Pengentasan Kemiskinan Ekstrem Melalui Manajemen Hulu-Hilir
Strategi penanganan kemiskinan ekstrem perlu ditingkatkan di ranah hulu dan hilir. Ranah hulu terkait kebijakan yang dibuat, hilir berkaitan dengan implementasi kebijakan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.
Oleh
AHMAD ADI SUSILO
·3 menit baca
SUPRIYANTO
ilustrasi
Pemerintah telah menciptakan indikator baru terhadap masyarakat dengan kategori miskin, yakni miskin ekstrem. Upaya pengentasan kemiskinan ekstrem telah menjadi perbincangan hangat, dan pemerintah telah menetapkan upaya ini menjadi isu strategis untuk segera ditangani, yaitu melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem (Inpres PPKE).
Terdapat perbedaan miskin ekstrem dengan kemiskinan biasa. Pengeluaran orang per hari dihitung Rp 10.739 untuk kemiskinan ekstrem (ditentukan menggunakan absolute poverty measure) dan Rp 15.750 untuk kemiskinan nasional. Tidak sedikit dari pemerintah daerah merasa terkejut mendapati masyarakat di daerahnya yang masuk kategori miskin ekstrem.
Memang dari sisi bahasa, penggunaan istilah “miskin ekstrem” disamaartikan dengan keadaan yang miskin parah, miskin paling ujung atau absolut. Pandangan awam menilai kondisi hidup masyarakat dalam kategori ini tidak berdaya dan termasuk golongan ekonomi paling bawah.
Beragam tafsiran telah banyak dibicarakan oleh para ahli dalam melihat pengertian kemiskinan. Mereka tidak hanya mengukur kemiskinan sekadar pengeluaran atau pendapatan orang per hari.
Chambers dan Nasikun (2001) berpendapat bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep yang memiliki lima dimensi. Lima dimensi itu meliputi kemiskinan (poverty), ketidakberdayaan (powerless), kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), ketergantungan (dependence), dan keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.
Sehingga, hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Warga miskin kota beraktivitas di gubugnya yang berada di sempadan Kanal Barat Ciliwung, yang membelah kawasan Tanah Abang, Jakarta, Minggu (23/10/2022). Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan Badan Pusat Statistik mencatat, terjadi penurunan secara nasional tingkat kemiskinan ekstrem dari 2,14 persen pada Maret 2021 menjadi 2,04 persen pada Maret 2022. Tetapi apabila dilihat per daerah, terdapat 14 provinsi mengalami peningkatan kemiskinan ekstrem, termasuk DKI Jakarta.
Kemiskinan di Indonesia dicirikan oleh banyaknya rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan. Akibatnya, meski tidak tergolong miskin, mereka rentan mengalami kemiskinan. Kondisi kemiskinan yang dinamis ini mengakibatkan data kemiskinan harus sering diperbarui, serta pertimbangan akan perbedaan antar daerah yang beragam.
Ukuran kemiskinan yang hanya didasarkan kepada pendapatan atau pengeluaran seringkali tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pelik yang dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Selain karakteristik kemiskinan yang relatif, karakter lain yang menonjol dalam konteks Indonesia yakni kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural mengacu kepada situasi yang disebabkan oleh keterbatasan masyarakat terhadap akses sumber daya yang terjadi dalam sistem sosial dan politik.
Ukuran kemiskinan yang hanya didasarkan kepada pendapatan atau pengeluaran seringkali tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya.
Sistem ini berlandaskan kepada hubungan pribadi antara pihak yang tidak setara, antara pemimpin (patron) dan pengikutnya (klien). Masing-masing pihak membuat jalinan istimewa yang memiliki kepentingan untuk saling ditawarkan. Dalam kondisi yang seperti ini, sumber daya publik disalurkan atas dasar dukungan. Keadaan ini tidak mendukung adanya pembebasan kemiskinan, tetapi justru menyebabkan suburnya kemiskinan.
Manajemen hulu-hilir
Strategi kebijakan yang dipersiapkan pemerintah untuk mencapai target percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem meliputi, pertama, pengurangan beban pengeluaran masyarakat melalui pemberian bantuan sosial, jaminan sosial dan subsidi yaitu kelompok program/kegiatan. Kedua, peningkatan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat. Ketiga, penurunan jumlah kantong-kantong kemiskinan melalui pembangunan infrastruktur pelayanan dasar.
Sedangkan sumber-sumber pendanaan untuk menjalankan program percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem menggunakan APBN, APBD, APB Des, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pemerintah daerah juga bisa membuat program sendiri untuk PPKE disesuaikan dengan ketersediaan anggaran di daerah dan memperhatikan program-program yang telah berjalan.
Strategi penanganan kemiskinan ekstrem perlu ditingkatkan di ranah hulu dan hilir. Ranah hulu yang dimaksud terkait kebijakan yang dibuat, sedangkan hilir berkaitan dengan implementasi kebijakan yang berhubungan secara langsung dengan masyarakat.
Seringkali permasalahan selama ini bukan pada ranah hulu, namum hilir. Seperti proses pendataan kelompok penerima bantuan, transparansi penyaluran, kapasitas kader Program Keluarga Harapan (PKH), dan penyaluran melalui e-warung/bank/kantor pos dalam proses pemberian bantuan sosial; tingkat tepat sasaran kelompok, efektivitas, dan tindak lanjut dalam proses pemberdayaan; serta kapasitas pemberi layanan dan kualitas yang sesuai standar dalam infrastruktur pelayanan dasar.
Ketimpangan prioritas pos anggaran dalam penyusunan anggaran dapat menyebabkan pemiskinan semakin parah terjadi.
Dengan kata lain, implementasi pengentasan kemiskinan sangat bergantung kepada para pelaksana di tingkat daerah. Penguatan di area hilir ini tentu mendesak segera dilakukan. Peran dan fungsi area hilir ini yang berinteraksi secara langsung dengan kelompok masyarakat, termasuk masyarakat kategori miskin. Pentingnya penguatan area hilir ini menyangkut secara langsung dengan hak masyarakat untuk berpartisipasi.
Hak asasi manusia
Perubahan sosial ke arah penguatan otonomi daerah telah melahirkan persoalan yang rumit menyangkut keterbatasan lokal dalam mengelola kepentingan daerah. Anggaran menjadi salah satu indikator respon negara dalam memenuhi hak-hak masyarakat untuk memperoleh akses yang layak secara sosial ekonomi. Apalagi sumber pendanaan dalam program PPKE, pemerintah di semua tingkatan dapat membuat program yang dialokasikan dari sumber pendanaaan masing-masing. Tentu kapasitas alokasi anggaran yang tepat sasaran menjadi begitu penting.
Sebuah pendekatan berbasis hak tidak berarti sebuah pendekatan kedermawanan (charity approach), sekadar bantuan, atau kepuasan sesaat untuk masyarakat, namun upaya pertolongan untuk mempertajam strategi dalam perubahan struktural jangka panjang. Ketimpangan prioritas pos anggaran dalam penyusunan anggaran dapat menyebabkan pemiskinan semakin parah terjadi.
Dengan kata lain, persoalan anggaran bukan sekadar persoalan politik birokrasi atau ekonomi-teknokratik, namun juga persoalan hak asasi manusia, khususnya terkait pemenuhan hak sosial-ekonomi masyarakat. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi, maka upaya penanganannya juga harus dilakukan melalui strategi yang multidimensi pula. Memastikan anggaran yang berbasis kepada pemihakan kaum miskin ditambah penguatan terhadap area distribusi bagian hilir, dengan demikian merupakan pengejawantahan terhadap penghormatan hak asasi manusia.