Ancaman El Nino dan Produksi Padi
El Nino merupakan fenomena alam yang kejadiannya akan terus berulang di Indonesia dengan jarak yang semakin dekat. Dukungan riset adalah hal utama yang diperlukan, termasuk dalam kegiatan produksi padi.
Berdasarkan data BMKG, ancaman El Nino diperkirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Agustus dan September (Kompas, 19/7/2023). Bersamaan dengan fenomena El Nino, di Samudra Hindia terdapat indikasi munculnya Indian Ocean Dipole yang menuju positif.
Berdasarkan pengalaman pada tahun 2019, kedua fenomena alam ini menyebabkan penurunan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia dan kondisi yang lebih kering dari biasanya. Curah hujan pada Agustus sampai Oktober 2023 diprediksi akan berada di bawah normal dan sangat rendah, untuk wilayah Sumatera, Jawa-Bali-NTB-NTT, sebagian Kalimantan dan Sulawesi.
Rendahnya curah hujan dan suhu udara yang lebih kering berdampak langsung terhadap kegiatan pertanian di Indonesia, termasuk usaha tani padi. Saat ini penanaman padi memasuki tahap akhir musim kedua atau musim gadu, dan El Nino diprediksi akan menyebabkan petani mengalami gagal panen di beberapa lokasi.
Pada musim tanam ketiga, karena keterbatasan air dan udara yang kering, petani biasanya lebih banyak mengusahakan tanaman yang lebih tahan kekeringan, seperti jagung dan sorgum. Sementara awal musim tanam berikutnya, petani terpaksa menunda penanaman padi karena mundurnya musim hujan, melampaui periode optimal Oktober dan April.
Saat ini penanaman padi memasuki tahap akhir musim kedua atau musim gadu, dan El Nino diprediksi akan menyebabkan petani mengalami gagal panen di beberapa lokasi.
Mengacu pada data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) seperti dikutip Kompas (7/6/2023), beberapa kejadian El Nino pada masa lalu berdampak pada pengurangan produksi padi 3,6-6,0 persen. Berdasarkan perhitungan FAO ini, dan melihat besaran produksi beras tahun 2022, yang mencapai 31,54 juta ton, El Nino tahun ini berpotensi menurunkan produksi beras di Indonesia 1,13 juta ton-1,89 juta ton.
Potensi penurunan produksi ini akan sangat berarti di tengah makin mengecilnya surplus produksi beras dua tahun terakhir. Berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS (2023), dua tahun terakhir rata-rata surplus beras nasional hanya 1,3 juta ton, jauh di bawah surplus 2018 yang mencapai 4,37 juta ton.
Beberapa indikasi awal menunjukkan terjadinya penurunan produksi beras tahun ini. Data KSA BPS (2023) menunjukkan, selama Januari-April 2023 produksi beras nasional 12,91 juta ton. Jika dibandingkan dengan besaran produksi pada periode sama 2022, jumlah ini lebih rendah 800.000 ton. Kondisi ini terutama disebabkan penurunan areal panen sekitar 203.000 hektar.
Buruh tani memanen padi di Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (4/8/2023). Produksi beras diprediksi mengalami penurunan berkaitan dengan fenomena iklim El Nino.
Upaya antisipasi
Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait telah memetakan dampak El Nino terhadap kegiatan pertanian tahun ini. Berdasarkan perhitungan Kementerian Pertanian, El Nino diprediksi menyebabkan risiko kekeringan kategori sedang. Secara nasional pada Juli-September diperkirakan El Nino berdampak pada lahan sawah seluas 607.810 hektar.
Menghadapi kemungkinan ini, beberapa upaya antisipasi telah dilakukan, antara lain percepatan penanaman padi di beberapa wilayah yang masih ada hujannya. Untuk mendukung ini, Kementan menyalurkan bantuan alat dan mesin pertanian, mempercepat proses pengolahan lahan dan penanaman. Petani juga didorong menggunakan beberapa varietas padi yang telah dilepas Kementan dan tahan terhadap ancaman kekeringan, seperti Inpago 8-10, Gajah Mungkur, Batutegi, dan Situ Patenggang.
Upaya rehabilitasi dan perbaikan saluran irigasi juga dipercepat, terutama terhadap berbagai fasilitas yang telah dibangun selama 2020-2022, antara lain 1.531 embung, 3.616 irigasi perpompaan/perpipaan, dan 18.922 pompa air yang telah di distribusikan ke kelompok tani. Di ujung dari semua upaya ini, pemerintah mengalokasikan Asuransi Usaha Tani Padi untuk areal seluas satu juta hektar.
El Nino tak hanya mengancam produksi padi di Indonesia, tetapi juga di wilayah sentra produksi padi lain di Asia, seperti India dan Vietnam. Hasil penelitian Juan Cao et al (2023) memperlihatkan El Nino menurunkan produktivitas gandum, beras, dan jagung dunia. Sekitar 13,4 persen lahan pertanian padi dunia terdampak El Nino, terutama di Indonesia, Vietnam, Bangladesh, dan India. Terakhir Pemerintah India telah membatasi ekspor beras sebagai antisipasi dampak El Nino (Kompas, 21/7/2023).
El Nino tak hanya mengancam produksi padi di Indonesia, tetapi juga di wilayah sentra produksi padi lain di Asia, seperti India dan Vietnam.
Mengantisipasi kondisi ini, pemerintah melalui rapat terbatas pada 18 Juli 2023 menugaskan Badan Pangan Nasional bersama kementerian dan lembaga terkait untuk melakukan penguatan stok pangan dan stabilisasi harga. Badan Pangan Nasional berbekal Peraturan Presiden Nomor 125/2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah melakukan penguatan cadangan pangan pemerintah.
Upaya itu didukung peraturan menteri keuangan tentang subsidi bunga pinjaman dan penjaminan pemerintah dalam pengadaan cadangan. Serangkaian kebijakan ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan stok pemerintah sebesar 5-10 persen, sebagai basis dalam menjaga stabilisasi pasokan dan harga pangan.
Dukungan riset
El Nino merupakan fenomena alam yang kejadiannya akan terus berulang di Indonesia dengan jarak yang semakin dekat. El Nino level kuat dulu terjadi setiap 10 tahun, dan saat ini cenderung semakin pendek selang waktunya. Menghadapi fenomena alam ini, upaya antisipasi, baik berupa adaptasi maupun mitigasi, perlu terus dikembangkan dari waktu ke waktu. Dukungan riset adalah hal utama yang diperlukan, termasuk dalam kegiatan produksi padi.
Pada masa lampau, pengembangan benih padi yang tahan kekeringan telah banyak dilakukan Balitbang Pertanian. Demikian juga pengembangan teknologi hemat air di lahan kering, terutama dengan irigasi tetes. Semua teknologi ini secara terpadu diujicobakan di kebun percobaan dan laboratorium riset.
Ilustrasi
Upaya pengembangan penerapan teknologi dalam skala luas dilakukan bersama direktorat jenderal teknis terkait di Kementan. Secara akumulatif pengalaman menghadapi El Nino telah menghasilkan paket teknologi yang siap digunakan petani. Dalam perkembangannya, terutama sejak kegiatan penelitian disatukan dalam wadah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), pola kerja sama ini sepertinya belum berlanjut.
Hal ini terutama disebabkan perpindahan peneliti ke BRIN tidak diikuti dengan perpindahan aset, seperti kebun percobaan, laboratorium, dan sumber daya genetik. Saat ini aset penelitian yang ada di Kementan dikelola Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP), lembaga bentukan baru pengganti Badan Litbang Pertanian dan tugasnya banyak berhubungan dengan standardisasi.
Kondisi ini menyebabkan para peneliti di BRIN belum bisa optimal mengembangkan kegiatan risetnya. Pada sisi lain, penerapan teknologi dalam skala luas juga terkendala karena belum cairnya relasi para peneliti BRIN dengan direktorat jenderal teknis di Kementan.
Ke depan, upaya antisipasi terhadap dampak El Nino yang dikembangkan pemerintah perlu didukung riset yang kuat. Pertama, riset tentang fenomena El Nino itu sendiri, baik terkait besaran El Nino maupun perkiraan wilayah terdampak. Kajian ini akan menjadi dasar untuk menyusun beragam upaya antisipasi yang perlu dan dapat dilakukan.
Kedua, terkait dengan teknologi untuk adaptasi dan mitigasi dampak El Nino. Pada usaha tani padi, hal itu berhubungan mulai dari benih yang mampu beradaptasi dengan curah hujan rendah sampai pola pengolahan hasil dan distribusinya.
Ketiga, kajian dan dukungan pada kearifan lokal yang telah dikembangkan masyarakat dan tentu bersifat spesifik lokasi.
Agar semua upaya ini dapat terintegrasi dan saling menunjang satu sama lain, pengembangan konsorsium riset tentang El Nino perlu dilakukan.
Konsorsium ini melibatkan para peneliti BRIN, BMKG, serta perguruan tinggi dan para pemangku kepentingan terkait lainnya. Upaya ini diharapkan dapat terus mengakumulasi pengetahuan dan pengalaman sebagai bekal untuk hidup berdampingan dengan El Nino.
Erizal Jamal Dt Tumangguang Tenaga Ahli Utama KSP/Profesor Riset BRIN