Arus Besar Pengubah Peta Dagang Global
Kemandirian ekonomi dan ”friend-shoring” merupakan dua arus besar yang dapat mengubah peta dan strategi perdagangan dan investasi global ke depan. Arus itu semakin menguat dan dapat menguntungkan Indonesia.
Banyak negara tengah bergerak dalam dua arus besar yang dapat mengubah peta dan strategi perdagangan global. Kedua arus besar itu adalah menata ketahanan ekonomi di sektor-sektor khusus serta alih mitra atau friend-shoring dagang dan investasi berdasarkan kesamaan kepentingan politik.
China telah dua kali menegaskan kebijakan berkonsep zili gengsheng atau kemandirian, yakni pada Oktober 2018 dan Februari 2021. Salah satunya adalah kemandirian pangan untuk mengurangi ketergantungan impor bahan pangan berbasis pemberdayaan desa.
India juga mengambil kebijakan serupa pada Mei 2020 menuju Atmanirbhar Bharat (kemandirian negara) pada Mei 2020. Fokus utama kebijakan itu juga membangun kemandirian pangan, terutama budidaya kelapa sawit. Tujuannya mengurangi ketergantungan impor bahan baku minyak nabati.
Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa (UE) juga berupaya menjaga ketahanan industri menuju nol emisi. Untuk mencapai tujuan itu, UE menelurkan dua kebijakan, yakni Undang-Undang Produk Bebas Deforestasi (EUDR) dan Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon (CBAM).
Indonesia juga tidak tinggal diam. Kemandirian pangan untuk mengurangi impor pangan juga menjadi salah satu program meskipun masih jauh dari harapan. Demi hilirisasi dan melahirkan produk ekspor bernilai tambah tinggi, RI juga melarang ekspor bijih nikel dan bauksit.
Demi menjaga pasokan domestik, RI juga pernah melarang ekspor batubara dan minyak kelapa sawit mentah (CPO) pada 2022. Bahkan, RI berencana melarang ekspor 21 komoditas mentah sumber daya alam secara bertahap hingga 2040.
Baca juga: ”Lomba” Ketahanan Pangan Negara-negara Pengimpor Pangan
Bersamaan dengan itu, arus friend-shoring semakin menguat. Dalam laporan ”Global Trade Update” Juni 2023, lembaga Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) melihat, diversifikasi mitra dagang telah terjadi dan terkonsentrasi pada aliansi dan blok tertentu.
Dalam periode waktu setahun, triwulan II-2022 hingga triwulan I-2023, pergeseran ketergantungan perdagangan antarnegara yang terlibat konflik geopolitik terjadi. Ketergantungan perdagangan China dengan Amerika Serikat (AS) telah turun 0,9 persen jika dibandingkan dengan periode triwulan II-2021 hingga triwulan I-2022. Ketergantungan AS terhadap China juga turun 2 persen.
Begitu juga ketergantungan perdagangan Rusia dengan UE yang turun 5,6 persen. Di sisi lain, ketergantungan Rusia terhadap China dan Ukraina terhadap UE masing-masing meningkat 3,7 persen dan 20,5 persen. Ketergantungan AS dengan UE dan Taiwan dengan AS juga meningkat masing-masing 0,8 persen dan 1,1 persen.
Dalam periode waktu setahun, triwulan II-2022 hingga triwulan I-2023, pergeseran ketergantungan perdagangan antarnegara yang terlibat konflik geopolitik terjadi.
Baca juga: Arus Alih Mitra Dagang Dunia Semakin Menguat
Strategi dagang
Perang Rusia-Ukraina, perang dagang AS-China, dan konsekuensi keluarnya Inggris dari UE (Brexit) berperan penting membentuk dua arus perdagangan dan investasi dunia. Perang Rusia-Ukraina juga semakin mencuatkan kembali dua blok ekonomi, yakni Blok Barat dan Blok Timur. Ke depan, dua arus tersebut, ketahanan ekonomi dan friend-shoring, dapat mengubah peta dan strategi perdagangan dan investasi global.
Dalam konteks perang dagang AS-China, sudah banyak perusahaan kedua negara itu sama-sama memindahkan pabrik dan investasi. Relokasi itu terutama ke negara-negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia dan Vietnam. Laporan Investasi ASEAN 2020-2021 pada 8 September 2021 menyebutkan, pada 2019-2021, Indonesia menerima relokasi satu perusahaan AS dari China dan Vietnam mendapatkan empat perusahaan AS yang merelokasi industrinya dari China.
Baca juga: Banjir Relokasi Industri di ASEAN dan RI
Langkah itu merupakan bagian dari perubahan strategi dagang AS dan China. Perdagangan antarkedua negara itu berubah melalui perantaraan negara ketiga yang menjadi tempat investasi atau relokasi industri. Produk, jaminan kualitas, dan merek barang yang diperdagangkan sama, tetapi negara pembuatnya berbeda.
Ekonomi AS dan China masih berhubungan erat, tetapi ikatan mereka terkikis. Sejak perang tarif dimulai, investasi langsung China di Asia Tenggara meroket mencapai 128 miliar dollar AS pada 2020. Impor AS dari negara di Asia Tenggara, tempat China berinvestasi, juga berkembang pesat (Nicholas R Lardy dan Tianlei Huang, Is US–China Decoupling Heading in A Dangerous Direction?, Hinrich Foundation, 20 Juni 2023).
Saat ini, dua arus besar itu turut memicu perlambatan perdagangan global dan menggerus pertumbuhan ekonomi global. Rantai pasok terganggu dan perdagangan menjadi terkotak-kotak. Banyak negara mencari sumber-sumber impor bahan baku dan tujuan ekspor baru. Di saat kemandirian pangan sebuah negara perlahan terpenuhi, negara sumber pangan impor akan mencari pasar baru.
Dalam skenario Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dunia yang terbagi dalam dua blok perdagangan yang terpisah dapat menyebabkan produk domestik bruto (PDB) global 2023 turun 5 persen dari PDB 2022. Dalam versi Dana Moneter Internasional (IMF), kerugian dunia akibat fragmentasi perdagangan global bisa berkisar 0,2 persen hingga 7 persen PDB global. PDB global pada 2022 sebesar 103,749 triliun dollar AS.
Pada tahun ini, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global melambat dari 3,4 persen pada 2022 menjadi 2,8 persen pada 2023. Sementara WTO memperkirakan perdagangan global juga tumbuh lambat dari 2,7 persen pada 2022 menjadi 1,7 persen pada 2023.
IMF menyebutkan, kerugian dunia akibat fragmentasi perdagangan global bisa berkisar 0,2 persen hingga 7 persen PDB global. PDB global pada 2022 sebesar 103,749 triliun dollar AS.
Baca juga: Perdagangan Dunia Terfragmentasi, RI Susah Payah Hadapi Uni Eropa
Perlambatan perdagangan global itu dapat semakin menggerus kinerja ekspor Indonesia. Namun, masih ada peluang bagi Indonesia untuk menangkap ceruk friend-shoring guna mengembangkan kemandirian pangan dan hilirisasi.
Indonesia memiliki modal sebagai negara netral yang dapat merangkul berbagai negara. Termasuk di dalamnya negara-negara dengan potensi konflik besar, seperti Rusia dan Iran. Hal itu terbukti dari upaya RI meningkatkan kerja sama dagang Uni Ekonomi Eurasia yang salah satu anggotanya adalah Rusia.
Indonesia juga telah menandatangani perjanjian tarif preferensial (PTA) dengan Iran pada 25 Mei 2023. Saat ini, Iran masih terkena sejumlah sanksi di sektor migas, perbankan, dan transportasi dari beberapa negara, terutama AS dan negara-negara anggota UE.
Baca juga:
- RI Jajaki Peningkatan Ekspor CPO ke Uni Ekonomi Eurasia
- Peningkatan Kerja Sama Dagang RI-Iran Menguntungkan Sekaligus Berisiko
RI juga telah memiliki Undang-Undang Cipta Kerja yang bertujuan membuka peluang investasi untuk meningkatkan lapangan kerja. RI juga telah menyiapkan sejumlah kawasan industri dan ekonomi khusus untuk menangkap investasi.
Di balik sejumlah modal besar itu, RI masih harus berkompetisi menarik peluang friend-shoring dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Jangan sampai RI melewatkan peluang tersebut di tengah semakin menguatnya atmosfer politik menuju Pemilu 2024.