Pemerintah harus lebih fokus pada tata kelola guru yang urgen, seperti ketersediaan guru, pemerataan, peningkatan kompetensi, dan kesejahteraannya. Hindari program populis jangka pendek yang tidak substansial.
Oleh
CATUR NURROCHMAN OKTAVIAN
·4 menit baca
Sejak 2022, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atau Kemenpan dan RB memutuskan untuk menghapus tenaga honorer di instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Penghapusan tenaga non-aparatur sipil negara (non-ASN) yang dikenal sebagai tenaga honorer, menurut pemerintah, memperhatikan syarat dan ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN beserta peraturan pelaksanaannya. Dalam UU tersebut, ASN terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, terdapat ruang untuk pengalihan status kepegawaian dari non-ASN menjadi ASN PNS dan PPPK.
Berdasarkan beleid tersebut, semua pegawai yang bekerja di instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah) dapat diikutsertakan dalam seleksi ASN PNS atau PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk itu, semua instansi diminta melakukan pemetaan pegawai non-ASN sesuai formasi yang dibutuhkan.
Formasi guru termasuk posisi yang banyak diisi tenaga non-ASN sejak beberapa dekade lalu. Untuk mengatasi kekurangan guru tetap tersebut, dalam dua tahun terakhir pemerintah membuka formasi bagi tenaga guru ASN (PNS dan PPPK). Pada tahun 2021 dan 2022, pemerintah membuka formasi guru PPPK, bahkan menargetkan perekrutan hingga sejuta orang.
Menurut Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek, dalam praktiknya baru 544.180 guru yang diangkat menjadi ASN PPPK hasil proses seleksi tahun 2021 dan 2022.
Tahun ini, pemerintah merencanakan akan membuka kembali seleksi guru PPPK dengan target memenuhi kuota formasi sekitar 601.286 guru. Pemerintah daerah diminta oleh panitia seleksi nasional (panselnas) untuk mengajukan formasi semaksimal mungkin agar kuota tersebut terpenuhi.
Pemerintah juga berencana menyelesaikan masalah 62.645 guru yang lulus passing grade untuk masuk dalam prioritas satu (P1) dan belum mendapatkan penempatan pada PPPK tahun 2022.
Guru tetap
Mengingat pentingnya pengabdian dan peran guru dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), keberadaan mereka perlu jaminan status dan kesejahteraannya.
Peningkatan kualitas SDM menuntut peran penting dunia pendidikan, dan aktor utama pelaksananya adalah guru. Apabila kepastian status kepegawaian, dan kesejahteraan guru terabaikan, akselerasi kualitas pendidikan akan sulit dicapai.
Menurut data tahun 2021, Indonesia mengalami darurat kekurangan guru tetap. Hal ini terlihat dari data yang dirilis dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi X DPR RI dengan Kemendikbudristek tahun 2021, bahwa jumlah guru saat ini 2.735.784 orang dengan persebaran 1.226.460 orang merupakan guru berstatus PNS dan 1.509.324 orang guru non-PNS.
Khusus untuk sekolah negeri, jumlah guru 2.063.230 orang, terdiri dari 1.236.112 orang (60 persen) guru PNS, 742.459 orang (36 persen) guru non-PNS, 63.264 (3 persen) guru CPNS, dan 34.954 (1 persen) guru PPPK.
Jumlah tersebut masih kurang dari kebutuhan jumlah guru di sekolah negeri yang seharusnya 2.268.716 orang. Artinya, masih terjadi defisit guru sejumlah 947.945 orang hingga akhir 2021.
Kondisi ini semakin parah jika memperhitungkan jumlah guru yang pensiun antara tahun 2022 dan 2024, yang diperkirakan mencapai 222.081 guru, dengan rata-rata 74.027 guru pensiun setiap tahun. Dengan telah direkrutnya 544.180 guru PPPK hasil seleksi 2021-2022, kekurangan guru tetap kini separuhnya terisi.
Peningkatan kualitas SDM menuntut peran penting dunia pendidikan, dan aktor utama pelaksananya adalah guru.
Kekurangan guru tetap semakin diperparah dengan kemungkinan guru-guru ada yang mutasi atau promosi ke bidang non-pendidikan dan bahkan meninggal sebelum masuk usia pensiun.
Fenomena tersebut membuat laju penurunan jumlah guru tetap semakin besar. Jika pemenuhan ketersediaan guru mengalami kelambatan atau bahkan tidak terpenuhi, akan terjadi stagnasi kualitas pendidikan di Indonesia.
Peran dan tugas pemerintah
Pemerintah memang harus lebih fokus pada tata kelola guru yang urgen, seperti ketersediaan guru, pemerataan, peningkatan kompetensi, dan kesejahteraannya. Hindari program populis jangka pendek yang tidak substansial dalam menyelesaikan karut-marut tata kelola guru ini.
Dalam jangka pendek, hal penting yang perlu dilakukan pemerintah adalah merekrut guru ASN (PNS dan PPPK) untuk mengisi kekosongan guru tetap yang terjadi hampir merata di seluruh Nusantara. Selain itu, pemerataan guru perlu dilakukan agar tidak terjadi penumpukan guru di sekolah tertentu.
Pemerintah dan pemerintah daerah perlu melakukan pemetaan dan kajian kebutuhan guru secara komprehensif dan berkelanjutan.
Rencana penghapusan tenaga honorer menuai polemik di kalangan guru honorer, sebagaimana disampaikan pemerintah melalui Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) No B/185/M.SM.02.03/2022, bahwa pokok surat menyatakan hingga November 2023, tidak ada lagi tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah dan pemerintah daerah.
Ilustrasi
Jika rencana penghapusan tenaga honorer dibarengi dengan pengangkatan guru berstatus ASN sebagai upaya meningkatkan status dan kesejahteraan, hal tersebut perlu diapresiasi. Namun, jika rencana penghapusan tanpa dibarengi upaya serius untuk memenuhi kebutuhan guru, hal itu akan membuat pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah terganggu dan akselerasi peningkatan kualitas pendidikan sulit terwujud.
Sistem pengadaan dan perekrutan ASN untuk guru atau pendidik sebaiknya dipisahkan dengan perekrutan ASN untuk mengisi formasi lain.
Hal ini mengingat pentingnya pengisian segera kekosongan tenaga pendidik secara alami akibat pensiun, meninggal, atau karena adanya moratorium pengangkatan tenaga guru ASN yang telah lama terjadi.
Penyediaan tenaga pendidik dan peningkatan kualitasnya menjadi faktor penting untuk mengakselerasi peningkatan kualitas pendidikan di Tanah Air.
Pembenahan lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK) dan pelaksanaan pendidikan profesi guru (PPG) juga menjadi faktor yang menentukan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan kita.
Penyediaan dosen-dosen yang berkualitas di LPTK dan pembinaan secara berkelanjutan menjadi keharusan. Verifikasi kualitas LPTK harus dibarengi dengan tindakan tegas berupa pencabutan izin dan menutup LPTK yang bermasalah.
Hindari program populis jangka pendek yang tidak substansial dalam menyelesaikan karut-marut tata kelola guru ini.
Kekosongan tenaga pengajar, jika dibiarkan terlalu lama diisi tenaga kependidikan tanpa melalui mekanisme perekrutan sesuai peraturan yang ada, akan berdampak serius dalam pemberian pelayanan pendidikan yang berkualitas. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan pendidikan bermutu dari pemerintah melalui pengadaan guru-guru yang andal.
Tugas pemerintah untuk memastikan anak-anak bangsa diberikan pelayanan pendidikan bermutu oleh tenaga-tenaga profesional yang mendapat perhatian cukup dalam kesejahteraan, pelindungan, dan kompetensi. Tanpa perhatian serius pemerintah terhadap ketiga hal tersebut, peningkatan kualitas pendidikan sulit tercapai.