Tiga sasaran utama pembenahan industri sawit bergulir pada tahun ini. Selama lebih kurang 16 bulan sisa kepemimpinan Presiden Joko Widodo periode kedua, buah-buah pembenahan itu setidaknya bisa mulai dirasakan.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
Benah-benah sawit Indonesia bergulir satu demi satu. Setidaknya ada tiga sasaran besar dalam pembenahan tersebut, yakni peremajaan sawit rakyat, tata kelola industri sawit, dan pengadaan cadangan minyak goreng sawit pemerintah.
Peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan program klasik yang lamban bergulir. Dalam lima tahun terakhir, yakni 2017-2022, lahan sawit rakyat yang sudah diremajakan seluas 278.200 hektar (ha). Padahal, potensi lahan sawit rakyat yang bisa diremajakan seluas 2,8 juta hektar.
Dua sasaran lain, yakni tata kelola industri sawit dan pengadaan cadangan minyak goreng pemerintah (CMGP), juga merupakan masalah lama hulu-hilir sawit yang terakumulasi. Dalam dua tahun terakhir ini, persoalan itu mengejewantah dalam dua kasus besar.
Pertama, kelangkaan minyak goreng di dalam negeri yang terjadi pada tahun lalu. Saat itu, harga minyak goreng melangit dan dipermainkan sejumlah oknum pengambil untung. Komoditas itu juga sempat langka, memicu antrean panjang dan perebutan, serta aksi tipu-tipu.
Pada awal tahun ini, harga minyak goreng kemasan merek Minyakita juga sempat melambung di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 14.000 per liter. Padahal, Minyakita merupakan minyak goreng murah untuk rakyat dan alat pengendali harga minyak goreng.
Dalam lima tahun terakhir, yakni 2017-2022, lahan sawit rakyat yang sudah diremajakan seluas 278.200 hektar (ha). Padahal, potensi lahan sawit rakyat yang bisa diremajakan seluas 2,8 juta hektar.
Kedua, kasus dugaan korupsi usaha perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group yang mengelola lahan sawit secara ilegal di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Hal itu membuat keuangan dan perekonomian negara merugi Rp 39,7 triliun.
Perusahaan tersebut juga tidak membayar kewajiban kepada negara pada 2004-2022 sehingga negara merugi Rp 2,6 triliun dan 4,9 juta dollar AS. Kewajiban yang harus dibayarkan itu adalah dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, kompensasi penggunaan kawasan hutan, dan denda.
Pada 23 Februari 2023, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan pidana penjara selama 15 tahun kepada Surya Darmadi, pemilik perusahaan tersebut. Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti Rp 2,23 triliun dan kerugian perekonomian negara Rp 39,7 triliun (Kompas, 24/2/2023).
Tak heran jika pada tahun ini pemerintah menggulirkan program percepatan PSR dan CMGP. Berpijak dari kasus PT Duta Palma Group dan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, pemerintah juga membentuk Satuan Tugas Peningkatan Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara.
Pada 2023, pemerintah menargetkan untuk meremajakan sawit rakyat seluas 180.000 ha. Dari target itu, seluas 100.000 ha akan dilaksanakan secara mandiri di 115 kabupaten di 21 provinsi. Sisanya, 80.000 ha, dilakukan menggunakan pola kemitraan dengan beberapa perusahaan.
Dana peremajaan sawit yang dihibahkan Rp 30 juta per hektar per satu kepala keluarga petani sawit. Setiap keluarga petani sawit bisa mendapatkan alokasi dana peremajaan sawit maksimal untuk 4 hektar lahan.
Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional dan Kementerian Badan Usaha Milik Negera (BUMN) juga bakal mewujudkan CMGP melalui Holding PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III. PTPN III sedang berproses membentuk Subholding PalmCo dan SupportingCo yang diperkirakan bakal kelar pada Mei 2023.
Melalui PalmCo, produksi minyak goreng PTPN ditargetkan dapat meningkat dari 460.000 ton pada 2021 menjadi 1,8 juta ton pada 2026. Peningkatan produksi itu akan dilakukan dengan pembangunan pabrik dan peremajaan 60.000 ha sawit rakyat berbasis kemitraan.
Melalui PalmCo, produksi minyak goreng PTPN ditargetkan dapat meningkat dari 460.000 ton pada 2021 menjadi 1,8 juta ton pada 2026.
Satgas Sawit yang dibentuk pada 14 April 2023 mengemban misi untuk membenahi tata kelola industri sawit yang berujung pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak. Hal itu tidak hanya terkait dengan persoalan hak guna usaha dan sengketa lahan sawit, tetapi juga menyakut penurunan dan potensi hilangnya pendapatan negara.
Sepanjang pandemi Covid-19 dan booming harga minyak kelapa sawit (CPO) global, pendapatan negara dari pajak dan PNBP industri sawit sangat besar. Pada 2022, devisa ekspor dari industri kelapa sawit Indonesia mencapai 39,28 miliar dollar AS.
Namun, pada tahun ini, ekspor sawit Indonesia mulai turun lantaran penurunan harga CPO internasional. Badan Pusat Stastistik mencatat, nilai ekspor sawit pada Januari-Maret 2023 mencapai 5,92 miliar dollar AS. Nilai ekspor itu turun 11,34 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar 6,67 miliar dollar AS.
Penurunan nilai ekspor CPO itu berpengaruh pada penerimaan bea keluar sepanjang triwulan I-2023. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan bea keluar pada Januari-Maret 2023 sebesar Rp 3,03 triliun, turun 71,66 persen dibandingkan Januari-Maret 2022 yang mencapai Rp 10,7 triliun. Bea keluar ekspor sawit turun 72,59 persen secara tahunan.
Masa jabatan Presiden Joko Widodo periode kedua juga bakal berakhir pada Oktober 2024 atau kurang lebih 16 bulan lagi. Artinya, selama 16 bulan itu, progres mewujudkan tiga sasaran utama pembenahan industri sawit itu akan diuji.
Tiga sasaran utama pembenahan industri sawit itu bergulir di tengah arus perebutan tandan buah segar (TBS) untuk kepentingan pangan, industri nonpangan, dan biodiesel. Tiga sasaran utama pembenahan itu juga bergulir di saat atmosfer pemilihan presiden yang semakin menghangat.
Masa jabatan Presiden Joko Widodo periode kedua juga bakal berakhir pada Oktober 2024 atau lebih kurang 16 bulan lagi. Artinya, selama 16 bulan itu, progres mewujudkan tiga sasaran utama pembenahan industri sawit itu akan diuji. Meskipun tidak akan tuntas seluruhnya, buah-buah dari pembenahan itu setidaknya diharapkan bisa dipetik dan dirasakan oleh masyarakat dan para pelaku industri sawit dari hulu hingga hilir.