Mendambakan Jajanan Anak yang Sehat
Kantin sekolah kita masih menjual makanan jadi yang diawetkan atau makanan segar, tetapi masih tinggi gula, garam, lemak, dan kalori.
Saya seorang ibu yang mempunyai dua anak. Anak pertama perempuan berusia 5 tahun dan anak kedua laki-laki berusia 3 tahun. Saya bekerja di sebuah perusahaan swasta, tetapi saya tetap memperhatikan tumbuh kembang kedua anak saya sesuai bimbingan dokter. Saya berusaha mengatur penyediaan makanan di rumah meski ada asisten rumah tangga yang memasak.
Makanan di rumah amat penting bagi anak, tidak hanya mendukung tumbuh kembang mereka, tetapi juga kebiasaan makan sehat akan menjadi kebiasaan yang dibawa sampai tua nanti. Dari aspek perkembangan psikis anak, saya dan suami menyediakan waktu untuk berkomunikasi serta mendorong anak untuk bermain dan mengembangkan kreativitas mereka. Untunglah tak jauh dari rumah kami ada taman bermain anak yang cukup nyaman dan aman.
Di luar rumah banyak jajanan anak yang ditawarkan. Industri makanan, termasuk makanan anak, berkembang pesat di negeri kita. Jika kita masuk ke Indomaret, Alfamart, Indogrosir, dll, akan terpampang aneka ragam jajanan anak yang menarik perhatian anak. Makanan tersebut pada umumnya lezat dan gurih, tetapi sepengetahuan saya mengandung gula, garam, kalori, dan lemak yang tinggi.
Kantin sekolah dapat berperan untuk membimbing anak memilih makanan yang sehat.
Saya percaya bahwa BPOM telah memeriksa makanan yang disediakan untuk anak secara teliti sehingga tak memengaruhi kesehatan anak. Namun, BPOM hanya memandang dari segi batas yang diizinkan yang tak boleh terlampaui. Misalnya, pada umumnya mi instan dianggap mengandung kadar sodium yang tinggi, memang belum melampaui batas yang diizinkan. Namun, jika dikonsumsi anak tiap hari atau bahkan sehari dua atau tiga kali akan mengakibatkan konsumsi sodium anak berlebih. Saya mengikuti berita kecenderungan di dunia bahwa konsumsi gula, garam, lemak, dan kalori mulai diturunkan.
Chili, menurut berita, merupakan negara dengan proporsi obesitas yang tinggi. Setelah ada gerakan bersama untuk menurunkan kekerapan obesitas, pemerintah, akademisi, dan organisasi profesi kesehatan mulai mengeluarkan rekomendasi untuk menurunkan komponen gula, lemak, dan garam pada makanan jadi, termasuk jajanan anak.
Apakah mungkin di Indonesia Kementerian Kesehatan, Badan POM, IDI, para pakar teknologi pangan, serta industri pangan duduk bersama untuk membahas makanan anak termasuk jajanan anak yang aman dan sehat? Terima kasih atas perhatian Dokter.
K di J
Apa yang Anda kemukakan amat penting. Semoga akan mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait. Menurut pakar kesehatan anak, kekerapan obesitas pada anak sudah mulai mengkhawatirkan. Jumlahnya terus meningkat. Bahkan masih ada ibu yang merasa senang anaknya gemuk karena ibu tersebut berpendapat kegemukan merupakan tanda anak sehat.
Baca juga: Bersama-sama Menjaga Keamanan Pangan Jajanan Anak
Sekarang kita menyadari kurang gizi maupun kelebihan gizi tidaklah baik. Anak perlu mendapat gizi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang mereka.
Pada tahun 1964 pemerintah menyadari banyak anak Indonesia kurang gizi, malnutrisi, kurang protein, dan kalori. Pada waktu itu pemerintah mengadakan program perbaikan gizi anak dan didirikan PT Saridele. Perusahaan ini sebagian sahamnya dimiliki oleh PT Kimia Farma.
Jadi, banyak orang tak menyadari, bahkan pegawai PT Kimia Farma ada yang tak tahu, bahwa PT Saridele yang sahamnya dimiliki PT Kimia Farma adalah pelopor indusri makanan di Indonesia. PT Saridele kemudian berubah menjadi PT Sarihusada.
Pada 1965 sebuah tim di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia berhasil menemukan formula susu yang diberi nama SGM. Susu SGM terdiri dari susu, gula, dan minyak yang mampu memenuhi kebutuhan gizi anak sebagai makanan tambahan. Hasil penelitian ini diserahkan kepada pemerintah dan pemerintah meminta PT Sarihusada untuk memproduksinya.
Sampai sekarang susu SGM masih merupakan susu andalan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak, harganya juga terjangkau. Memang pada waktu itu masyarakat kita masih amat sederhana, angka kemiskinan masih tinggi sehingga masalah utama kita adalah mengatasi kurang gizi. Caranya tentu dengan pemberian ASI dan makanan tambahan pada waktu diperlukan. Kita perlu ingat pada 1965 negara kita diembargo oleh beberapa negara Barat, tetapi kita berhasil memproduksi sendiri kebutuhan makanan tambahan kita.
Baca juga: Harmonisasi Standar Keamanan Pangan, bak Pedang Bermata Dua
Sekarang memang masalah kurang gizi masih ada. Kita menghadapi masalah stunting (tengkes). Kita berharap gerakan masyarakat untuk menurunkan stunting akan berhasil dengan baik. Nah, di lain pihak ternyata kita juga sudah mulai menghadapi persoalan obesitas pada anak.
Pemberian gizi yang salah akan menyebabkan peningkatan angka obesitas. Konsumsi garam berlebih berisiko menyebabkan hipertensi serta konsumsi gula berlebih dapat meningkatkan penyakit diabetes melitus.
Industri makanan di negeri kita berlomba memasarkan makanan dan jajanan yang lezat yang disukai oleh anak, makanan yang manis, gurih, dan asin. Jika makanan dan jajanan tersebut di konsumsi terus-menerus saya juga merasa khawatir akan berpengaruh buruk pada kesehatan anak.
Peran kantin sekolah
Di samping makanan di rumah, sebenarnya kantin sekolah dapat berperan membimbing anak memilih makanan yang sehat. Jika Anda sempat berkeliling kantin sekolah kita, rasanya peran tersebut belum dilaksanakan. Kantin sekolah kita masih menjual makanan jadi yang diawetkan atau makanan segar, tetapi masih tinggi gula, garam, lemak, dan kalori.
Baca juga: Pangan Lokal Solusi Gizi Seimbang
Di SD ada usaha kesehatan sekolah (UKS) yang berperan penting dalam mencegah penyakit dan memelihara kesehatan warga sekolah. Tak kalah penting, UKS juga dapat menanamkan kebiasaan hidup sehat termasuk memilih makanan sehat.
Kalau kita perhatikan kantin sekolah di negeri tetangga ternyata mendapat perhatian penuh dari Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan. Kantin sekolah tak hanya sekadar tempat siswa mendapat jajanan, tetapi sekaligus mendidik siswa untuk mengenal dan memilih makanan sehat. Harapan Anda pada pemerintah, organisasi profesi, dan akademisi, saya rasa perlu mendapat tanggapan. Jika pada 1965 para pakar kesehatan anak dapat menghasilkan susu SGM yang amat dibutuhkan pada waktu itu, sudah masanya sekarang ini para pihak terkait duduk bersama merumuskan makanan dan jajanan sehat untuk anak-anak kita.
Saya rasa kepedulian Anda merupakan kepedulian ibu-ibu di Indonesia pada umumnya. Dalam mencapai Indonesia Emas 2045 kita harus menyiapkan generasi yang sehat, cerdas, berhati mulia, dan mencintai NKRI ini. Mereka dapat bersaing dengan generasi sebaya di negara lain.
Generasi muda Indonesia pada waktu itu tak boleh kalah dalam produktivitas dan inovasi. Tugas kitalah sebagai orangtua menyiapkan mereka menjadi generasi yang mampu bersaing. Semoga Anda sekeluarga sehat selalu.
Samsuridjal Djauzi, Dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo