Blunder Kebijakan Pengangkatan Guru
Secara sepihak Kemendikbudristek membatalkan 3.043 guru yang mestinya tinggal ditempatkan di sekolah. Dugaan kesalahan yang bersifat administratif dalam seleksi PPPK itu bisa diuji melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
Lagi-lagi kebijakan pendidikan yang diambil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem A Makarim dan jajarannya, terutama terkait pengangkatan guru dengan skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK untuk mewujudkan janji pengangkatan satu juta guru, berujung blunder. Mas Menteri dan jajaran tak belajar dari sejarah, bertindak bak montir amatir: terima bongkar, tidak terima pasang!
Kisruh pembatalan P1
Hal terbaru adalah peristiwa terbitnya surat pengumuman Nomor 1199/B/GT.00.08/2023 oleh Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) atas nama Mendikbudristek tentang Pembatalan Penempatan Pelamar Prioritas 1 (P1) pada Seleksi Guru PPPK Tahun 2023. Dalam surat tersebut, secara sepihak Kemendikbudristek membatalkan 3.043 guru yang mestinya tinggal ditempatkan di sekolah.
Dari mendengarkan aspirasi seribu guru yang hadir dalam Forum Aspirasi Guru Indonesia yang digagas PB PGRI melalui platform daring, pada Selasa, 7 Maret 2023, diperoleh beberapa catatan terhadap kebijakan Mas Menteri tersebut.
Pertama, kita prihatin atas kebijakan Kemendikbudristek sebagai leading sector yang menaungi guru, yang justru membatalkan penempatan 3.043 guru pelamar P1. Hal ini juga merupakan bentuk ketidakprofesionalan dari panitia seleksi nasional (panselnas) yang di dalamnya, selain Kemendikbudristek, juga terdapat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), sebagai penyelenggara.
Menjadi semakin terlihat amatir karena mereka mengulang rangkaian karut-marut kebijakan seleksi guru PPPK yang sudah terjadi sejak tahun 2021 (Kompas, 5/10/2021).
Atas kebijakan ini, muncul desakan terhadap Kemendikbudristek untuk mencabut surat pengumuman pembatalan penempatan dan memulihkan status 3.043 guru pelamar P1. Sebab, secara obyektif, para guru pelamar P1 adalah mereka yang sudah dinyatakan lulus seleksi administrasi dan memenuhi nilai ambang batas dalam Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (SSCASN) 2021/2022.
Selanjutnya, para guru pelamar P1 ini dijanjikan tinggal menunggu penempatan instansi saja. Informasi tersebut juga sudah diumumkan dalam SSCASN yang tertera di akun mereka masing-masing.
Baca juga : Guru PPPK Menggugat Dalam Duka
Baca juga : Guru Prioritas 1 Diangkat Jadi PPPK Tanpa Tes Tahun Ini
Kedua, panselnas dan seluruh jajarannya diimbau untuk turun langsung memberikan penjelasan secara terbuka, resmi, detail, lengkap, dialogis, dan solutif mengenai alasan di balik pembatalan penempatan 3.043 guru pelamar P1.
Ketiga, semula kita mencoba memahami alasan panselnas agar diadakan verifikasi dan validasi untuk memetakan data guru yang meninggal, pensiun, alih profesi, data pokok pendidikan (dapodik) tidak aktif, atau alasan lainnya. Namun, jangan sampai hal tersebut justru dijadikan alasan untuk kemudian merugikan para guru.
Sebab, tanpa informasi atau alasan yang jelas, para guru itu tiba-tiba dibatalkan penempatannya. Proses sanggah yang ada ternyata bukan sanggah oleh guru yang bersangkutan, melainkan diterjemahkan sebagai verifikasi dan validasi internal oleh panselnas. Bukankah ini serupa dengan kebijakan yang mengandung muslihat?
Karena itu, semestinya panselnas mengirimkan pemberitahuan melalui akun SSCASN tiap-tiap guru dengan memberikan penjelasan kriteria atau poin apa saja yang belum terpenuhi sehingga menyebabkan status penempatan mereka dibatalkan.
Kemudian membuka kembali masa sanggah dan mengadakan pemberkasan ulang bagi 3.043 guru pelamar P1 untuk bisa membuktikan kesesuaian persyaratan yang dimiliki. Apabila 3.043 guru pelamar P1 tetap dibatalkan penempatannya, maka para guru sejumlah yang dibatalkan wajib diangkat dan mendapatkan prioritas untuk mengisi formasi guru PPPK di gelombang berikutnya tanpa harus melalui seleksi tes.
Ketiga, panselnas harus segera menuntaskan persoalan guru honorer melalui pengangkatan 65.954 guru P1 dan 193.954 guru lulus ambang batas sebagai PPPK, serta mendorong pembukaan formasi guru seluas-luasnya oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah agar target perekrutan satu juta guru bisa dipenuhi selambatnya 2024.
Keempat, di setiap pengumuman seleksi PPPK, panselnas hendaknya bisa mengumumkan penempatan ataupun optimalisasi secara berkeadilan dengan mengakomodasi semua pelamar, baik P1, P2, P3, maupun P4, yang memenuhi syarat. Jangan sampai suasana kebatinan para guru tercederai untuk kesekian kalinya, merasa digantung nasibnya, diberi harapan palsu, atau malah dibohongi pemerintah.
Perlawanan guru
Melihat situasi yang dihadapi para guru yang selama ini terlihat nrimo ing pandum, patuh, penurut, pasrah, dan santun (apalagi di saat langkah-langkah dialogis yang dikedepankan selalu menemui jalan buntu), jangan heran jika mereka tiba-tiba melakukan upaya perlawanan hukum dengan melapor kepada Ombudsman mengenai dugaan penyimpangan dalam penyelenggaraan seleksi PPPK oleh penyelenggara negara.
Dugaan kesalahan yang bersifat administratif dalam seleksi PPPK yang dilakukan penyelenggara negara tersebut juga bisa diuji melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
Jangan menunggu guru menggalang aksi turun ke jalan ataupun mogok mengajar semata demi menuntut keadilan yang berpihak pada kepentingan para guru dan masa depan pendidikan Indonesia.
Profesi guru harus mendapatkan jaminan kesejahteraan, perlindungan, penghargaan, dan karier dari pemerintah.
Mengulang blunder
Ke depan, agar tidak lagi melakukan blunder, semestinya Kemendikbudristek membuat skema tata kelola perekrutan guru yang holistik, komprehensif, efektif, dan rapi secara bergotong royong dengan menggandeng semua pemangku kepentingan pendidikan.
Pemangku kepentingan itu, mulai dari Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dinas pendidikan, Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Komisi X DPR, organisasi profesi guru, Forum Guru Honorer, hingga Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Formulasi yang ada selama ini dianggap kurang efektif dan lebih sering menimbulkan kegaduhan. Faktanya sampai kini kita masih dilanda darurat kekurangan guru.
Selanjutnya untuk memastikan pendidikan dikelola oleh guru-guru berkualitas dan profesional, maka selain skema PPPK yang diajukan, skema penerimaan CPNS juga harus dibuka kembali agar minat menjadi guru mendapatkan tempat di hati dan pikiran para generasi muda terbaik bangsa. Profesi guru harus mendapatkan jaminan kesejahteraan, perlindungan, penghargaan, dan karier dari pemerintah.
Tanpa itu, generasi muda akan memandang sebelah mata profesi guru sebagai pilihan masa depan. Mereka akan lebih melirik profesi lain yang bisa menjamin untuk mendapatkan mobil Rubicon dan memajang motor Harley Davidson di garasi rumah mereka!
Sumardiansyah Perdana Kusuma, Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat PB PGRI