Polusi udara mengancam kesehatan mayoritas warga di berbagai kota di Indonesia. Butuh langkah progresif untuk mengatasi persoalan tersebut.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO (PRI)
Penumpang kereta komuter mengenakan masker saat keluar dari Stasiun Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2023). Sebagian besar warga tetap menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruang karena tingginya polusi udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Mayoritas daerah di berbagai kota di Indonesia dikepung paparan polusi udara. Situasi ini membahayakan kesehatan, bahkan memperpendek usia harapan hidup warga. Namun, penanggulangan pencemaran udara belum menyentuh akar persoalan dan tidak didukung oleh terobosan kebijakan yang kuat.
Analisis Tim Jurnalisme Data Harian Kompas menunjukkan, mayoritas warga di 98 kota terpapar polusi udara secara signifikan. Mereka menghirup udara dengan tingkat polusi melebihi ambang batas 15 mikrogram per meter kubik untuk polutan particulate matter berukuran 2,5 mikron (PM 2,5). (Kompas, 21-22 September 2023)
Polutan yang dihasilkan sumber pencemar, seperti kendaraan, pembakaran hutan, dan kegiatan pembakaran lain, ini mengancam di luar ataupun di dalam ruangan. Warga yang bekerja lebih lama di rumah juga berpotensi terpapar PM 2,5, hampir sama dengan warga yang bekerja di area perkantoran.
Padahal, polusi udara bisa memicu gangguan kesehatan respirasi terutama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), bahkan memperpendek usia harapan hidup masyarakat Indonesia rata-rata 4,3 tahun. Angka ini didapat dari rata-rata pengurangan usia harapan hidup di kota-kota metropolitan selama 22 tahun.
Merujuk riset Energy Policy Institute dari University of Chicago, Amerika Serikat, tiap kenaikan polutan PM 2,5 sebesar 10 mikrogram per meter kubik di atas ambang batas kesehatan bisa mengurangi angka harapan hidup 0,98 tahun.
Namun, penanggulangan polusi udara di Indonesia belum menyentuh akar masalah lantaran kebijakan yang ada belum komprehensif dan tidak efektif. Padahal, sebenarnya Indonesia bisa mengadopsi regulasi yang diterapkan di sejumlah negara dan berhasil mengendalikan pencemaran udara.
Polusi udara bisa memicu gangguan kesehatan respirasi terutama infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), bahkan memperpendek usia harapan hidup masyarakat Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan, baku mutu debu PM 2,5 untuk 24 jam 55 mikrogram per meter kubik. Di sisi lain, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan ambang batas polutan PM 2,5 sebesar 15 mikrogram per meter kubik.
Pedoman WHO untuk ambang batas polutan PM 2,5 tahunan yang lebih ketat dapat menyelamatkan lebih banyak warga di berbagai kota di Indonesia. Jika pedoman WHO diterapkan, sebanyak 99,4 persen warga kota atau 4,5 juta jiwa mempunyai usia harapan hidup lebih lama.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Petugas Sanitarian Puskesmas Harapan Mulya, Kota Bekasi, Jawa Barat, mengukur partikel debu dengan alat particle counter di ruang tunggu pasien, Rabu (7/9/2023). Pengukuran ini dilakukan tiga kali sehari, meliputi pencahayaan ruangan, kebisingan, laju udara, partikel debu PM 2,5, partikel debu PM 10, suhu, dan kelembaban.
Karena itu, aturan bahan baku mutu sebaiknya lebih ambisius agar intervensi kebijakan pemerintah bisa terasa lebih besar. Hal ini disertai intervensi kebijakan yang mengikutinya secara lebih progresif dengan mengendalikan sumber pencemar dan mengenakan sanksi tegas bagi pelaku yang menyebabkan pencemaran udara.