangan kembali pengungsi Rohingya merupakan tujuan besar bersama. Hanya dengan cara itu, warga Rohingya dapat hidup layak seperti warga negara lain, dengan kebutuhan akan layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan dipenuhi oleh pemerintah. Tujuan tersebut, harus diakui, terasa seperti mimpi yang sangat sulit terwujud mengingat kondisi negara Myanmar sekarang.
AP PHOTO/AUNG SHINE OO
Jenderal Min Aung Hlaing, pemimpin militer Myanmar, menghadiri Hari Angkatan Bersenjata Ke-78, di Naypitaw, 27 Maret 2023.
Kudeta militer pada Februari 2021 telah memicu demonstrasi besar-besaran dan akhirnya membakar perlawanan bersenjata terhadap militer Myanmar. Kelompok antikudeta dilaporkan membangun aliansi dengan milisi sejumlah etnis di negara itu guna melawan junta. ASEAN menekan penguasa Myanmar dengan tak mengundang pejabat politiknya dalam pertemuan resmi. Upaya dalam bentuk lain guna membangun solusi di Myanmar juga terus dikerjakan ASEAN meski hasilnya mungkin belum terlalu terlihat.
Di tengah situasi yang belum menggembirakan, hal yang paling perlu dilakukan sesegera mungkin ialah menjaga api solidaritas terhadap pengungsi Rohingya di mana pun mereka berada. Tak mudah bagi Bangladesh untuk menampung hampir 1 juta pengungsi Rohingya.
Maka, bantuan internasional, terutama dari negara maju, serta uluran tangan negara-negara Asia Tenggara diperlukan untuk membuat pengungsi Rohingya tak semakin menderita. Pastikan layanan kesehatan, pendidikan, serta air bersih berjalan lancar di kamp-kamp pengungsi Rohingya sambil menunggu solusi politik permanen yang lebih kokoh.