Akumulasi kecemasan telah menyebabkan mereka mulai melawan. Ada titik ketika mereka masih bisa menerima keadaan. Namun, tekanan terus-menerus dan terlalu lama memunculkan aksi balik dari karyawan.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
KOMPAS/ILHAM KHOIRI
Andreas Maryoto, wartawan harian Kompas
Sebuah surat yang ditandatangani lebih dari 1.400 karyawan Google dikirim ke CEO Alphabet, induk dari Google, Sundar Pichai. Mereka meminta agar Pichai berhati-hati dalam menangani pemutusan hubungan kerja. Karyawan meminta agar suara mereka didengarkan dan dipertimbangkan. Harapan mereka agar Pichai tidak menjadi ”setan” dalam keputusan yang menyangkut masa depan karyawan dari berbagai negara. Reaksi karyawan terhadap PHK bakal menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Surat itu muncul karena kecemasan mereka terhadap kemungkinan PHK di perusahaan itu. Pada 20 Januari lalu, Pichai telah mengirim surat elektronik kepada para karyawannya. Di dalam surat itu disebutkan perusahaan akan memangkas sekitar 12.000 pekerjaan dan bahwa dia bertanggung jawab penuh atas keputusan yang membawa mereka pada situasi ini. Berbagai keluhan kemudian muncul dengan keputusan itu. Ada yang kaget, ada yang menyayangkan, dan banyak cerita sedih lainnya.
Dalam suratnya mereka mengatakan, dampak keputusan Alphabet untuk mengurangi tenaga kerjanya bersifat global. Selama ini tidak ada suara pekerja yang dipertimbangkan secara memadai dan mereka tahu bahwa sebagai pekerja mereka lebih kuat bersama daripada sendirian. Dengan demikian, mereka datang bersama-sama dari seluruh dunia untuk didengar. Ada beberapa poin permintaan mereka.
Mereka meminta agar perekrutan karyawan baru dihentikan selama proses PHK. Mereka meminta keleluasaan dalam meninggalkan pekerjaan dan keleluasaan pengurangan waktu kerja sukarela sebelum tanggal PHK dilaksanakan. Mereka juga memintakan agar diizinkan terjadi ”pertukaran” karyawan untuk lebih menghindari kekosongan jabatan atau pekerjaan sebelum tanggal PHK dilaksanakan.
AFP/NOAH BERGER
Foto pada 27 Juni 2022 ini memperlihatkan seorang karyawan sedang berjalan melintasi logo Google di Mountain View, California, Amerika Serikat. Perusahaan induk Google, Alphabet, ketika itu mengumumkan 12.000 pemutusan kerja secara global pada 20 Januari 2023.
Permintaan mereka selanjutnya adalah agar perusahaan memberikan prioritas untuk mempekerjakan kembali karyawan Alphabet yang baru saja diberhentikan. Alternatif lainnya adalah mengutamakan opsi transfer internal, memprioritaskan akses pekerjaan tanpa perlu wawancara ulang, dan menyepakati paket pesangon yang adil. Google juga diharapkan menghormati mereka yang sedang menjalani cuti. Mereka meminta agar pemberitahuan PHK diberikan sampai cuti selesai. Pekerja yang hendak terkena PHK sebaiknya diberi tahu secara langsung dan sebaiknya diberi kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal kepada rekan kerjanya.
Perlawanan atau setidaknya peringatan bagi para pengelola perusahaan teknologi mulai terlihat di berbagai perusahaan. PHK yang terus-menerus menyebabkan mereka tidak bisa tenang bekerja dan menjalani hidup mereka. ”Setelah mereka, mungkin saya.” Begitu beberapa pekerja mengungkapkan pendapatnya. Setelah satu kasus PHK ke kasus PHK yang lain yang belum pasti waktu berhentinya memang meresahkan karyawan. Perusahaan-perusahaan yang ingin memperbaiki laporan keuangannya cenderung memilih langkah paling mudah dengan cara mengurangi biaya melalui pengurangan karyawan.
Di Swiss, rencana PHK memicu reaksi pengorganisasian sejumlah pekerja. Pada pertengahan Februari, sebanyak 250 pekerja di kantor Google di Zurich keluar dari pekerjaan sebagai protes terhadap pemutusan hubungan kerja yang saat ini sedang dinegosiasikan di kantor raksasa teknologi AS di Eropa. Tindakan itu didorong oleh para pekerja itu sendiri karena takut akan terjadi pembalasan oleh perusahaan. Mereka menyatakan bahwa masalah terbesar adalah begitu banyak ketidakpastian bagi para pekerja dan mereka menyatakan tidak ada alasan yang masuk akal untuk memberhentikan 6 persen tenaga kerja.
Analisis mengenai hal ini sudah dilakukan oleh beberapa ahli. Akumulasi kecemasan telah menyebabkan mereka mulai melawan. Ada titik ketika mereka masih bisa menerima keadaan. Namun, tekanan terus-menerus dan terlalu lama memunculkan aksi balik dari karyawan. Mereka tidak akan diam menerima kenyataan yang boleh dibilang menekan dan tiba-tiba bisa menimpa mereka kapan pun. Sebuah surat elektronik dari perusahaan yang muncul di dalam daftar surat elektronik mereka kini membuat mereka langsung tidak tenang.
Jurnalis lepas dari Belgia yang banyak menulis tentang usaha rintisan, teknologi, dan gerakan sosial, Tom Cassauwers, dalam sebuah laman menulis, apakah PHK akan menekan pengorganisasian pekerja atau menggembleng mereka? Bagi banyak orang, harapannya adalah skenario kedua yang akan menang. PHK akan memotivasi lebih banyak pekerja untuk bergabung dengan serikat pekerja. Saat ini adalah saat ketika para pekerja menginginkan suara mereka didengar. Mereka ingin tahu mengapa selama ini mereka sendirian dan sekarang mereka ingin menggunakan kekuatan mereka untuk menuntut kondisi yang lebih baik.
Apakah hal ini akan terwujud? Kita masih harus melihat lebih jauh. Namun, yang pasti, pertanyaan tentang pengorganisasian pekerja teknologi tidak bakal terkubur. Salah satu ahli meramalkan lanskap yang lebih kontroversial antara pekerja dan manajemen di masa depan. Sesuatu yang akan menarik adalah perusahaan bakal membayar pekerja lebih baik. Ketika PHK masih sangat diinginkan oleh perusahaan, mereka akan memiliki pengaruh untuk melakukan langkah-langkah perlawanan atau koreksi.
PRASETYO EKO PRIHANANTO
Logo Amazon terlihat di Lauwin-Planque, Perancis utara, Minggu (19/3/2020). Ketika itu, ratusan karyawannya di Perancis protes meminta perusahaan asal Amerika Serikat itu menghentikan atau mengurangi operasi sementara sehingga karyawan bisa mengontrol mobilitas diri selama masa pandemi memuncak.
Perlawanan paling kuat adalah ketika karyawan Amazon membentuk serikat pekerja. Pada 1 April 2022, para pekerja Amazon di JFK8 Fulfillment Center di Staten Island, Amerika Serikat, membuat sejarah dengan memberikan suara untuk membentuk Amazon Union yang pertama dalam sejarah AS. Tuntutan mereka sederhana, yaitu gaji yang lebih baik, tunjangan yang lebih baik, dan kondisi kerja yang lebih baik. Pekerja Amazon tahu, satu-satunya cara mereka menekan perusahaan untuk memperlakukan kami dengan hormat adalah dengan bersatu di bawah satu panji dan menggunakan hak mereka untuk bersatu sebagai serikat pekerja independen.
Reaksi dari karyawan Amazon menyebar ke beberapa negara. Pada Agustus tahun lalu, karyawan gudang di seluruh Inggris mengadakan protes tidak resmi di kantin gudang, sementara pemogokan di wilayah Coventry beberapa waktu lalu dilakukan secara terbuka. Mereka mengeluh tentang gaji dan kondisi kerja. Tuntutan-tuntutan mendasar ini diperkirakan akan meluas ke berbagai negara karena mereka merasakan hal yang sama. Para karyawan merasa lebih kuat ketika mereka bersatu.
Apakah reaksi seperti ini akan muncul di perusahaan teknologi di Indonesia? Sudah pasti. Bisik-bisik di kalangan karyawan beberapa perusahaan teknologi menginformasikan bahwa mereka ingin membentuk serikat pekerja untuk mengoreksi langkah-langkah perusahaan. Kehadiran serikat pekerja di perusahaan teknologi tinggal menunggu waktu. Perusahaan yang selama ini memiliki alasan kuat untuk melakukan PHK mungkin tidak terlalu cemas. Namun, mereka yang melakukan PHK secara acak akan mendapat perlawanan dari karyawan. Sebagian karyawan pasti akan mencari ”logika” dalam setiap PHK. Apabila tidak ditemukan, mereka akan membuat reaksi. Di sisi lain, cara-cara mengumumkan PHK mungkin perlu diperbaiki agar karyawan merasa lebih dihargai.