Pengeboman senjata atom oleh Amerika Serikat ke dua kota Jepang—Hiroshima dan Nagasaki—kembali dikenang oleh warga Jepang serta dunia.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
Pada 6 Agustus 1945, bom “Little Boy” dijatuhkan dari pesawat pengebom B-29 Enola Gay ke kota industri dan militer Jepang, seketika menewaskan tak kurang 70.000 orang.
Sebelumnya, dalam Konferensi di Potsdam, 26 Juli 1945, Sekutu mengultimatum pemerintahan Imperial Jepang untuk menyerah tanpa syarat. Kalau tidak mau, Jepang akan mengalami ”kehancuran segera yang tak terperikan”.
Kini, 78 tahun kemudian, peringatan dihadiri oleh paling banyak perwakilan. Hadirin mengheningkan cipta pukul 08.15 waktu setempat, bertepatan dengan saat dijatuhkannya bom.
Di luar fakta senjata nuklir demikian mengerikan, ”jin telah keluar dari botol”, dan sejumlah negara mengandalkan senjata nuklir sebagai penggentar utama. Ada sembilan negara pemilik senjata nuklir, yakni AS, Rusia, Inggris, Perancis, China, India, Pakistan, Israel, dan Korea Utara. Iran disebut-sebut Barat sebagai peminat (aspirant) senjata nuklir.
Dalam hal senjata nuklir, dewasa ini setidaknya ada dua pandangan berseberangan. Yang pertama menyebutkan mengandalkan senjata nuklir adalah teori yang konyol, seperti disampaikan Wali Kota Hiroshima Kazumi Matsui (Kompas, 7/8/2023). Faktanya, kini tersimpan di sembilan negara nuklir, tak kurang 12.500 bom atau hulu ledak. Dari jumlah itu 80 persen dimiliki oleh AS serta Rusia, dan dari jumlah itu 86 persen siap digunakan militer (Federation of American Scientists, 31/3/2023).
Dengan adanya senjata nuklir di tangan, dalam perang Ukraina pun sempat muncul kekhawatiran bahwa kalau kepepet, Rusia akan menggunakan senjata nuklir.
Pandangan lain terkait senjata nuklir diwakili sejumlah pengamat yang mengatakan, senjata nuklir ”bukan masalah”, seperti dilaporkan jurnal Foreign Affairs (Nov/Dec 2018, ”Do Nuclear Weapons Matter”).
Senjata nuklir tidak berguna dalam konflik di negara berkembang, juga ketika dunia dilanda pandemi. Namun, kenyataan sembilan negara berkukuh mempertahankan arsenal nuklir, bahkan cenderung meningkatkan kemampuan serta jumlahnya, memperlihatkan senjata pemusnah massal ini tetap dipandang sebagai penggentar pamungkas. Sikap ini bergeming, meski suara perdamaian terus dikumandangkan untuk menjadikan dunia bebas dari senjata nuklir.
PM Jepang Fumio Kishida menegaskan bahwa kesengsaraan yang dibawa ke Hiroshima dan Nagasaki akibat senjata nuklir jangan sampai terulang. Sekretaris Jendera PBB Antonio Guterres mengatakan, sudah banyak pemimpin dunia yang datang ke Hiroshima dan memunculkan gagasan perlucutan senjata nuklir, tetapi hal itu perlu dilanjutkan karena ”genderang perang nuklir kembali ditabuh”.
Itulah pesan anti (senjata) nuklir yang patut kita hayati saat mengenang peristiwa mengerikan 78 tahun silam.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO