Transportasi Publik hingga ”Tenant” Favorit Sulap Mal Sepi Jadi Ramai
Ada pusat belanja yang bangkit kembali setelah terkoneksi dengan moda transportasi massal modern. Ada juga mal yang ramai setelah ”anchor tenant” kekinian hadir di sana. Inikah solusi jitu menghalau tren mal sepi?

Neli Triana
Sudah menjajal LRT Jabodebek atau Kereta Cepat Jakarta Bandung alias Whoosh?
Mencoba angkutan massal paling anyar berbasis rel tersebut tak sekadar merasakan seru perjalanannya, tetapi juga melihat bagaimana kedua moda itu menjadi wahana wisata baru kaum urban.
Jakarta dan sekitarnya memang tidak pernah sepi dari atraksi. Sebagai aglomerasi metropolitan terbesar di Indonesia, berbagai hal baru bermunculan dan menyabet perhatian publik seluruh negeri. Kali ini, kehadiran Lintas Raya Terpadu (LRT) Jabodebek dan Whoosh menjadi bagian dari atraksi itu.
Keramaian menyambut LRT dan Whoosh mampu menyaingi kebisingan isu politik yang terus dipanaskan menjelang pemilihan presiden tahun depan.
Hanya sedikit hal lain yang bisa menggoyang dominasi pembicaraan tentang kereta ringan dan kereta cepat juga isu politik. Dari sedikit itu, salah satunya tentang sepinya Pasar Tanah Abang dan sebagian mal di Jakarta ataupun di tetangga Ibu Kota.
Baca juga: Ribuan Liter ”Water Mist” versus Air Bersih yang Tersendat
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F12%2F7492e1b5-43c2-4098-a175-5b38ac8b019c_jpeg.jpeg)
Sederet kios telah ditutup di Blok B Pasar Tanah Abang, Selasa (12/9/2023).
Pasar dan pusat belanja modern yang ditinggalkan para penyewa berikut pengunjung telah menjadi masalah menahun. Seperti halnya di Indonesia, mal sepi ini telah menjadi fenomena dunia sejak jauh sebelum pandemi.
Laporan Forbes.com, di Amerika Serikat tren mal sepi sudah terjadi sejak 40 tahun lalu. Di Indonesia, khususnya di Jakarta, gedung-gedung mal yang melompong setidaknya sudah menjadi isu publik dalam 10 tahun terakhir.
Pengelola pusat belanja, para pedagang atau pemilik kios, sampai para ahli ekonomi dan tata kota berkali-kali menyarankan berbagai alternatif solusi agar gedung-gedung mal yang besar nan luas itu kembali ”bernyawa”.
Baca juga: Butuh Satu Kota untuk Membesarkan Anak
Ada saran untuk mengubah konsep mal agar tidak sekadar fokus sebagai tempat belanja, tetapi menjadi destinasi berbagai aktivitas individu dan komunitas. Mal diharapkan ditata asik sebagai tempat nongkrong bersama keluarga atau teman, bahkan pertemuan bisnis. Piknik sampai beribadah pun bisa di mal.
Tawaran lainnya, alih fungsi bangunan mal dan pasar menjadi yang lebih relevan dibutuhkan warga. Di antaranya menjadi hunian sewa yang terjangkau oleh kelas masyarakat menengah ke bawah.

Warga melintas di depan rumah susun sewa Pasar Rumput di Jakarta Selatan, Senin (22/6/2020).
Tentu saja, butuh campur tangan pemerintah pusat dan daerah agar ide tersebut terwujud. Pihak swasta cenderung menolak jika tidak ada insentif memadai karena mereka berharap bangunan dan lahan mereka menghasilkan keuntungan.
Desakan ekstrem lain adalah mengendalikan hingga melarang praktik jual beli live di media sosial disertai banting harga yang tak masuk akal. Praktik ini disebut sejumlah orang sebagai penyebab utama merosotnya konsumen di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Pemerintah melalui Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menampung keluhan pedagang dan mencari jalan keluar. Akan tetapi, mereka tidak dapat menjanjikan bisa menutup praktik jual beli secara langsung di media sosial.
Konsumen masa kini cerdas dan siap memanfaatkan keberadaan internet untuk mengakses beragam pilihan pembelian, informasi mengenai produk, dan tentu saja, kekuatan jejaring sosial. Pengecer dan pemilik properti akan mengarahkan lalu lintas dengan melacak perilaku dan pola belanja konsumen (Deloitte).
Menurut Deloitte, pusat belanja akan eksis jika mampu menyatukan kemajuan dunia digital dan dunia nyata. Mal harus mampu menjadi ”hub” berbagai kebutuhan dan kepentingan yang menunggangi gelombang tren kehidupan perkotaan kekinian yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi digital tanpa mengorbankan pentingnya untuk terkoneksi secara fisik.
Bagi pengecer dan pemilik mal yang mengalami penurunan jumlah pengunjung maupun yang tengah membangun ritel atau mal baru, itu berarti meraih peluang dengan memberikan pengalaman yang lebih personal dan berbasis teknologi guna memenuhi harapan konsumen.

”Lewatlah sudah hari-hari ketika jalur pembelian dimulai dan diakhiri di dalam toko fisik. Konsumen masa kini cerdas dan siap memanfaatkan keberadaan internet untuk mengakses beragam pilihan pembelian, informasi mengenai produk, dan tentu saja, kekuatan jejaring sosial. Pengecer dan pemilik properti akan mengarahkan lalu lintas dengan melacak perilaku dan pola belanja konsumen,” demikian petikan penjelasan dalam laporan Deloitte.
Mencermati hal tersebut, desakan agar pemerintah menutup praktik jual beli di media sosial jelas bukan langkah bijak. Yang perlu dicari justru bagaimana menghadirkan keseruan jual beli di media sosial dan menyambungkannya dengan pengalaman fisik nyata di pasar atau di mal.
Di sisi lain, mal sebagai hub berbagai aktivitas tak lagi dapat ditawar. Hal ini dibuktikan, antara lain, dengan bangkitnya pusat-pusat belanja yang sempat mati suri setelah berintegrasi dengan layanan moda angkutan umum massal.
Baca juga: Ironi di Negeri Sepeda Motor
Sebelumnya, publik terheran-heran bercampur senang melihat Blok M Plaza kembali berkibar seusai terhubung langsung dengan stasiun MRT Jakarta. Beberapa mal di sepanjang Jalan Gajah Mada sampai ke Kota Tua, Jakarta Barat, sekarang tengah berbenah dan bersiap bersemi lagi seiring pembangunan tahap selanjutnya MRT Jakarta yang melewati kawasan itu.

Suasana Plaza Blok M di Jakarta Selatan pada Minggu (1/1/2023).
Kini, Revo Mall di Kota Bekasi, Jawa Barat, menyusul menuai rezeki berkat terhubung langsung dengan LRT Jabodebek.
Bangunan Revo Mall terkoneksi dengan Stasiun Bekasi Barat via jembatan layang (skybridge). Dari Jakarta, stasiun Bekasi Barat berada tepat sebelum stasiun Jatimulya, stasiun paling akhir LRT Jabodebek relasi Jakarta-Bekasi.
Dari pemberitaan di Warta Kota, Revo Mall yang sebelumnya dikenal sebagai Bekasi Square meresmikan wajah barunya pada pertengahan tahun ini. Mal ini bersiap menjadi tujuan utama keluarga urban dan para komuter, khususnya pengguna LRT Jabodebek.
Saat menjajal LRT Jabodebek akhir pekan lalu, banyak penumpang yang turun di Stasiun Bekasi Barat dan melanjutkan menyusuri skybridge, kemudian menyerbu beberapa tempat makan di Revo Mall.
Baca juga: Polusi hingga Krisis Sampah, 78 Tahun Pembangunan yang Tak Seimbang
Mal tersebut memang masih berbenah dan belum semua lantainya terisi penyewa. Namun, hilir mudik orang telah menggeliatkan aktivitas di sana. Selain tempat makan, ada banyak tempat untuk sekadar duduk melepas lelah dan beberapa pilihan bagi anak-anak untuk beraktivitas.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F22%2Fb566c661-1331-4966-bc27-15ecde3d8423_jpg.jpg)
Salah satu bagian di Revo Mall, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2023). Mal ini terkoneksi langsung dengan LRT Jabodebek di Stasiun Bekasi Barat.
Kehadiran LRT Jabodebek diikuti pula dengan bermunculannya beberapa proyek kompleks hunian tinggi, baik di rute Jakarta- Bekasi dan Jakarta-Bogor.
Kembali ke mal, selain terkoneksi dengan simpul angkutan umum massal dan terletak di lokasi strategis dekat pintu tol atau kemudahan akses lintas kota, kehadiran anchor tenant atau penyewa utama amat dibutuhkan.
Salah satu mal di kompleks Alam Sutera, misalnya, tiba-tiba lalu lintas pengunjungnya melonjak sejak pertengahan September ini.
Baca juga: Inspirasi Anti-”burnout” dari Akira Tendo
Mal itu ada di kawasan yang masuk wilayah Kota Tangerang dan Tangerang Selatan, Banten, diapit akses tol dan berdekatan dengan dua kompleks perumahan ternama lainnya. Meskipun secara lokasi tergolong strategis, pusat belanja itu sempat tak berhasil menarik pengunjung selama bertahun-tahun.
Nasib mal itu berubah sejak sebuah jaringan ritel dan pusat perbelanjaan asal Jepang hadir di sana.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F05%2F09%2Ff874b8dd-d25e-4f41-8a99-5306c771d474_jpg.jpg)
Suasana akhir pekan di mal Aeon, BSD City, Tangerang, Banten, Minggu (9/5/2021). September 2023, Aeon membuka gerai kelima di kompleks Alam Sutera, Tangerang.
Jaringan ritel asal Jepang itu mengusung konsep tak sekadar supermarket tempat belanja, tetapi memberikan pengalaman ”wisata mata” dengan aneka makanan khas ”Negeri Sakura” dan banyak jenis produk siap santap lain. Kemudian, ”wisata rasa” juga sensasi piknik dengan bisa membeli sekaligus menikmati sajian di area toko.
Kehadiran anchor tenant baru ikut membuka keran pengunjung ke gerai-gerai lama dan menarik hadirnya penyewa pendatang baru.
Konsumen masa kini cerdas dan siap memanfaatkan keberadaan internet untuk mengakses beragam pilihan pembelian, informasi mengenai produk, dan tentu saja, kekuatan jejaring sosial.
Inovasi pengelolaan Revo Mall ataupun di Alam Sutera tepat membaca tren gaya hidup sebagian kaum urban Jabodetabek yang suka bepergian lintas kota, bahkan provinsi. Mereka nyaman menggunakan kendaraan pribadi ataupun berwisata dengan angkutan modern kekinian berlanjut dengan nongkrong di mal.
Mal itu memenuhi kebutuhan untuk mengikuti tren mencoba makanan baru, berburu sajian favorit, dan tentu saja eksis berswafoto, lalu mengunggahnya di media sosial. Pokoknya, tak mau kalah dengan yang lain.
Baca juga: Sultan, Vadim, dan Jalan sebagai Ruang Publik yang Terabaikan
Apakah strategi kedua mal dapat menjamin kelangsungan hidup mal dalam 10-20 tahun nanti? Belum ada yang dapat memastikannya. Jika mal lain mencoba meng-copy paste jurus yang sama pun belum tentu hasilnya memuaskan. Bisa jadi, duplikasi bakal berbuah lunturnya keunikan dan membuat mal sekadar produk massal yang kian lama kian membosankan. Akibatnya, fenomena mal sepi dapat terulang sampai muncul strategi penyelamat lain nanti.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F14%2F5a710065-25d7-4af0-915c-9d27f2f60672_jpg.jpg)
Suasana sepi terlihat di area parkir kendaraan di pusat perbelanjaan Plaza Semanggi, Jakarta, Selasa (14/6/2022).
Untuk itu, kota perlu mengendalikan jumlah mal dan pasar sesuai dengan pertumbuhan kota serta menjaga eksistensi pusat-pusat belanja dengan keunikannya masing-masing.
Pekerjaan rumah yang tak kalah penting, pemerintah kota, swasta, dan pihak terkait perlu mendorong berkembangnya pusat belanja yang mampu menyatukan kemajuan teknologi digital dan dunia nyata. Ini agar pusat belanja tak sekadar mengikuti tren sesaat sehingga bisa lebih berkelanjutan.
Pada saat nasib mal belum jelas benar, nikmati saja dulu apa yang ada. Jadi, mau naik moda transportasi kekinian apa dan ke mal mana pekan ini?
Baca juga: Catatan Urban