Nasionalisme Sayur Lodeh, Soto, dan Lento
Makanan kesukaan Presiden RI, mulai dari Soekarno hingga Jokowi, menjadi hidangan wajib kala Presiden menjamu para tamu di Istana. Bukan sekadar wujud kuliner Nusantara, makanan-makanan itu menjadi ”kuliner politik”.

Pada 18 Maret 2023, Megawati Soekarnoputri berkunjung ke Istana Merdeka, Jakarta. Karena kunjungan itu berlangsung saat jam makan, acara bersantap lantas menyertai. Dalam kesempatan itu, Presiden Joko Widodo menyediakan sayur lodeh sebagai menu spesial. Megawati tahu benar, sayur lodeh itu makanan kesukaan Soekarno, ayahandanya, presiden pertama RI.
Munculnya lodeh sebagai menu utama santap siang Jokowi dan Megawati tersebut mengundang tafsir yang beragam. Namun, bagi banyak orang, tafsir itu berhilir satu jua: Jokowi menginginkan agar Istana Kepresidenan pasca-Pemilu 2024 tetap diisi spirit (sayur lodeh) Soekarno. Dan, tafsir hilir itu tentu yang dimaui Megawati juga.
Memang, salah satu makanan yang paling dibanggakan Istana Presiden adalah lodeh (berbahan rebung). Dalam berbagai acara, lodeh bersantan encer ini selalu diperkenalkan eksistensinya. Tentu sambil dijelaskan bahwa dahulu, pada 1950-an, Soekarno ikut intervensi dalam meracik resepnya. Hingga kini, para koki diwarisi resep lezat itu agar sang lodeh terlestarikan.
Sedikit yang tahu, apakah lodeh yang disuguhkan Jokowi kemarin itu berbahan rebung, labu siam, pepaya muda, atau gori (nangka muda). Namun, banyak yang paham bahwa sayur lodeh telah menjadi ”kuliner politik”. Itu sebabnya Kompas lantas mengangkat sayur ini sebagai headline untuk edisi 19 Maret 2023: ”Sayur Lodeh” di Pertemuan Jokowi–Megawati.
Baca Juga: Simbol Sayur Lodeh di Pertemuan Jokowi-Megawati
Makanan dan sirkus
Pada suatu kali Presiden Megawati menginstruksi saya dan Bondan Winarno (1950-2017) untuk menulis buku mengenai Istana Kepresidenan. Proyek ini mengharuskan kami menelusuk berbagai Istana Presiden di berbagai kota.
Pada kesempatan itu, Bondan yang juga ahli kuliner mengatakan bahwa sesungguhnya tak hanya sejarah gedung, gaya eksterior, interior, beserta elemen estetik Istana saja yang layak diketahui masyarakat; ragam dan gaya penyajian kuliner Istana Presiden juga menarik ditilik. Ia meyakini bahwa di balik yang enak-gurih itu terkandung spirit, filosofi, atau kebudayaan makan para penghuninya, yang tak lain pemimpin politik tertinggi di Indonesia.
Apa yang ia pikirkan agaknya merujuk kepada kalimat Decimus Iunius Juvenalis, ahli retorika dan penyair Roma abad I: Duas tamtum res anxius optat, panem et circences (hanya ada dua yang dirindukan manusia, yakni makanan dan sirkus). Kata ”sirkus” di sini pada zaman itu didekatkan dengan konotasi politeia-politik, negara. Maka, ungkapan pun mengusung arti, ”dua hal yang dirindukan manusia adalah makanan dan pertunjukan sirkus politik negara”.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (18/3/2023). Setelah dua jam mengadakan pertemuan khusus, Megawati dan Jokowi makan bersama dengan menu sayur lodeh, didampingi Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDI-P Hasto Kristiyanto (kanan) dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Pada tahun-tahun kemudian, saya ditunjuk oleh Sekretariat Negara menjadi bagian dari tim valuasi benda seni koleksi seluruh Istana Presiden. Berkaitan dengan tugas menominalisasi benda seni Istana yang berjumlah sekitar 16.000 potong itu, saya diminta untuk bekerja sambil menginap bermalam-malam di Istana Presiden. Dari Istana Bogor, Istana Cipanas, Istana Presiden Yogyakarta (Gedung Agung), dan Istana Tampaksiring. Adapun acara rapat sering dilakukan di Istana Negara dan Istana Merdeka, Jakarta.
Kala menginap itulah, saya melihat, mengamati, meneliti keunikan budaya kuliner Istana Presiden. Dan, eh, sebagian besar memang beraroma politik.
Di Istana Bogor pernah ada kebiasaan membuat cocktail ”Es Merah Putih” untuk menyuguh tamu khusus. Minuman nasionalis itu sederhana saja: kombinasi kolang-kaling merah dengan serutan kelapa muda. Atau serutan kelapa muda yang dipadu dengan merah-delima. Maka, ketika disuguhkan dalam gelas berlogo Istana dan Garuda Pancasila, seolah ada bendera yang berkibar di meja.
Minuman ”sang saka” ini adalah ide Soekarno yang direalisasi oleh Kepala Rumah Tangga Istana Hardjo Wardojo. Setelah diteruskan oleh Joop Ave pada era Soeharto, minuman warisan ini hilang dalam beberapa dekade. Ketika Watie Moerany Santosa menjadi Kepala Rumah Tangga Istana Bogor pada era Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, sensasi nasionalisme es tersebut dihidupkan lagi.
Selain lodeh (rebung) yang diagulkan di atas, makanan yang sering disuguhkan adalah sayur pakis. Beberapa penyaji memberi kesaksian bahwa Soekarno akan hilang bloeddruk-nya apabila ketemu dengan sayur ini. Muhammad, pengganti Burcher sebagai Kepala Rumah Tangga Istana Bogor era Soekarno, adalah yang mengawali cerita turun-temurun ini. Mitos pakis juga dipercaya oleh Soeharto. Lalu, sayur pakis pun dimuati makna: kepala politik boleh panas, tetapi hati pemimpin politik harus tetap adem.

Foto arsip Soekarno menikmati sayur rebung didampingi Fatmawati.
Menarik diingat, Soekarno juga sangat suka dengan sate ayam madura dipadu lontong. Alkisah pada suatu kali Soekarno siap makan di Istana Bogor. Melihat tidak ada lontong-sate, ia mendadak menghilang. Tak lama kemudian terlihat sebuah opelet berhenti di depan gerbang Istana. Yang turun ternyata Soekarno dengan kaos putih dan topi buruh untuk menyamar. Tangannya menenteng beberapa bungkus sate lontong!
Menurut Soekarno, sate ayam madura adalah lauk yang sukses menyatukan berbagai elemen dalam satu batang lidi yang kuat dan lurus. Daging dada, daging paha, kulit, ati, ampela ada dalam tusukan itu. Adapun bumbunya terbuat dari gerusan halus kacang, kecap, irisan bawang merah, cabai, dan jeruk nipis.
Menurut Soekarno, sate ayam madura adalah lauk yang sukses menyatukan berbagai elemen dalam satu batang lidi yang kuat dan lurus.
”Hayati, betapa semua elemen itu tetap memiliki rasa yang jelas ketika kita menyantap sate ayam madura. Itu ibarat Indonesia,” begitu Soekarno berkata, seperti ditirukan Sudarso, pelukis yang sering diundang Soekarno makan sate di Istana.
Ihwal sate madura yang sangat Indonesia ini dikenang lama oleh mereka yang memelihara semangat kebangsaan. Itu sebabnya Aurra Kharishma dalam ajang Miss Grand International 2020 di Bangkok mengenakan busana ”Sate Ayam Madura” ketika naik panggung. Di situ dunia baru tahu, di balik sate madura ada jiwa Indonesia rupanya.

Busana Sate Ayam Madura” yang dikenakan Aurra Kharishma dalam ajang Miss Grand International 2020 di Bangkok.
Kemudian, Presiden Abdurrachman Wahid (Gus Dur) menambah khazanah dengan sop ayam, rebus edamame (kedelai Jepang), serta aneka soto yang dianggapnya sebagai ikon masakan berbagai daerah Nusantara. Begitu dekatnya dengan soto, sampai-sampai Gus Dur tak jarang memesan soto bangkong kepada budayawan Jaya Suprana.
Menurut orang-orang dekat Gus Dur, soto bangkong adalah wakil dari ”republik soto”, yang ternyata ada di sangat banyak daerah di Indonesia. Soto betawi, soto surabaya, soto madura, soto makassar, soto pekalongan, soto bandung, soto bogor, dan seterusnya. Dan, soto setiap daerah punya macam-macam soto pula. ”Soto itu Indonesia Raya,” kata Gus Dur.
Sementara Presiden BJ Habibie menyukai sop ikan khas Sulawesi Selatan. Ia menasihati: ”Ikan itu mengandung omega-3, bagus untuk mencegah alzheimer, ya! Jadikan sop ikan makanan bangsa.”
Masakan di Istana Presiden yang sangat Nusantara itu diolah dengan imbuhan bumbu politik. Begitu juga penganannya yang berupa jajanan pasar nan sederhana, mulai dari wajik, getuk, nogosari, lemper, lopis, semar-mendem, sampai klepon.
Baca Juga: Melihat Sisi Humanis dari Selera Lidah Presiden Soekarno
Atas kue klepon, adonan tepung ketan berwarna hijau pandan dengan dibalut parutan kelapa dengan gula jawa di dalamnya, para petinggi Istana memaknai dengan intens. Klepon dilambangkan sebagai ”negeri subur berhati manis”. Meski klepon harus agak diwaspadai lantaran gula cair yang manis itu kadang muncrat tak terduga. Mirip sikap politisi.
Di Istana pernah juga populer camilan grontol jagung, yakni butir jagung rebus yang diurapi parutan kelapa. Penganan ini sangat disukai oleh Ali Sastroamidjojo, perdana menteri yang sangat dekat dengan Soekarno.
Berkait dengan penganan nasionalistik itu Soekarno pernah bilang ”Go to hell croissant, spekkoek and glace!” Kebijakan penganan presiden pertama ini diamini Soeharto, Gus Dur, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Jokowi. Maka, wajik dan kawan-kawannya resmi jadi suguhan bagi para tamu.

Penganan yang disuguhkan di Istana Presiden. Sederhana dan sangat Indonesia.
Soliditas lento
Bagaimana makanan ”kelas istana” Presiden Jokowi? ”Makanan kesukaan Presiden Jokowi khas Jawa dan beragam. Lauk yang paling disukai adalah oseng-oseng tempe, sedangkan sayuran yang paling sering disantap adalah sayur bening bayem dan tumis pepaya muda. Aksesorinya adalah teri,” tutur Tri Supriharjo, wong Solo yang 10 tahun jadi koki khusus presiden.
Camilan yang paling digemari adalah lento, gorengan ndeso yang dibuat dari ketela parut dicampur kelapa, dan diformat membulat. Ada yang bilang, Jokowi menghayati soliditas bentuk lento. Utuh, wungkul dan padat menyatu, tetapi rame rasanya. Seperti bangsa Indonesia?
Baca Juga: Seperti Dahulu Saat Santap Bersama Presiden Jokowi Digelar di Istana
Ketika berumah di paviliun Istana Bogor, Jokowi mendengar ada soto kuning, masakan khas Bogor yang bisa dibeli di beberapa di kawasan warung Jalan Suryakencana. Ia minta Tri untuk membuatnya. Jokowi juga menyukai ketoprak, persekutuan ketupat, tahu, bihun, dengan siraman bumbu kacang dan kecap. Kabarnya kesukaan ini tumbuh jadi keharusan ketika ia menjadi Gubernur Jakarta. Ketoprak memang makanan khas Jakarta. Ya, di mana kota dipijak, di situ makanan dijunjung.
Untuk minuman, sang Presiden ingin mengajarkan yang bagus-bagus. Jus melon, apel, dan kedondong menjadi minuman wajib. Ini ditimpali dengan jamu, yang mengompilasi delapan potong temulawak, tiga potong jahe, dan enam potong kunyit sehingga dirinya sehat dan mampu blusukan ke mana-mana. ”Temulawak itu jamu Indonesia yang tiada duanya di dunia!” kata Jokowi pada suatu kali.
Aha, politik lagi.
Agus Dermawan T, Pengamat Kebudayaan; Penulis Buku ”Dari Lorong-lorong Istana Presiden”; Narasumber Ahli Koleksi Benda Seni Istana Presiden

Agus Dermawan T