Jakarta Menuju Kota Global
Jakarta perlu menegaskan posisinya, mempunyai visi dan misi yang jelas menuju kota internasional. Sebagai kota langka lahan, penggunaan aset properti dari kantor pemerintah pusat harus direncanakan dengan cermat .
Jakarta terus berbenah mempersiapkan diri menjadi kota global, menyongsong perpindahan ibu kota negara ke IKN Nusantara, yang akan efektif pada 2024.
Kendati tidak lagi menyandang status ibu kota negara nantinya, Jakarta merupakan kota modern yang memenuhi syarat sebagai kota global.
Saat ini, Jakarta berada di peringkat ke-67 dalam Global City Index, dengan peringkat lima besarnya adalah New York, London, Paris, Tokyo, dan Beijing. Tetangga kita Singapura berada di peringkat ke-9.
Ada beberapa kriteria sebuah kota disebut sebagai kota global. Mulai dari layanan keuangan internasional, kantor pusat institusi, kantor pusat korporasi multinasional, pusat manufaktur utama, pengaruh dalam pengambilan keputusan, pusat ide inovasi bisnis dan budaya, pusat digital media dan komunikasi, dominasi wilayah nasional dan signifikasi internasional, penduduk bekerja di sektor jasa dan informasi, institusi pendidikan berkualitas tinggi, infrastruktur multifungsi, hingga tingginya keberagaman bahasa, budaya, dan agama.
Tulisan ini memotret beberapa di antara kriteria dan belum secara spesifik serta panjang lebar menggali salah satunya. Saya memilih dua hal sebagai bahan diskusi bersama dalam mempersiapkan Jakarta menjadi kota global.
Keduanya dipilih menurut tingkat urgensi, yakni urbanisasi yang mengemuka setelah Lebaran dan aksesibilitas Jakarta yang terus digenjot.
Baca juga : Jakarta Siapkan Skema Setelah Tak Menjadi Ibu Kota Negara
Magnet urbanisasi
Urbanisasi masih menjadi masalah. Sampai saat ini, Jakarta memiliki daya tarik kuat bagi para pendatang baru. Jakarta terbanyak dan terdepan dalam menyerap tenaga kerja yang bersifat formal (ASN dan pegawai swasta) dan nonformal (bidang konstruksi, transportasi, dan sebagainya).
Jumlah penduduk Jakarta kurang lebih 10 juta jiwa pada malam hari dan terjadi penambahan signifikan di siang hari pada hari kerja. Tentu tidak lain menyatakan satu hal: Jakarta merupakan barometer ekonomi Indonesia.
Banyaknya jumlah penduduk dan angkatan kerja berbanding lurus dengan pertambahan kendaraan yang lalu lalang di seputaran Jakarta. Tahun 2021, jumlah mobil berpelat B Jakarta 4.111.231 unit. Tahun 2023, jumlah kendaraan bertambah sekira 6 juta unit. Jumlah sepeda motor lebih banyak lagi. Tahun 2021 terdapat 16.519.197 unit dan tahun 2023 sekira 20 juta unit.
Belum termasuk kendaraan dari luar kota yang datang ke Jakarta. Dengan jumlah keluar-masuk sekitar 26 juta unit kendaraan, Jakarta butuh strategi dan pengaturan khusus terkait fasilitas transportasi, akomodasi jalan raya, dan semua hal terkait mobilitasnya.
Hal lain adalah pertambahan hunian vertikal di Jakarta yang semakin masif, seiring persebaran hunian horizontal di daerah pendukung seputaran Jakarta. Banyak orang menyewa atau membeli apartemen di Jakarta, sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah keluarga yang membeli perumahan di seputaran Jakarta dengan motif ekonomi dan alasan pekerjaan.
Begitu juga dengan naiknya kemampuan mengonsumsi makanan bergizi dan daya beli.
Menjadi tanda bahwa peningkatan penduduk sejalan dengan peningkatan kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan. Dalam konteks Jakarta, harapan akan peningkatan kualitas hidup itu menjadi magnet tersendiri. Salah satunya tentu saja upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta yang sebesar Rp 4,9 juta, tertinggi di Indonesia.
Aksesibilitas Jakarta
Memang tak bisa dimungkiri bahwa Jakarta sangat menjanjikan dalam sektor ekonomi. Wilayah dengan perputaran uang yang luar biasa ini ibarat kolam besar untuk memancing rezeki, hidup, dan keuntungan.
Karena itu, kendati ibu kota negara berpindah, Jakarta tetap menjadi sentra ekonomi dan arena negosiasi bisnis berskala nasional, regional Asia, ataupun internasional.
Kantor kedutaan dan perusahaan multinasional komersial, misalnya Telkom, PLN, dan swasta nasional, belum serentak ikut berpindah sehingga bisnis dan aktivitas manusia di Jakarta tetap menggeliat.
Jakarta menyajikan kemudahan dari berbagai akses. Pengurusan berbagai hal bisa diupayakan di dalam kota. Dari sektor informasi dan komunikasi, misalnya, efisiensi kerja bisa diutamakan. Semua serba cepat dan berputar dinamis.
Kemudahan juga terdapat di sektor akomodasi, berupa transportasi umum dan hunian yang nyaman. Semuanya itu terjangkau (affordable) dan berstandar internasional. Generasi muda bisa tinggal di apartemen yang nyaman, di tengah kota Jakarta dan terintegrasi dengan transportasi publik yang nyaman, sehingga sangat mudah untuk bekerja dan beraktivitas.
Mulai dari akses transportasi publik yang terus berbenah hingga akses dunia digital yang diharapkan selalu diperbarui sambil tidak mengorbankan manusia.
Tempat-tempat umum pun dirancang untuk ramah lingkungan. Kampus-kampus juga tidak sedikit jumlahnya di Jakarta, tinggal berikut peningkatan mutu dan pengembangan edukasi yang menyertainya. Bagaimana profil lulusan kampus, misalnya, memenuhi standar tuntutan dunia kerja.
Aksesibilitas tentu saja memuat makna yang beragam, luas, dalam, dan kompleks. Mulai dari akses transportasi publik yang terus berbenah hingga akses dunia digital yang diharapkan selalu diperbarui sambil tidak mengorbankan manusia.
Segala bentuk perkembangan kemudahan aksesibilitas, terutama yang terjadi dalam dunia digital, tidak boleh memperhamba atau menjadikan manusia sebagai alat.
Manusia selalu merupakan subyek dan tujuan yang mulia di dalamnya. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang saya pimpin, berkomitmen sebaik mungkin untuk menempatkan manusia sebagai subyek dan tujuan dalam setiap derap pembangunan dan kebijakan.
Langkah praktis
Dua fenomena di atas saya angkat demi memancing diskusi yang produktif untuk membuka berbagai kemungkinan serta sarana yang mengefektifkan. Prinsipnya, saya sebagai pemimpin Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menempatkan isu urbanisasi dan aksesibilitas sebagai problem bersama yang harus dicarikan terobosan jalan keluar dan solusinya.
Dengan pekerjaan rumah yang bisa kita bayangkan begitu kompleks dan saling bertaut sedemikian dinamis, Jakarta bisa memulai dan mengembangkan sejumlah langkah praktis menuju kota global.
Jakarta perlu menegaskan posisinya, mempunyai visi dan misi yang jelas menuju kota internasional. Sebagai kota langka lahan, penggunaan aset properti dari kantor pemerintah pusat harus direncanakan dengan cermat sehingga dapat dioptimisasi untuk pengembangan kota masa datang.
Pasca-pemindahan ibu kota, Jakarta perlu lebih giat bertransformasi untuk (1) meningkatkan aksesibilitas, liveability, perbaikan lingkungan dan budaya; (2) meningkatkan pengembangan teknologi dan inovasi; dan (3) meningkatkan toleransi dan internasionalisme.
Terakhir, perlu dipersiapkan kebijakan dan khazanah best practices untuk mitigasi dampak dari Jakarta sebagai kota internasional terhadap penduduknya.
Untuk agenda besar menuju kota global, tentu dibutuhkan gagasan-gagasan yang tak terbatas. Khalayak dapat ikut serta memberikan masukan, antara lain terkait tata kelola pemerintahan dan sumber daya, pengembangan kawasan dan aktivitas bisnis bertaraf internasional, penguatan posisi dalam relasi bisnis dan inovasi teknologi, ketahanan menjawab tantangan ekonomi, serta daya saing dan pembelajaran dari kota-kota global dunia lainnya.
Cita Jakarta adalah ”Sukses Jakarta untuk Indonesia!” Sangat ideal jika cita tersebut dimiliki dan dipraktikkan bersama dari, oleh, dan untuk semua yang berkepentingan di Jakarta.
Heru Budi Hartono, Pj Gubernur DKI Jakarta