Antraks, penyakit yang menyerang hewan herbivora, seperti sapi, kambing, dan domba, juga menyebabkan kematian sehingga merugikan peternak.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Menjelang Hari Zoonosis Sedunia, 6 Juli 2023, antraks kembali menelan korban jiwa. Kasus ini jadi momentum menangani zoonosis dengan konsep satu kesehatan.
Harian Kompas, Kamis (6/7/2023), mengangkat berita utama dengan judul ”Antisipasi Meluasnya Penularan Antraks”. Mengutip penjelasan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, tiga orang di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, meninggal setelah mengonsumsi daging sapi yang mati.
Dari penjelasan Siti Nadia, dapat dipastikan satu orang teridentifikasi positif antraks dan dua lainnya meninggal dengan gejala antraks. Kemenkes akan mengonfirmasi lebih lanjut kasus ini.
Penelusuran Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Retno Widyastuti menghasilkan dugaan, penularan antraks di daerahnya disebabkan korban mengonsumsi daging sapi mati terkait tradisi brandu. Brandu adalah tradisi lokal mengumpulkan iuran untuk diserahkan kepada pemilik ternak yang mati atau sakit, lalu daging hewan itu dibagikan kepada orang yang mengumpulkan iuran. Tradisi ini membuat penanganan antraks di Gunungkidul sulit dilakukan.
Kasus antraks di Gunungkidul ini menambah panjang kasus orang meninggal karena tertular zoonosis, yaitu penyakit hewan menular ke manusia. Sejak ditemukan pertama kali kasusnya di Kolaka, Sulawesi Tenggara, pada masa Hindia Belanda tahun 1832, berarti sudah 191 tahun penyakit antraks belum tertangani tuntas di Indonesia.
Antraks sama-sama merugikan, baik bagi usaha peternakan maupun kesehatan manusia. Penyakit ternak yang menyerang hewan herbivora, seperti sapi, kambing, dan domba, ini juga menyebabkan kematian ternak sehingga merugikan peternak. Jika tertular ke manusia, seperti dalam kasus di Gunungkidul, bisa fatal dampaknya.
Oleh karena itu, penanganannya memerlukan kolaborasi lintas sektor antara Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, dan instansi terkait, dengan pendekatan satu kesehatan (one health). Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama menggarisbawahi, dengan pendekatan ini, diperlukan kerja bersama para ahli di bidang kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan. Koordinatornya adalah Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK). Di lapangan, itu artinya perlu kerja bersama antara dokter, dokter hewan, dan ahli kesehatan lingkungan.
Tahun lalu, Menko PMK Muhadjir Effendy menerbitkan Peraturan Menko PMK Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis dan Penyakit Infeksius Baru. Peraturan itu juga telah mengatur penanganan antraks dan puluhan zoonosis lainnya secara komprehensif dan lintas sektor. Sekarang, kita tinggal menagih implementasinya dalam pengendalian antraks.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO