Tragedi Bandara Kualanamu dan Pentingnya Asuransi Tanggung Gugat
Tanggung jawab pengelola bandara sangat besar dan risiko atas tanggung jawab ini wajib diasuransikan. Karena itu, jika dirugikan akibat kelalaian pengelola bandara, penumpang atau pengunjung bisa menuntut ganti rugi.
Oleh
KAPLER A MARPAUNG
·4 menit baca
Pada 27 April 2023, Asiah Shinta Dewi Hasibuan (43) ditemukan meninggal yang diduga mengalami kecelakaan di salah satu lift penumpang di Bandara Kualanamu, Medan. Bagian Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Sumatera Utara sedang menyelidiki penyebab kecelakaan tragis ini.
Berdasarkan informasi berbagai pihak serta keterangan sementara Polda Sumut yang beredar di media sosial, patut diduga bahwa kecelakaan tersebut karena kelalaian pengelola Bandara Kualanamu. Kelalaian tersebut seperti tidak berfungsinya mikrofon di dalam lift sehingga dalam keadaan darurat penumpang tidak dapat berkomunikasi dengan operator lift serta jarak antara kereta lift dan lantai yang terlalu lebar, yaitu 60 sentimeter (cm) sehingga penumpang mudah terjatuh. Umumnya jarak kereta lift dengan lantai maksimum 1 cm.
Tanggung jawab bandara
Dasar hukum yang dapat digunakan untuk menakar tanggung jawab badan usaha bandar udara (bandara) antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Pasal 240 baleid UU ini mengatakan bahwa badan usaha bandara bertangggung jawab terhadap kerugian yang diderita pengguna jasa bandara dan/atau pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian bandara.
Tanggung jawab dimaksud meliputi kematian atau luka fisik orang, musnah, hilang, atau rusak peralatan yang dioperasikan dan/atau dampak lingkungan di sekitar bandara akibat pengoperasian bandara. Butir (3) Pasal 240 ini juga menyatakan bahwa risiko atas tanggung jawab terhadap kerugian-kerugian dimaksud wajib diasuransikan.
Melihat isi Pasal 240 tersebut, maka jelas pengelola/badan usaha bandara bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga (penumpang atau pengunjung) apabila pihak ketiga mendapatkan kerugian baik kerugian atas harta benda (property damage) maupun luka badan atau meninggal (bodily injury or death) sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian pengelola bandara. Pasal 240 ini juga sejalan dengan Pasal 359 KUHP yang menyatakan bahwa ”barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”.
Begitu besar atau tidak terbatasnya tanggung jawab pengelola bandara, sementara kemampuan keuangannya terbatas, maka hampir seluruh badan usaha bandara di dunia mengasuransikan tanggung jawab hukumnya kepada pihak perusahaan asuransi.
Wajib asuransi
Hampir semua negara di dunia membuat ketentuan wajib asuransi bagi seluruh kegiatan usaha yang berhubungan dengan angkutan udara. Ketentuan wajib asuransi ini tentu tidak bermaksud untuk memberikan pendapatan bagi industri asuransi, tetapi untuk menghindari kebangkrutan usaha-usaha penerbangan karena tanggung jawab mereka membayar ganti rugi kepada pihak ketiga yang jumlahnya bisa miliaran dollar AS per kejadian, sementara kemampuan keuangan perusahaan terbatas.
Jenis-jenis polis asuransi yang umum dimiliki badan usaha yang terkait dengan penerbangan antara lain, pertama, aircraft hull all risk and liability insurance including war risk & hi-jacking. Jenis asuransi ini untuk memberikan pelindungan terhadap kerusakan pesawat udara termasuk tanggung jawab kepada penumpang dan pihak ketiga lainnya. Polis ini juga memberikan jaminan atas risiko perang dan pembajakan.
Hampir semua negara di dunia membuat ketentuan wajib asuransi bagi seluruh kegiatan usaha yang berhubungan dengan angkutan udara.
Kedua, ground handling liability, memberikan jaminan kepada pihak ketiga, khususnya penumpang yang mengalami kerugian mulai dari check-in sampai memasuki pintu pesawat udara. Termasuk juga kerusakan barang penumpang mulai dari check in atau dari gudang sampai di pesawat udara dan sebaliknya.
Ketiga, aviation refuelling legal liability, yang memberikan jaminan kepada kerugian pihak ketiga sebagai akibat risiko yang timbul selama pengisian bahan bakar pesawat udara. Di Indonesia, cover asuransi ini umumnya dimiliki PT Pertamina (Persero). Keempat, product aviation liability, yaitu memberikan jaminan kepada pihak ketiga yang mengalami kerugian karena kegagalan suatu produk bekerja.
Kelima, air traffic control liability, yang memberikan jaminan kepada pihak ketiga yang mengalami kerugian karena kesalahan badan usaha yang mengatur lalu lintas udara. Keenam, crew personal accident & loss of licence, yaitu memberikan jaminan kepada pilot dan kru pesawat akibat kecelakaan pesawat atau penyakit lainnya sehingga lisensi seorang pilot harus dicabut oleh otoritas penerbangan.
Jenis polis asuransi terakhir yang berkaitan dengan kasus di Bandara Kualanamu adalah polis airport owner and operator liability, yaitu memberikan pelindungan kepada badan usaha bandara atas tanggung jawab hukumnya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 240 UU Penerbangan. Luas jaminan polis asuransi ini memberikan jaminan atas risiko-risiko, antara lain, karena risiko baik langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan kerugian pihak ketiga, baik yang menimpa harta benda maupun jiwa.
Risiko tersebut muncul akibat kelalaian atau kegagalan pengelola pelabuhan udara dalam mengoperasikan pelabuhan udara. Baik itu karena kesalahan yang langsung dilakukan oleh pegawai-pegawainya maupun karena peralatan serta fasilitas kerja, termasuk mesin-mesin yang dimiliki tidak bekerja dengan baik atau rusak.
Batas tanggung jawab badan usaha bandara adalah sejak penumpang atau pengunjung memasuki pelabuhan udara hingga penumpang memasuki pintu pesawat udara, termasuk tanggung jawab atas barang bawaan penumpang sejak dari counter check-in atau gudang sampai ditempatkan di pesawat udara. Tanggung jawab pengelola bandara ini tentu bisa dialihkan kepada pihak lain jika ada pekerjaan-pekerjaan yang diberikan kepada pihak/perusahaan lain, seperti perusahaan gound handling, aviation refuelling, dan air traffiic control. Namun, semua itu tetap menjadi tanggung jawab badan usaha bandara.
Sementara tanggung jawab perusahaan penerbangan (airline company) berdasarkan peraturan perundangan adalah sejak penumpang termasuk barang penumpang naik/berada di pesawat sampai penumpang dan barang turun dari pesawat di pelabuhan tujuan.
Karena begitu besar tanggung jawab badan usaha bandara kepada penumpang dan pihak ketiga lainnya, maka limit liability polis airport owner and 0perator liability juga sangat besar. Limit liability atau uang pertanggungan jenis polis ini bisa mencapai ratusan juta atau bahkan miliar dollar AS. Limit liability polis biasanya tergantung beberapa faktor, antara lain kelas bandara, domestik atau international, serta karakteristik (profesi dan kewarganegaraan) penumpang, jumlah arus penumpang/pengunjung, serta faktor lain.
Karakteristik penumpang di Bandara Kualanamu, Medan, tentu berbeda dengan bandara di Denpasar, Bali, yang banyak penumpang asing. Kita mengetahui bersama bahwa orang asing sangat tegas dalam menuntut haknya karena kesalahan orang/pihak lain karena orang asing sudah terbiasa dengan strict liability.
Kembali pada kasus kematian Asiah Shinta Dewi, maka pihak keluarga atau ahli waris boleh saja menuntut ganti rugi keuangan sesuai dengan jumlah yang mereka mau ingin tuntut. Dan, apabila tuntutan sampai kepada jalur hukum di pengadilan, maka hakim akan memutuskan berapa jumlah yang harus dibayar oleh pengelola Bandara Kualanamu, Sumatera Utara.
Kapler A Marpaung, Dosen Program MM-Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada