Keadaan anak-anak korban obat sirop memprihatinkan, yang selamat menjadi cacat. Kompensasi uang tidak cukup mengganti penderitaan mereka.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
Pemerintah berjanji menyantuni keluarga korban obat sirop yang mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal. Ratusan anak di 27 provinsi pada Oktober 2022 mengalami gangguan ginjal setelah minum obat sirop yang kemudian terbukti mengandung cemaran senyawa etilen glikol dan dietilen glikol. Santunan akan diberikan kepada 204 keluarga korban meninggal dan 122 korban yang masih bertahan hidup (Kompas, 20/7/2023).
Kita lega pemerintah mengakui ada kekurangan dalam pengawasan keamanan obat-obatan yang dijual kepada masyarakat. Kita juga sangat prihatin karena lebih dari separuh jumlah anak yang meminum obat sirop itu meninggal. Anak-anak yang bertahan hidup menjalani kondisi tak kalah memprihatinkan. Cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) pada obat sirop merusak ginjal serta organ lain. Akibatnya, korban mengalami cacat fisik, bahkan kemampuan kognitifnya terpengaruh.
Santunan tidak dapat menggantikan penderitaan mereka. Keluarga kehilangan anak-anak yang meninggal, sementara mereka yang bertahan hidup kehilangan sebagian besar potensi tumbuh dan berkembang penuh sebagai manusia.
Belajar dari kejadian berakibat fatal ini, perbaikan harus segera dilakukan dalam produksi obat, industri farmasi, dan pengawasannya. Setidaknya dua instansi bertanggung jawab atas produksi, distribusi, dan pengawasan obat, yaitu Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kepala BPOM Penny K Lukito kepada pers, akhir Oktober 2022, mengakui ada celah aturan pengawasan obat sehingga sistem pemantauan tak optimal. Aturan masuknya bahan baku industri farmasi belum mensyaratkan surat keterangan BPOM (Kompas, 31/10/2022). Celah ini menyebabkan pengusaha menggunakan bahan berkualitas industri (industrial grade), alih-alih kualitas farmasi (pharmaceutical grade). Harga keduanya terpaut jauh.
Ke depan jangan ada lagi produsen obat tak bertanggung jawab, mengabaikan aspek keselamatan dan kesehatan masyarakat. Kita ingin instansi pemerintah tidak saling menyalahkan, tetapi bersama-sama memperbaiki sistem pengawasan jaminan mutu produk farmasi. Perkuat kelembagaan. Bangun institusi dengan administrasi terpelihara serta menjaga penghargaan atas prestasi dan integritas. Kita dapat belajar dari negara lain yang pernah mengalami hal serupa dan berhasil mengatasinya dengan baik.
Evaluasi sistem pengawasan secara transparan, komprehensif, dan akuntabel agar masyarakat mengetahui. Begitu pula dalam mentransformasi sistem pengawasan jaminan produk farmasi, jangan terjadi kekosongan hukum dan urutan pihak yang bertanggung jawab. Kita perlu mendengar gugatan hukum bersama keluarga korban untuk memberi keadilan bagi korban dan perbaikan sistem kesehatan nasional.