Indonesia Emas 2045 hanya dapat diraih dengan mengatasi masalah ketimpangan ekonomi dari desa, yaitu dengan memasukkan desa dan pertanian sebagai basis penyusunan RPJPN 2025-2045.
Oleh
SAMPEAN
·4 menit baca
Pada 22-23 Mei 2023, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas menyelenggarakan Musyawarah Nasional Penyusunan Rencana Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Musyawarah tersebut mengusung visi pembangunan, Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan dengan mewujudkan transformasi sosial. Transformasi sosial tersebut meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menciptakan masyarakat lebih sejahtera, adil, dan kohesif.
Kemudian, transformasi sosial ini dijabarkan ke dalam arah pembangunan yang terdiri dari, kesehatan untuk semua, pendidikan yang berkualitas, dan perlindungan sosial yang adaptif. Agenda berikutnya, mewujudkan transformasi ekonomi yang diterjemahkan ke dalam beberapa poin, yakni ilmu pengetahuan dan teknologi, inovasi, produktivitas ekonomi, penerapan ekonomi hijau, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik dan global, perkotaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
Kedua misi didukung dengan transformasi tata kelola melalui regulasi yang adaptif dan taat asas serta tata kelola yang berintegritas, tangkas, dan kolaboratif. Tiga misi ini menjadi kunci penentu arah pembangunan 20 tahun yang akan datang.
Agenda pembangunan tersebut untuk merespons persoalan yang dihadapi dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil memiliki tujuan yang jelas dan terukur. Dengan sasaran yang konkret, akan lebih mudah untuk mengevaluasi kemajuan, dan mengadopsi langkah-langkah korektif yang diperlukan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Bappenas harus memperhatikan bahwa misi transformasi sosial, misi transformasi ekonomi, misi transformasi tata kelola perlu memperhatikan pemerataan dan kesamaan hak dan peluang penghidupan yang layak bagi setiap masyarakat.
Dari misi yang hendak diwujudkan, Bappenas masih memiliki celah dan kekurangan karena mengesampingkan wilayah desa dan sektor pertanian dalam RPJPN 2025-2045. Tidak satu pun poin yang menyebutkan secara eksplisit bahwa desa dan pertanian menjadi bagian dari perencanaan transformasi sosial dan ekonomi nasional.
Prasyarat Indonesia Emas
Indonesia Emas hanya bisa diraih dengan memasukkan desa dan pertanian sebagai basis penyusunan RPJPN 2025-2045. Desa merupakan komponen penting dalam pembangunan nasional. Penduduk Indonesia berada di daerah perdesaan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 sebesar 50,2 persen. Angka ini menurun pada 2020, penduduk desa di Indonesia 43,7 persen. Ini menunjukkan bahwa proporsi penduduk perkotaan lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sepuluh tahun terakhir menunjukkan pergeseran penduduk yang cukup signifikan dari desa ke kota. Pergeseran ini menandakan bahwa desa tidak memiliki daya tarik dalam mengembangkan ekonominya yang didominasi sektor informal di bidang pertanian. Selain itu, tingkat ketimpangan pendapatan di perdesaan menurut Data Desa Presisi (DDP) sebesar 0,42, artinya pendapatan di perdesaan belum merata.
Ketimpangan ini diperparah dengan hasil Survei Antar Sensus (Supas) tahun 2018, jumlah rumah tangga petani gurem tumbuh 10,95 persen menjadi 15.809.398 jiwa dan rumah tangga petani pengguna lahan meningkat sebesar 5,71 persen menjadi 27.222.773 jiwa. Kemudian, sektor pertanian ditinggalkan oleh generasi berikutnya dengan jumlah petani muda yang terus berkurang.
Bappenas harus memperhatikan aspek pelayanan publik, perlindungan sosial, dan perlindungan pertanian dalam strategis pembangunan nasional.
Jumlah petani muda yang berusia di bawah 25 tahun sebanyak 885.077 jiwa, petani yang berusia 25-34 sebanyak 4,1 juta jiwa. Petani dalam kelompok usia 35-44 tahun sebanyak 8,17 juta jiwa. Kelompok yang mendominasi profesi petani berada di rentang usia 45-54 tahun, yakni 9,19 juta jiwa. Adapun, petani dari kelompok usia 55-64 tahun dan di atas 65 tahun masing-masing sebanyak 6,95 juta jiwa dan 4,19 juta jiwa. Sekitar, 42 juta penduduk Indonesia sebagai petani membutuhkan perencanaan pembangunan.
Indonesia Emas 2045 hanya dapat diraih dengan mengatasi masalah ini dari desa. Maka, perlu rancangan kebijakan sosial skala nasional yang tepat sasaran dan berkelanjutan. Bappenas harus memperhatikan aspek pelayanan publik, perlindungan sosial, dan perlindungan pertanian dalam strategis pembangunan nasional. Rancangan kebijakan sosial tersebut menjadi dasar penyusunan RPJPN 2025-2045.
Membangun dari desa
Dalam sejarah pembangunan, sektor pertanian pernah memberikan kontribusi terhadap peningkatan ekonomi masyarakat perdesaan. Pada 1984, masa pemerintahan Presiden Soeharto berhasil mewujudkan swasembada pangan dengan intensifikasi dan diversifikasi pertanian, dengan menggabungkan teknologi dan pertanian (Boediono 2020).
Pendekatan yang digunakan Orde Baru dalam mendorong peningkatan ekonomi, menurut Damanhuri (2000), adalah pendekatan pragmatisme dan broad-base spectrum strategy. Pendekatan ini mengutamakan produksi dan poverty alleviation direct strategy dengan penyaluran kredit usaha kecil-menengah (UKM) dan program-program pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan) di perdesaan.
Strategi tersebut memberikan efek yang signifikan terhadap produksi beras, tetapi tidak berdampak kepada perbaikan kesejahteraan petani. Kekurangan dari kebijakan pada masa tersebut adalah ketiadaan perlindungan dan jaminan sosial terhadap petani dalam mempertahankan usaha taninya.
Agenda pembangunan dalam RPJPN 2025-2045 perlu perumusan ulang hubungan antara pembangunan ekonomi lokal, nasional, dan internasional.
Kesuksesan Orde Baru semestinya menjadi pelajaran pada sektor pertanian dalam membangun Indonesia. Pertanian menjadi isu dan misi yang strategis dalam perencanaan pembangunan nasional. Kebijakan sosial di sektor pertanian di desa harus memenuhi unsur pemerataan dan kemakmuran bagi petani di perdesaan.
Indonesia perlu belajar juga dari Korea Selatan melalui kebijakan sosial pada sektor pertanian dan korporatisme agraria yang mencakup reformasi tanah, proteksionisme tingkat tinggi bagi petani, dan dukungan harga untuk pangan dan subsidi produsen merupakan program pemeliharaan pendapatan de facto bagi penduduk perdesaan (Yi dan Mkandawire 2014). Kebijakan sosial yang lain, Korea Selatan mentransfer sumber daya (pendidikan, layanan kesehatan, subsidi harga, pemanfaatan teknologi baru, pemasaran hasil pertanian, dan fasilitas penyimpanan serta transportasi). Langkah strategi dilakukan melalui penguatan kebijakan nasional oleh Pemerintah Korea Selatan.
Pelajaran selanjutnya dapat diperoleh dari pengalaman China. Di dalam garis besar rencana lima tahun ke-14 untuk pembangunan ekonomi dan sosial serta tujuan jangka panjang tahun 2035 Republik Rakyat China, desa dan pertanian merupakan entitas mendapatkan tempat istimewa dalam pembangunan nasional.
China membangun kebijakan sosial dalam mendukung penduduk perdesaan berpendapatan rendah dan daerah terbelakang. Strategi kebijakan ini mengeluarkan desa dari jerat kemiskinan dan ketimpangan. Spirit pembangunan China dengan membuat perdesaan menjadi tempat tinggal yang lebih indah dan menyenangkan.
Keberhasilan pembangunan Korea Selatan dan China dapat dijadikan dasar pembelajaran penyusunan kebijakan sosial di sektor pertanian untuk mendorong transformasi sosial dan ekonomi perdesaan di Indonesia. Agenda pembangunan dalam RPJPN 2025-2045 perlu perumusan ulang hubungan antara pembangunan ekonomi lokal, nasional, dan internasional.
Perumusan ulang tersebut harus menempatkan desa dan pertanian sebagai bagian dalam strategi pembangunan nasional. Pembangunan yang memarginalisasikan desa dapat memperburuk ketimpangan dan tingkat kemiskinan. Desa dan pertanian harus menjadi pilar transformasi sosial dan ekonomi skala nasional. Desa adalah kunci terwujudnya Indonesia Emas tahun 2045.
Sampean, Mahasiswa Program Pascasarjana Sosiologi Perdesaan Institut Pertanian Bogor