”Memecah Matahari” di Prangko Gerhana Matahari Total 2023
Dalam rangka mengampanyekan dan sekaligus mendokumentasikan Gerhana Matahari Total 2023, pemerintah akan mengabadikan fenomena alam ini dalam keping prangko seri Gerhana Matahari Total tepat pada 20 April 2023.
Oleh
EKO WAHYUANTO
·4 menit baca
Menjelang perayaan Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah, tepatnya pada Kamis, 20 April 2023, wilayah Indonesia, terutama di bagian timur, akan dilanda kegelapan sesaat. Pada saat itu akan terjadi fenomena alam yang paling menakjubkan, yakni Gerhana Matahari Total (GMT).
Hasil penelitian tim Observatorium Bosscha Bandung menyebutkan, ”Anda yang berada di jalur lintasan GMT berkesempatan menyaksikan pemandangan alam paling langka itu. Tepatnya berada pada posisi jalur sempit memanjang dan membentang melewati kawasan Provinsi Maluku, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua. Sementara Anda yang berada di luar jalur tersebut masih dapat mengamati Gerhana Matahari Sebagian (GMS) dalam tingkat kegelapan sedikit berkurang.”
Dalam rangka mencatat dan sekaligus mendokumentasikan peristiwa alam GMT 20 April 2023, telah dilakukan pengamatan sekaligus sosialisasi dan edukasi dilokasi jalur utama GMT. Hal ini penting guna membekali masyarakat tentang pengetahuan apa dan bagaimana dalam menghadapi peristiwa GMT tersebut sekaligus untuk meluruskan ”mitos” yang kurang tepat sehingga mengurangi dampak negatif bagi kehidupan masyarakat setempat.
Salah satu kegiatan tersebut antara lain melalui program penerbitan prangko bertajuk Gerhana Matahari Total 2023, kerja sama antara Pusat Observatorium Bosscha Bandung Institut Teknologi Bandung dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (PPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Gerhana adalah fenomena astronomi yang berkaitan dengan bayangan. GMT kali ini terjadi di mana Bulan melintas tegak lurus di antara Bumi dan Matahari sehingga mengaburkan sebagian atau keseluruhan citra Matahari bagi pengamatan di Bumi. Bayangan Bulan akan jatuh pada posisi di Bumi sesuai lintasannya dan ini yang menyebabkan Bumi alami ”kegelapan sesaat”.
Pada fase posisi Matahari tertutup total oleh bayangan Bulan, ada beberapa hal menarik yang dapat diamati. Karena intensitas cahaya Matahari menjadi sangat berkurang, keadaan akan tampak gelap seperti malam dengan bulan purnama dan langit di daerah cakrawala seperti pada sore hari menjelang malam. Atmosfer Bumi perlahan mendingin, suhu berangsur turun, sedangkan kelembaban naik, dan kecepatan angin berubah.
Di Indonesia, GMT tercatat pernah terjadi empat kali selama empat dasawarsa terakhir, yakni pada 1983, 1988, 1995, dan Maret 2016. GMT pada 20 April 2023 dapat diamati di Indonesia bagian timur dan di sebagain besar daerah lain di Indonesia akan mengalami gerhana Matahari sebagian. Durasi maksimal GMT nanti adalah 1 menit 14 detik dengan posisi pengamatan paling jelas di sekitar 51 kilometer tenggara dari Pulau Timor.
Setelah 2023, Indonesia baru akan dapat menyaksikan gerhana Matahari berikutnya pada 22 Juli 2028. Para astronom dapat memprediksi terjadinya gerhana dari perhitungan ephemeris, yaitu perhitungan posisi benda-benda langit, termasuk Matahari dan bulan. Meski demikian, sebenarnya gerhana Matahari bukankah sesuatu yang langka, karena sering kali wilayah gerhana terjadi terbatas pada area laut lepas, sehingga jauh pengamatan secara langsung.
Diabadikan dalam keping prangko
Dalam rangka mengampanyekan dan sekaligus mendokumentasikan fenomena alam paling menakjubkan ini, pemerintah menerbitkan prangko seri Gerhana Matahari Total tepat pada 20 April 2023. Prangko berteknolgi digital akan diedarkan oleh PT Pos Indonesia dengan ”cap pos” bertuliskan Kantor Pos Biak Papua, tempat di mana GMT berlangsung secara utuh.
Prangko seri Gerhana Matahari Total 2023 terdiri dari tiga ”kopur” dilengkapi dengan teknologi digital, yakni fitur ”QR Code” yang dapat menghubungkan para penggunanya dengan link yang berisikan konten seputar Gerhana Matahari Total dan dunia astronomi.
Desain prangko bergambar kisah cerita rakyat daerah Papua bertajuk ”Memecah Matahari”. Kisah cerita rakyat Papua tersebut diangkat sebagai representasi lintasan peristiwa GMT 2023 meliputi wilayah Indonesia bagian timur, terutama wilayah Papua. Beberapa titik lintasan terdiri dari Pulau Kisar, Pulau Karas, Roswar, Batu Merah, dan Biak adalah daerah yang akan mengalami gerhana Matahari secara total.
Cerita rakyat ”Memecah Matahari” dari Papua merupakan salah satu cerita legenda turun-temurun dalam budaya masyarakat yang terkait dengan astronomi. Bagi warga asli Papua, cerita-cerita yang bersumber langit memberi interpretasi tersendiri sejak berabad lampau. Ini merupakan khazanah kekayaan budaya yang unik dan menarik untuk ditonjolkan dalam mata rantai kehidupan modern.
Narasi ”Memecah Matahari” berkisah tentang perjuangan seorang pemuda pemberani bernama Rangi yang hidup di selatan kaki Pegunungan Jayawijaya, sebuah tempat tinggal di desa kecil yang diselimuti kegelapan. Rangi mencoba menyelamatkan desanya dari kegelapan dengan segala daya upaya sampai kemudian ia mendapatkan dua lembing sakti.
Berbekal dua lembing sakti tersebut, pemuda Rangi dengan gagah berani melontarkan kedua lembing kelangit untuk memecah kegelapan yang menutupi Matahari. Kegelapan yang menyelimuti Matahari pun akhirnya sirna, Rangi berhasil memecah Matahari dari kegelapan menuju cahaya yang terang. Kini desanya menjadi terang, penuh dengan cahaya Matahari.
Kisah tradisional rakyat Papua tersebut dikemas dalam rancangan tiga keping prangko. Prangko pertama menarasikan secara visual sosok pemuda pemberani Rangi mengamati desanya yang diselimuti kegelapan. Prangko kedua menarasikan Rangi mendapatkan dua lembing sakti dan digunakan untuk memecah kegelapan yang menyelimuti Matahari. Prangko ketiga menarasikan ketika Rangi melontarkan kedua lembing sakti tersebut dan berhasil memecah Matahari sehingga desanya menjadi terang benderang.
Gaya visual pada ketiga keping prangko mencoba menghadirkan elemen tradisi Papua pada ragam hias yang disematkan di tubuh Rangi, dengan hiasan pada kepala dan lembing khas Papua. Honai rumah adat khas Papua yang dapat ditemui di Lembah Baliem di Jayawijaya juga dihadirkan dalam prangko keping pertama, yang merepresentasikan desa tempat tinggal Rangi dan masyarakatnya. Sementara warna membangun suasana dari ketiga prangko tersebut, dari gelap yang ditandai dengan warna dingin menjadi warna panas mewakili terang cahaya Matahari.
Identitas kultural Papua diangkat untuk memberikan nilai kekhasan sebagai pembeda dan menegaskan kembali bahwa Indonesia sangat kaya akan ragam budayanya. Gambar yang dilukiskan dengan sarat pesan itu digarap oleh pelukis dan desainer asal Bandung, Jawa Barat, Triyadi Guntur Wiratmo.
Selain merancang prangko seri Gerhana Matahari Total, Guntur juga mendesain prangko ”Seabad Observatorium Boscha” yang terbit Januari lalu. Prangko Gerhana Matahari Total ini merupakan prangko kedua dari 12 seri prangko yang akan diterbitkan pemerintah selama tahun 2023.