
Cal Thomas—kolumnis politik AS, penulis buku America’s Expiration Date: The Fall of Empires, Superpowers and the United States—menyatakan bahwa kebenaran jarang menjadi tujuan utama politisi. Pemilihan umum dan kekuasaanlah tujuan utama mereka.
Pendapat Thomas cerminan dari situasi politik di banyak negara, termasuk Indonesia. Koalisi partai politik yang diwacanakan beberapa parpol untuk Pemilu 2024 sampai sekarang belum ada yang diresmikan. Semua terbelenggu pembagian kue kekuasaan, siapa akan mendapat apa.
Koalisi juga terkait upaya berbagi biaya, apakah sepadan dengan yang bisa didapat. Jadi, apabila mereka mengatakan sedang mencari kebenaran demi kesejahteraan rakyat, anggap saja wanprestasi: janji yang tidak akan dipenuhi.
Berbagai cara dilakukan untuk memenangi pemilu dengan tujuan akhir mendapat kekuasaan. Salah satunya dengan jalan pintas, yaitu ”berbelanja” orang-orang yang sudah terkenal dan mempunyai kekuatan logistik besar. Mereka menjadi mendongkrak perolehan suara.
Hampir semua ”penarik suara” ini langsung mendapat posisi strategis dalam organisasi partai dan jaminan terpilih menjadi wakil rakyat sangat besar. Kader-kader partai yang loyal dan meniti karier dari bawah terabaikan.
Oleh karena itu, sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup tidak berpengaruh bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Sistem proporsional terbuka memberi peluang mereka yang terkenal dan banyak uang terpilih jadi wakil rakyat walau kecerdasan dan kelayakannya dipertanyakan.
Sistem proporsional tertutup hanya memberikan kesempatan kepada orang-orang yang dekat dengan lingkaran kekuasaan dan pengambil keputusan dalam partai, sekaligus mempunyai kemampuan logistik berlimpah. Artinya, apa pun sistemnya, tetap ada biaya yang harus dikeluarkan.
Apabila kasus klasik ini dicermati khusus, tampaklah bahwa kaderisasi di dalam parpol tidak pernah berjalan baik. Padahal, beberapa parpol mempunyai lembaga pendidikan yang dinamakan ”Sekolah Partai”.
Kaderisasi makin sulit jika kekuasaan partai terpusat dalam genggaman segelintir elite partai. Bahkan ada beberapa partai yang dianggap milik pribadi atau keluarga.
Seharusnya semua pemangku kepentingan berpikir bagaimana menyelenggarakan pemilu berkualitas dan menghasilkan wakil rakyat yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat. Bukan sekadar mencari kekuasaan.
Minimalkan permainan uang karena dengan kader yang berkualitas, partai sebenarnya tidak sulit mendapatkan suara dan dukungan rakyat.
Samesto NitisastroPraktisi SDM, Pesona Khayangan, Depok 16411