Kecerdikan Erdogan, Kurdi, dan Paludan
Upaya Finlandia dan Swedia menjadi anggota Nato ditentang Turki dan Hongaria kecuali kedua negara itu menerima sejumlah persyaratan mereka. Dinamika politik terkait Kurdi dan Paludan jadi alasan Turki menolak Swedia.

Ilustrasi
Invasi Rusia ke Ukraina menghadirkan krisis pangan, energi, inflasi tinggi, dan krisis sosial-politik di mana-mana. Persepsi keamanan dan geopolitik pun berubah. Finlandia dan Swedia terbangun oleh perasaan terancam oleh tetangganya itu.
Maka posisi netral yang secara tradisional dianut kedua negara nordik itu dipandang tidak relevan lagi. Mereka pun melamar untuk menjadi anggota Organisasi Pakta Atlantik Utara (NATO) guna mencegah kemungkinan Rusia meluaskan palagan perangnya ke negeri mereka.
NATO menyambut lamaran mereka untuk memperbesar organisasi itu vis a vis negara pemilik senjata nuklir Rusia. Tetapi keinginan mereka menghadapi hambatan dari Turki, anggota NATO dengan militer terbesar kedua setelah Amerika Serikat (AS).
Sesuai ketentuan NATO, diterimanya anggota baru harus disetujui oleh semua anggota. Untuk sementara Turki dan Hongaria adalah penentang keanggotaan Swedia dan Finlandia kecuali keduanya menerima sejumlah persyaratan mereka.
Baca juga: Dipicu Pembakaran Al Quran, Erdogan Tolak Dukung Swedia Masuk NATO
Baca juga: Finlandia Menuju NATO Tanpa Swedia
Tetapi Perdana Menteri Hongaria Victor Orban berjanji parlemen Hongaria akan segera menyetujui lamaran mereka. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan justru memperkuat penentangannya, terutama terkait dengan Swedia, baik karena belum dipenuhinya tuntutan Turki berkaitan dengan Kurdi maupun dinamika politik di Swedia berkaitan dengan ulah Rasmus Paludan -- politisi sayap kanan Denmark-Swedia yang memimpin Partai Stram Kurs (Garis Keras) – yang kembali membakar Al Quran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm.

Pengunjuk rasa berkumpul di sepan Konsulat Jenderal Swedia di Istambul pada 22 Januari 2023 setelah Rasmus Pakudan, politisi sayap kanan Denmark-Swedia yang memimpin Partai Stram (Garis Keras) membakar salinan Al Quran di dekat Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Ulah Poludan ini meningkatkan ketegangan Swedia dengan Turki.
Isu Kurdi
Selain menuntut mencabut larangan ekspor senjatanya ke Turki, Erdogan juga mendesak pemerintah Swedia mengekstradisi orang-orang Kurdi anggota partai kiri PKK (Partai Pekerja Kurdistan) yang sejak 1984 mengangkat senjata melawan Ankara dan mereka yang terlibat kudeta gagal pada 2016 yang dituduh Erdogan digerakkan oleh ulama Turki Fethullah Gulen.
Dahulu, Gulen yang cukup berpengaruh dalam perpolitikan domestik Turki adalah sekutu Erdogan. Namun, keduanya berpisah setelah Gulen bersikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan Erdogan. Terkait kudeta 2016 yang dimotori militer, pemerintah Erdogan telah menangkapi puluhan ribu orang dari berbagai latar belakang. Tetapi masih banyak simpatisan Gulen di luar negeri, termasuk di Swedia.
PKK menuntut pemberlakuan otonomi luas bagi etnis Kurdi yang memang mendapat perlakuan diskriminatif. Tuntutan agar budaya mereka diakui dengan mengizinkan bahasa Kurdi diajarkan di sekolah-sekolah Kurdi tidak dikabulkan.
Nasionalisme ekstrem yang dibangun Mustafa Kemal Attaturk, pendiri Turki modern pasca keruntuhan Imperium Usmani pada 2023, memang tidak mengakui eksistensi budaya etnis lain di luar etnis Turki. Etnis Kurdi sendiri dianggap sebagai orang Turki gunung.
Aktivitas politik pendukung PKK dan Gulen di Swedia dan Finlandia yang dilindungi negara dilihat Erdogan dan kaum Kemalis sebagai tindakan mengabaikan kedaulatan, bahkan mendestabilisasi Turki.
Kekerasan dalam perjuangan mereka, yang telah mengakibatkan 40.000-an etnis Kurdi dan Turki meregang nyawa, berujung kepada pelabelan mereka sebagai teroris oleh Turki, AS, dan Uni Eropa. Sebagai anggota penting NATO, Turki sangat strategis dan instrumental bagi NATO dalam mengendalikan akses Rusia ke Laut Tengah, membendung pengaruh Iran, dan menjaga hegemoni Barat di Timur Tengah.
Maka upaya destabilisasi Turki tak dapat diterima NATO. Tetapi tidak bagi Swedia dan Finlandia, yang nampak bersimpati pada cita-cita Kurdi, etnis terbesar di dunia, yang terserak di Suriah, Irak, Iran, selain Turki, yang belum pernah memiliki negara.
Upaya Erdogan membasmi PKK hingga ke Suriah dan Irak dengan melakukan operasi militer di sana sampai hari ini tidak berhasil. Aktivitas politik pendukung PKK dan Gulen di Swedia dan Finlandia yang dilindungi negara dilihat Erdogan dan kaum Kemalis sebagai tindakan mengabaikan kedaulatan, bahkan mendestabilisasi Turki. Dus, masuk akal apabila Erdogan meminta kedua negara itu mengubah kebijakannya terhadap Kurdi dengan melarang aktivitas politik kedua kelompok itu.
Baca juga: Sempat Akan Maju Sendiri, Finlandia Tetap Ingin Bareng Swedia Masuk NATO
Swedia dan Finlandia telah mengamandemen konstitusi untuk memungkinkan mereka meloloskan Undang-Undang Anti Terorisme yang lebih keras guna mengakomodasi tuntutan Turki berupa larangan kelompok anti Turki berkiprah di negara mereka. Erdogan telah puas dengan langkah-langkah yang diambil Finlandia, tetapi masih menekan Swedia untuk berbuat lebih banyak. Swedia telah mengekstradisi simpatisan PKK dan mencabut larangan ekspor senjata ke Turki, tetapi ogah mengekstradisi jurnalis Kurdi.
Bagaimanapun, dengan tekanan AS dan NATO agar lamaran Swedia segera direalisasi, Turki dan Swedia khususnya terus berunding untuk menyelesaikan perbedaan mereka. Namun, secara tak terduga, dinamika politik di Swedia membuyarkan semuanya. Penundaan ratifikasi keanggotaan Swedia juga akan menjadi lebih lama akibat gempa bumi dahsyat di Turki, yang menghancurkan semua kota di tenggara negara itu, dan menewaskan 50.000-an orang. Pemerintah Swedia mengirim bantuan kemanusiaan yang signifikan ke Turki.

Warga Kurdi yang tinggal di Kota Qamishii, Suriah, 27 November 2022, menggelar demonstrasi menolak rencana serangan militer Turki ke Suriah utara yang dihuni mayoritas suku Kurdi. Militer Turki berencana untuk melakukan serangan darat ke Suriah utara, basis kelompok Kurdi. Ankara menuding Partai Pekerja Kurdistan bertanggung jawab atas dua peristiwa di Turki yang menyebabkan 10 orang tewas dan puluhan lain terluka.
Pembakaran Al Quran
Merespons tuntutan Erdogan agar Swedia mengekstradisi simpatisan PKK dan Gulen, pada awal Januari orang-orang Kurdi di Swedia melakukan protes anti-Erdogan secara besar-besaran disertai penggantungan boneka menyerupai Presiden Turki itu. Demonstrasi di Balai Kota Stockholm itu mendapat perlindungan polisi setempat. Lalu, demi menaikkan popularitas partainya, pada 21 Januari Paludan memanfaatkan kekisruhan Turki-Swedia dengan membakar Al Quran.
Pemilu tahun lalu, Partai Stram Kurs tidak meraih satu pun kursi parlemen. Bagaimanapun, aksi Paludan dikecam beberapa negara Islam, seperti Arab Saudi, Yordania, Pakistan, dan Indonesia. Erdogan bahkan membatalkan rencana kunjungan menteri pertahanan Swedia ke Ankara untuk melanjutkan perundingan tentang lamaran Swedia.
Sebelumnya, ia juga membatalkan rencana kunjungan Ketua Parlemen negara itu. Lebih jauh, Erdogan menyatakan Swedia tak usah berharap Turki akan menyetujui lamarannya menjadi anggota NATO dan menunda tanpa batas waktu rencana pertemuan NATO membicarakan lamaran Swedia dan Finlandia.
Bagaimanapun, aksi Paludan dikecam beberapa negara Islam, seperti Arab Saudi, Yordania, Pakistan, dan Indonesia.
Pembakaran Al Quran di depan keduataan Turki merupakan penghinaan kepada negara dan menyakiti 82 juta warga Muslim Turki. Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billsrom mengungkapkan penyesalan atas insiden itu. “Provokasi Islamphobia sangat mengerikan. Swedia menjunjung kebebasan berekspresi, tetapi bukan berarti pemerintah Swedia, atau saya sendiri, mendukung kebebasan yang diungkapkan (Paludan),” katanya.
Sebagaimana negara Islam lain, Indonesia juga mengutuk keras aksi Paludan. Kementerian Luar Negeri menyatakan aksi tersebut merupakan penistaan kitab suci dan melukai serta menodai toleransi umat beragama. Kebebasan berpendapat seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab.
Swedia memang mendefinisikan kebebasan berekspresi secara luas guna menghindari multiinterpretasi atas kebebasan itu. Tetapi tentu saja sulit diterima umat beragama manakala kebebasan berekspresi mencakup juga kebebasan melecehkan keyakinan agama orang lain. Terlebih kebebasan semacam itu dapat mengganggu hubungan antar umat beragama, berpotensi menimbulkan ancaman keamanan dan perdamaian dunia di saat kerja sama internasional menghadapi berbagai cobaan bersama -- perubahan iklim, perang, dan kemiskinan, -– urgen untuk dilakukan.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu (tiga dari kiri) berjabat tangan dengan Perdana Menteri Swedia Magdalena Andersson (kanan) disaksikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (tiga dari kanan), Presiden FInlandia Sauli Siniisto (dua dari kanan) dan Sekjen NATO Jens Stoltenberg (kiri) usai menandatangani Nota Kesepahaman soal keanggotaan Swedia dan Finlandia ke NATO di Madrid, Spanyol, Selasa (28/6/2022).
Disorotnya aksi Paludan justru menaikkan popularitas partainya. Toh, partai-partai populis sedang naik daun di seluruh dunia sebagai fenomena resistensi terhadap globalisasi. Bagaimanapun, tanpa bermaksud mengabaikan keprihatinan umat Islam, Erdogan harus “mengeksploitasi” isu Kurdi dan aksi Paludan untuk kepentingan politik pemerintahannya.
Pada Mei mendatang, Turki akan menyelenggarakan pemilihan presiden dan legislatif. Partai berkuasa, Partai Keadilan dan Pembangunan yang bercorak Islam pimpinan Erdogan tidak dalam posisi cukup kuat untuk memenangkan kedua pemilu di mana Erdogan sebagai calon presiden petahana. Penyebabnya, ekonomi Turki sedang merosot. Terkait dampak gempa, paling tidak Turki utuh 25 miliar dollar AS untuk memulihkannya.
Baca juga: Erdogan, Permainan "Kartu Veto" di NATO, dan Insting Politiknya di Turki
Sikap keras terhadap Swedia dipandang perlu untuk meluaskan basis dukungan kaum nasionalis terhadap Erdogan. Juga untuk meningkatkan elektabilitas dan partainya di kalangan pemilih Muslim. Secara ideologis dan kepentingan geopolitik, mengamplifikasi isu Islam diharapkan menarik simpati kaum Muslim di kawasan bekas jajahan Imperium Usmani. Ini berkaitan dengan ambisi Turki di bawah Erdogan menjadi pemimpin kawasan, kalau bukan dunia Islam. Dukungan Erdogan pada Ikhwanul Muslimin, kekuatan politik di hampir seluruh negara Arab, tak bisa dilepaskan dari ambisi Erdogan ini.
Penutup
Bagaimanapun, kisruh Turki-Swedia hanya bersifat sementara. Yang penting citra Islam dan nasionalis Erdogan telah mencapai tujuan. Nyaris mustahil Erdogan bisa menggantung lamaran Swedia lebih lama. NATO tidak akan mentoleransi.
Melihat eskalasi perang Rusia-Ukraina yang terus terjadi, integrasi Swedia dan Finlandia ke tubuh NATO kian urgen. Apalagi apabila Swedia memberi konsesi lebih banyak. Posisi Edogan dan partainya kian kokoh menghadapi pemilu. Alhasil, ekses perang Ukraina dan aksi Paludan justru menguntungkan Erdogan.
Smith Alhadar, Penasihat The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES)

Smith Alhadar