Tuntutlah Ilmu hingga ke Negeri India
India berinvestasi pada teknologi dan infrastruktur untuk meningkatkan performa logistik, menjadi efisien, murah, aman, dapat diandalkan. Hasilnya, performa logistik India meningkat. Indonesia dapat belajar dari India.
Dalam rilis terbarunya, Bank Dunia memublikasikan skor Indeks Kinerja Logistik (Logistics Performance Index/LPI) 2023. LPI tahun ini menilai 139 negara berdasarkan enam indikator utama, yaitu kepabeanan (customs), infrastruktur, pengiriman internasional (international shipments), kompetensi dan kualitas layanan logistik (logistics quality and competence), waktu pengiriman (timeliness), serta pelacakan dan penelusuran (tracking and tracing).
Tahun ini LPI Indonesia turun 17 peringkat dan menempati urutan ke-63, pada 2018 Indonesia menempati urutan ke-46. Salah satu yang menarik perhatian, India melompat enam peringkat di urutan ke-38. Dibandingkan dengan negara-negara lain yang stagnan, ”Negeri Bollywood” itu berhasil membuktikan kepada dunia bahwa strateginya berhasil dalam mendongkrak peringkat LPI 2023.
Perdana Menteri India Narendra Modi, dalam artikel wawancaranya, memiliki visi menjadikan India menjadi ekonomi terbesar ketiga di dunia (the third-largest economy in the world) 2030. Strategi yang dilakukan antara lain berambisi menurunkan biaya logistik yang sebelumnya 13-14 persen dari produk domestik bruto (PDB) menjadi 8-9 persen dari PDB, atau dengan kata lain menjadi top 25 dalam LPI tahun 2030 (Indiatimes.com (2022).
Baca juga: Indeks Kinerja Logistik
Jika kita rinci bagaimana caranya menurunkan visi tersebut menjadi sebuah peta jalan, terdapat dua kata kunci yang tersemat dalam National Logistics Plan (NLP) India. Dua kata kunci tersebut adalah teknologi dan infrastruktur yang dianggap dapat meningkatkan performa logistik di India (yang setidaknya terbukti dalam lima tahun terakhir ini).
Tantangan
Berdasarkan artikel yang ditulis Roy dan Nanda (2023), tantangan yang dihadapi India dalam menggapai ambisi menjadi top 25 Logistics in 2030 antara lain infrastruktur, fasilitas logistik, regulasi, pajak tinggi dan terkotak-kotak. Mirip dengan Indonesia, tantangan logistik di Indonesia antara lain efisiensi, biaya logistik yang tinggi, geografi, dan fragmentasi baik dari sisi regulasi maupun solusi temporer.
Menjawab tantangan tersebut, India mengeluarkan cetak biru yang dikenal dengan National Logistics Plan (NLP) dengan disertai National Logistics Law (2022). Di Indonesia sebenarnya sudah dikenal Sistem logistik nasional (Sislognas) yang dikembangkan pada 2012, tetapi seolah vakum dan berhenti entah kenapa. Kemudian baru pada 2020 dibuat Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pengembangan Ekosistem Logistik Nasional atau National Logistics Ecosystem (NLE).
Sungguh ambisi yang tidak main-main dan hanya diucapkan ketika sudah mampu melihat visi ke depan.
Di India, tujuan pembuatan cetak biru tersebut adalah ambisi India untuk menjadi world’s third largest economy 2030 seperti yang disampaikan External Affairs Minister S Jaishankar sehingga dari sisi logsitik Perdana Menteri India Narendra Modi berani bermimpi dapat mencapai top 25 dalam ranking LPI 2030. Sungguh ambisi yang tidak main-main dan hanya diucapkan ketika sudah mampu melihat visi ke depan.
Strategi India itu tertuang dalam CLAP framework yang memuat antara lain Integration Digital System (IDS), Unified Logitsics Interface Platform (ULIP), System Improvement Group (SIG), membangun kawasan industri, membuat ease of logistics (e-log), exim logistics, source improvement network, dan standardisasi aset (infrastruktur). Beberapa strategi sudah beririsan dengan program NLE di Indonesia. Beberapa program yang identik antara lain IDS dengan program single submission, ULIP yang identik dengan platform kolaborasi NLE.
Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah produk unik (unique products) yang membuat ciri khas masing-masing dalam menjalankan strateginya. India mencoba berevolusi dengan membangun dedicated rail freight corridors untuk angkutan kereta. Ditambah dengan embel-embel electric train, maka jadilah sebuah narasi green technology.
Narasi green technology disukai oleh investor dan lembaga pengucur dana internasional seperti Bank Pembangunan Asia (ADB). Melalui pemindahan logistik dari jalan darat ke rel kereta, maka India juga sebenarnya mengurangi biaya logistik baik dari sisi polusi, kemacetan, dan pungutan lain seperti tol, retribusi, dan lain-lain.
Namun, game changer dari strategi logistik India tidak hanya terletak pada pembangunan rel kereta api. Hal lain yang turut memperbarui antara lain simplifikasi pungutan pajak yang semula berbeda-beda dan harus dibayarkan berkali-kali dengan tarif yang berbeda, menjadi satu saja dan disebut sebagai Good and Service Tax (GST). GST berhasil menjadi salah satu penurun biaya logistik di India karena memberikan kejelasan (clarity) dan efisiensi (efficient) bagi para pelaku logistik.
Baca juga: Kecepatan Pengiriman Barang Kian Jadi Tuntutan
Sampai di sini jelaslah bahwa India memang berinvestasi pada dua hal, yaitu infrastruktur dan teknologi. Investasi yang dikeluarkan tentu saja ada biaya yang harus dikeluarkan. Berdasarkan riset Deloitte pada 2014, pemerintah India sudah menerapkan pembagian 9,95 persen dari produk domestik brutonya untuk investasi di bidang logistik dan belum ditambah pinjaman atau investasi dari luar.
Lalu apakah sepenting itu ranking LPI bagi sebuah negara? Menurut Havenga (2011), kenaikan 10 persen LPI negara pengekspor, menaikkan 36 persen perdagangan dan kenaikan 10 persen LPI negara pengimpor, impor bilateral naik 54-69 persen.
Analogi pohon
Dari lesson learned yang diambil dalam tulisan ini, dapat disampaikan beberapa hal. Bahwa peningkatan performa logistik disebabkan visi yang jelas dan terukur, kejelasan prioritas, kejelasan kebijakan, transparansi koordinasi, kolaborasi swasta, dan dukungan anggaran untuk mendukung pengembangan kata kunci di awal, yaitu infrastruktur, investasi, dan teknologi. Tentu saja setiap negara memiliki prioritas yang berbeda, tetapi jika Indonesia juga ingin memiliki mimpi yang sama dengan India, maka tidak ada salahnya langkah yang dilakukan India dapat menjadi bahan diskusi kita bersama.
Seperti di awal disebutkan bahwa pemerintah India melakukan investasi pada teknologi informasi dan infrastruktur (fase intervensi pemerintah/akar) sebagai upaya untuk menjadi top 25 skor LPI 2030. Hal ini sejalan dengan konsep Hammant yang juga mendorong teknologi informasi dan infrastruktur dalam konsep linear.
Eksplorasi kata kunci perkembangan India (teknologi informasi, infrastruktur, investasi) coba saya jabarkan dalam sebuah analogi pohon karena apa yang di dalam fase logistik mirip sekali dengan apa yang terjadi pada sebuah pohon dalam aspek filosofi kehidupannya. Maka, dengan itu saya menamakan ini sebagai sebuah analogi pohon dalam dunia logistik, yang terdiri dari fase intervensi pemerintah (akar), fase tarik menarik pasar atau kita sebut reaksi batang terhadap ekosistem (batang), fase adjusment atas reaksi pasar (percabangan), dan fase maturitas atau pembentukan mahkota pohon.
Peningkatan performa logistik disebabkan visi yang jelas dan terukur, kejelasan prioritas, kejelasan kebijakan, transparansi koordinasi, kolaborasi swasta, dan dukungan anggaran.
Pada fase bibit, pemerintah dapat melakukan intervensi program logistik yang menjadi prioritas. Fase ini dalam analogi pohon akan menumbuhkan basic principles dalam ekosistem bisnis yang berimbas kepada munculnya transparansi data, kepastian berusaha (clarity), dan monitoring bersama (integrity). Akar infrastruktur menghasilkan kelancaran arus (reduce delay), efisiensi biaya, dan peningkatan volume.
Kualitas akar dan bibit yang baik dengan intervensi ekosistem akan menumbuhkan fase batang yang kuat dan tumbuh ke mana dia suka (kita artikan sebagai akibat tarik-menarik dari mekanisme pasar). Dengan demikian, jika terjadi suatu ketidakseimbangan akibat proses tarik-menarik pasar atau lingkungan ekosistem maka sebuah pohon akan menumbuhkan cabang baru untuk keseimbangan pohon dalam tumbuh dan berkembang (dalam konsep logistik ini kita sebut new type of service) yang akan menghadirkan layanan baru/novelty, itu mendorong inovasi dan investasi.
Hasil pertumbuhan akar, batang yang kuat, dan cabang yg selaras akan menghasilkan pertumbuhan utama (growth) yang dalam logistik kita akan artikan sebagai proses yang menghasilkan efficient, efficiency, competitive, safety, dan savings. Dalam tahap ini sudah masuk bentuk kolaborasi antara pemerintah dan pasar dan disebut dengan masuk fase maturitas.
Baca juga: Keandalan dan Keamanan Sistem Logistik Nasional
Tumbuh kembang pohon yang sehat (dalam proyek logistik) akan menarik minat investor (yang mungkin dapat kita gambarkan sebagai lebah yang melakukan simbiosis mutualisme dengan tumbuhan) dengan sendirinya.
Sifat seekor lebah yang hanya mencari bunga dari pohon yang sehat untuk diambil sarinya, pohon menghasilkan buah dari proses jatuhnya serbuk sari ke atas kepala putik bunga sebuah pohon. Dalam kasus India digambarkan pada masuknya investasi luar seperti kucuran dana ADB, kerja sama swasta dalam logistics parks/pembangunan rel, serta munculnya platform kolaborasi swasta sebagai sinergi dan hasil dari upaya pemerintah dalam membangun ekosistem logistik. Semua itu dilakukan untuk mewujudkan mimpi logistik yang efisien, murah, aman, dapat diandalkan. Buah dari pertumbuhan pada logsistik di India mungkin akan kita lihat bersama pada 2030.
Bagaimana dengan Indonesia?
Jika untuk saat ini kita fokus kepada teknologi, kembali kepada analogi pohon, harus ada strategi agar bibit yang kita pilih (misalnya teknologi informasi menjadi prioritas) bisa tumbuh dan berkembang walau belum dengan aspek infratsruktur (tentu untuk saat ini). Bibit yang kita bawa dan semai ini (teknologi informasi) harus mampu beradaptasi dengan pasar yang akan dihadapi (ke mana akan disemai). Karena menurut Jhawar (2015), pada dasarnya pengguna/penyedia logistik hanya menginginkan lima hal, yaitu cost, time, reliability, flexibility, dan safety.
Fitur monitor ini seperti public dashboard dan fitur national track and trace cocok diterapkan di Indonesia sebagai quick win (asumsi telah dilakukan simplifikasi probis dan regulasi ) karena digitalisasi akan menumbuhkan transparancy, clarity, dan integrity (akar dari teknologi) dan berdampak kepada ekspektasi user, yaitu time, reliability, safety. Jika kita dapat mendorong fitur public dashboard dan fitur national track and trace, itu akan memberikan tiga harapan dampak dari lima harapan user logistic, yaitu trasnparancy, reliability dan safety (jika memang sisa dua dampak lainnya butuh dorongan infrastruktur).
Baca juga: Viral Keluhan Kurir di Medsos, Infrastruktur Logistik yang Layak Diperlukan
Adapun ketika nanti saatnya membangun infrastruktur, maka pelajaran dari Pemerintah India dapat dijadikan role model bagaimana identifikasi kebutuhan moda, jaringan logistik, isu naratif, dan pendanaan investor dapat dilakukan. Semoga logistik Indonesia semakin dapat bersaing dalam dunia global.
Mencontoh sesuatu yang baik adalah sebuah pelajaran bukanlah penghinaan. Mari kita mengakui kesalahan masa lalu dan belajar lebih baik di masa depan. Semoga kita termasuk orang-orang yang mau berubah dalam usaha memajukan Indonesia. Dengan demikian, tidak ada salahnya kita menuntut ilmu tidak selalu harus ke negeri China seperti yang biasa diucapkan dalam pepatah. Namun, mari kita juga mau menuntut ilmu hingga ke negeri India.
Idham Tamim Aldary, Pemerhati Kebijakan Logistik Indonesia; Anggota Tim Teknis National Logistics Ecosystem