Perceraian
Saya mengajak sesama korban bangkit. Jangan melakukan perbuatan menyimpang, karena itu bukan cara bertahan hidup. Masih banyak hal dan cara positif yang dapat dilakukan.

Data Perceraian di Indonesia
Saya mengamati, memasuki tahun 2023 Kompas semakin banyak mengangkat dan memperpanjang masa pemberitaan terkait isu sosial. Dari kabar keluarga Ibu Eny dan Tiko, kasus penculikan Malika, wisata dan liburan, hingga kasus perselingkuhan dan perceraian.
Pada 14 Januari 2023, M Zaid Wahyudi dengan sangat baik menulis ”Jangan Libatkan Anak dalam Perselingkuhan Orangtua”. Artikel bertutur tentang trauma yang muncul pada anak korban perceraian gara-gara perselingkuhan orangtua. Kumpulan trauma mendalam dapat membuat anak berperilaku menyimpang.
Pada 17 Januari 2023, Kompas memuat artikel berjudul ”Cerita Pilu di Balik Angka-angka Perceraian”, menonjolkan perspektif perempuan sebagai istri dan ibu yang tertekan batin. Tekanan berdampak buruk pada anak, termasuk sebagai sasaran melampiaskan kesedihan.
Saya juga anak korban perceraian. Selama 10 tahun mengalami kondisi keluarga yang tidak harmonis. Bersyukur saat ini sudah lebih bisa menerima keadaan. Saya yakin di luar sana masih banyak anak-anak yang terpuruk, menyalahkan diri dan merasa tidak berharga.
Saya mengajak sesama korban bangkit. Jangan melakukan perbuatan menyimpang, karena itu bukan cara bertahan hidup. Masih banyak hal positif yang dapat dilakukan, termasuk mau menerima bantuan, misalnya bantuan untuk melanjutkan pendidikan.
Sebagai korban perceraian, menjalani hidup saja sulit. Lebih mudah membandingkan kesedihan diri dengan kebahagiaan orang lain. Walaupun sulit, cara melawan penderitaan adalah menciptakan tujuan hidup dan bekerja keras untuk masa depan yang lebih baik.
Prajna Delfina DwayneJalan Cipaku, Jakarta Selatan
Koperasi Cipaganti

Infografik Delapan Koperasi Mengalami Tunggakan Pembayaran
Saya Hadi, pensiunan usia 64 tahun. Pada 2012 saya jadi anggota Koperasi Cipaganti. Baru berjalan enam bulan, Koperasi Cipaganti gagal bayar kepada saya dan semua anggota.
Sudah belasan tahun saya dan teman-teman menunggu jawaban penyelesaian kasus Cipaganti. Namun, belum ada jawaban yang jelas.
Saya melihat yang diberitakan di media lebih ke kasus Indosurya, Asabri, dan Jiwasraya. Kasus Koperasi Cipaganti seakan dilupakan.
Kasus Cipaganti bukan kasus kecil. Uang yang sudah disetor mencapai Rp 1,3 triliun dengan jumlah anggota sekitar 8.700 orang. Kebanyakan anggota Koperasi Cipaganti adalah pensiunan. Sudah banyak juga dari anggota yang meninggal karena shock uang pensiun mereka ludes, sakit, dan usia lanjut.
Saya mohon kepada pihak yang berwenang agar memperhatikan nasib kami.
Hadi Taman Kebun Jeruk, Jakarta Barat
BPJS Belum Menanggapi
Saya menulis Surat Kepada Redaksi mengenai Peraturan yang Tidak Efisien (Kompas, 23 Maret 2021). Intinya tentang surat rujukan dari puskesmas untuk berobat ke rumah sakit, yang hanya berlaku tiga bulan. Kalau masih perlu berobat sesuai keputusan dokter, harus minta surat rujukan baru.
Waktu meminta surat rujukan baru, puskesmas tidak bisa sekaligus memeriksa atau mengobati sakit lain yang kebetulan diderita. Jadi harus lain hari untuk berobat. Ini peraturan BPJS Kesehatan kata dokter dan sampai saat ini belum ada perubahan.
Yang membuat peraturan ini tidak mau terjun ke lapangan untuk melihat situasi dan kondisi pasien, terutama yang sudah senior. Mau minta surat rujukan baru atau berobat tidak ada yang mengantar karena anak-anak sudah sibuk masing masing. Belum lagi kalau harus naik kendaraan umum.
Belum lagi obat yang dari rumah sakit hanya untuk satu minggu, sedangkan yang tiga minggu harus diambil di Apotek Kimia Farma. Ini merupakan perjuangan tersendiri.
Saya mengusulkan kepada BPJS Kesehatan surat rujukan tetap berlaku selagi dokter memutuskan untuk kontrol bulan berikutnya karena dokterlah yang paham kondisi pasien. Tidak hanya berlaku selama tiga bulan. Demikian juga mengenai obat supaya sekaligus diberikan oleh rumah sakit untuk satu bulan sesuai resep dokter.
MustakimPondok Duta 1, Tugu, Cimanggis, Depok 16451
Pengungsi Rohingya

Berita di Kompas (Rabu, 11/1/2023), ”Pengungsi Rohingya Mencari Kebebasan”, menjawab pertanyaan tentang mengapa banyak yang rela bertaruh nyawa meninggalkan pengungsian di Bangladesh, pergi ke tujuan lain.
Kita menghargai Bangladesh, yang telah menampung satu juta pengungsi. Namun, sebagai negara berkembang yang tidak kaya, bisa kita maklumi apabila terdapat banyak kekurangan. Seorang pengungsi, Muhammad Fairuz, yang ditampung di Ladong, Aceh, menyebutkan kondisi di Kutupalong, kamp terbesar di Bangladesh, memburuk. Kriminalitas meningkat. Pendidikan dan kesempatan bekerja sangat terbatas.
Batalion polisi elite Bangladesh (APB), yang mengambil alih tugas pengamanan sejak 2020, tidak melindungi dan malah berlaku buruk kepada pengungsi dan keluarganya (Jakarta Post, 18/1/2023).
Tun Kin, Presiden Organisasi Rohingya Burma di Inggris, berterima kasih kepada nelayan Aceh yang mau menolong kapal pengungsi yang terkatung-katung di Laut Andaman. Namun, dia mempertanyakan sikap negara-negara Asia Selatan dan Tenggara yang selama ini ”menutup mata” terhadap nasib para ”manusia perahu” ini, bahkan ada yang tega mendorong kembali kapal ke laut.
Hal itu melanggar prinsip non-refoulement, yang merupakan larangan dalam hukum internasional untuk mengembalikan pengungsi ke negara di mana mereka menghadapi risiko pelanggaran hak asasi serius (Jakarta Post, 16/1/2023).
Bagaimana dengan negara dan bangsa Indonesia yang memegang teguh prinsip ”Perikemanusiaan yang adil dan beradab”? Kompas menyebut Aceh ”tanah penolong untuk menyambung nyawa”.
Sejak 2011 hingga 2023, ada 2.446 pengungsi terdampar di Aceh, tetapi yang tertinggal hanya 549 orang (Kompas, 11/1/2023). Jadi, ke mana yang 1.897 orang? Apakah berarti Indonesia lebih buruk daripada Bangladesh?
Sumantoro Martowijoyo Jl Batik Raya, Pekalongan
Apresiasi dan Kritik

Ilustrasi jalan yang baru selesai diperbaiki kemiringannya di antara Makasar-Wajo, Sulawesi Selatan.
Banyak kemajuan dalam era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Yang paling mencolok adalah pembangunan infrastruktur dan perbaikan layanan publik.
Meski semula tidak sedikit penolakan—karena dianggap bukan prioritas—akhirnya masyarakat menerima setelah merasakan manfaatnya.
Presiden Jokowi sudah meletakkan dasar pembangunan on the right track. Bahkan pemerintah mencanangkan, Indonesia menjadi kekuatan ekonomi lima besar dunia pada 2045.
Namun, dalam dua tahun pertama periode kedua, pemerintah tidak dapat berkonsentrasi penuh akibat pandemi Covid-19. Dengan langkah mitigasi dan kerja fokus, pandemi bisa dikendalikan.
Di kancah internasional Indonesia diapresiasi atas kepemimpinan serta keberhasilan melaksanakan KTT G20. Tahun ini juga menjabat sebagai ketua ASEAN.
Di sisi lain, komunikasi publik belum optimal. Pemangku kebijakan jarang tampil menjelaskan permasalahan, penyebab, hingga langkah penyelesaiannya.
Kenaikan harga pangan, kelangkaan minyak goreng, dan ketidaktersediaan solar adalah persoalan yang belum dapat dipahami masyarakat.
Awal Februari 2023 saya berkesempatan jalan darat dari Padang sampai perbatasan Jambi. Pada hampir semua SPBU terlihat antrean panjang truk untuk mengisi bahan bakar. Kami ikut antre, tetapi sampai giliran solar sudah habis.
Penjelasan dan solusi persoalan kenaikan harga dan ketersediaan barang—yang menyangkut kepentingan masyarakat—sangat dibutuhkan. Tidak cukup sekadar inspeksi pasar atau bantuan langsung tunai yang sesaat.
Komunikasi adalah kunci keberhasilan organisasi. Selain menenangkan masyarakat, juga meminimalkan upaya pihak tertentu yang ingin memperkeruh suasana. Apalagi kita memasuki tahun politik.
Pangeran Toba P HasibuanSei Bengawan, Medan 20121