Usia Muda, Pola Hidup, dan Risiko Kanker
Umumnya, makin tua usia, makin tinggi kemungkinan terjadi kanker. Namun, tidak beberapa tahun terakhir, kasus kanker pada populasi usia muda meningkat. Pola hidup yang sehat dapat menekan risiko kanker.

Ilustrasi
Saat pintu kamar praktik terbuka, seorang ibu yang masih belia, usia sekitar 25 tahun, datang menggunakan kursi roda, didorong oleh suaminya.
”Selamat pagi. Apa yang dirasakan hari ini? Apakah masih nyeri?”
Dengan wajah sedih, dia menjawab, ”Ini dokter, rupanya pengobatan belum mengecilkan benjolan di payudaraku. Masih nyeri sekali.”
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah kasus kanker secara global terus meningkat, dengan total kasus baru 19,3 juta dan angka kematian mencapai 10 juta kasus pada 2020. Berdasarkan prediksi statistik, angka tersebut akan terus meningkat, hingga 47 persen kasus baru pada 2040. Kanker juga menempati peringkat kedua penyebab kematian tertinggi akibat penyakit tidak menular. Insidensi kanker lebih tinggi 2-3 kali lipat pada negara berkembang dibandingkan di negara maju.
Bagaimana dengan Indonesia? Kasus kanker di Indonesia pada 2020 bertambah 396.914 kasus baru dengan angka kematian 234.511. Jenis kanker baru terbanyak adalah kanker payudara (16,6 persen), kanker serviks (9,2 persen), dan kanker paru (8,8 persen).
Pada populasi laki-laki, kanker paru memiliki angka insidensi kasus baru dan penyebab kematian tertinggi, diikuti kanker prostat dan kolorektal. Pada populasi perempuan, kanker payudara memiliki angka insidensi kasus baru dan penyebab kematian tertinggi, diikuti dengan kanker serviks dan kanker paru. Data Rumah Sakit Kanker Dharmais pada 2017-2022 menunjukkan, angka kanker payudara usia muda (kurang dari 40 tahun) mencapai 16,64 persen.
Baca juga : Telomer, Usia, dan Kesehatan
Umumnya, usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker. Makin tua usia, makin tinggi kemungkinan terjadi kanker. Namun, penelitian di banyak negara melaporkan bahwa terjadi peningkatan insidensi kanker pada populasi usia muda dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data epidemiologi, peningkatan insidensi kanker di usia muda ditemukan di sejumlah negara di Asia, seperti Korea, Thailand, Jepang, China, dan Hong Kong. Tren peningkatan kasus ini utamanya terjadi pada perempuan usia muda.
Tiga jenis kanker yang kasusnya meningkat adalah kanker payudara, tiroid, dan paru. Di Jepang, kasus kanker payudara meningkat hingga 46 persen, dibandingkan pada 1985 dan 2010. Sementara penelitian di Eropa melaporkan bahwa kasus kanker pada usia muda meningkat 0,3 persen setiap tahun pada 2010-2019.
Berdasarkan studi epidemiologi di Indonesia, kasus kanker pada populasi usia 20-39 tahun mencapai 21,8 persen dari total kasus. Data Riset Kesehatan Dasar Indonesia juga menunjukkan peningkatan insidensi kanker pada populasi berusia 25-34 tahun dari 0,9 persentil pada 2013 menjadi 1,2 persentil pada 2018.

Penyebab
Globalisasi menyebabkan perkembangan dan perubahan gaya hidup pada masyarakat, yang juga menyebabkan adanya perubahan pola penyakit. Jumlah penyakit menular menjadi menurun; sedangkan penyakit tidak menular kian menjadi ancaman dan jumlahnya terus meningkat setiap tahun, termasuk kanker. Perubahan tren ini dapat dijelaskan dengan adanya urbanisasi, perubahan gaya hidup, pola kerja menjadi sedentari, yaitu kurangnya aktivitas fisik.
Penghasilan dan kesibukan yang bertambah akan meningkatkan pola konsumsi pangan instan yang serba mudah. Di sisi lain, kesibukan tersebut juga menyebabkan stres yang tinggi, polusi asap kendaraan yang bertambah pada perjalanan ke tempat kerja, pemakaian rokok dan alkohol, dan kesempatan untuk olahraga serta rekreasi berkurang. Perubahan gaya hidup di atas berisiko memicu kanker.
Secara umum, faktor risiko kanker terbagi menjadi faktor yang tidak bisa dicegah dan bisa dicegah. Faktor yang tidak bisa dicegah terdiri dari usia, genetik, riwayat kanker pada keluarga, serta hormon. Faktor yang dapat dicegah adalah merokok, konsumsi alkohol, paparan radiasi, konsumsi daging olahan, pola nutrisi, dan polusi udara.
Baca juga : Ditemukan, Kaitan Pola Makan Nabati dengan Penurunan Risiko Kanker pada Pria
Baca juga : Delapan Zat Baru Karsinogen Pemicu Kanker yang Harus Diantisipasi
Faktanya, empat dari 10 kasus kanker dapat dicegah dengan pola hidup yang sehat sehingga kanker disebut sebagai preventable disease, yaitu penyakit yang dapat dicegah. Yang juga dapat dicegah adalah menghindari infeksi virus, seperti virus humanpapilloma (HPV), hepatitis C, dan hepatitis B.
Berdasarkan studi, rokok bertanggung jawab atas 20-30 persen dari semua jenis kasus kanker dan 90 persen kasus kanker paru. Risiko kanker bertambah seiring dengan durasi dan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari. Ironisnya, perokok pasif juga memiliki risiko kanker yang hampir sama besar.
Selain itu, penelitian membuktikan bahwa nutrisi bertanggung jawab atas 35 persen dari kasus kanker yang ada. Makanan olahan, daging merah, lemak hewani, ataupun gula tambahan berlebih dapat meningkatkan risiko kanker dan patut dihindari. Pola makan yang tidak terkontrol akan berakibat pada obesitas yang juga merupakan faktor risiko kanker. Kondisi ini apabila disertai dengan aktivitas fisik yang kurang akan menambah besar risiko kanker.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F01%2F08%2F45ba8d0f-9757-4d9b-b9de-bf9d627cb0c6_jpg.jpg)
Kegemukan menjadi salah satu pemicu berbagai penyakit degeneratif. Salah satu upaya untuk menghindarinya adalah dengan menanamkan budaya berolahraga sejak dini, sebagaimana ditemui di Alun-alun Selatan Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
Edukasi
Di Indonesia, dilaporkan bahwa sebanyak 60-70 persen pasien kanker datang pada stadium lanjut. Sementara di negara Barat hanya 10-20 persen kasus stadium lanjut. Studi menyebutkan, hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti kurangnya edukasi, rendahnya kesadaran mengenai kanker, program screening yang tak memadai, rasa takut untuk berobat, atau mencari pilihan pengobatan alternatif dan status sosio-ekonomi yang kurang.
Sebagai konsekuensi, penanganan pada stadium lanjut menjadi semakin kompleks dan sulit, kualitas hidup lebih rendah, membutuhkan biaya lebih besar, dengan angka kesembuhan yang rendah. Permasalahan ini seharusnya dapat dievaluasi dan diantisipasi untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan bangsa.
Dalam hal ini, pencegahan primer (primary education) berupa edukasi memiliki peranan besar untuk meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat mengenai faktor risiko dan gejala kanker sehingga tingkat mortalitas kanker di Indonesia dapat menurun. Selain edukasi, screening merupakan kunci penting dalam mendiagnosis dini suatu penyakit.
Pendidikan kesehatan tentang kanker harus dimulai dari bangku SMA dan menjadi bagian dari kurikulum mahasiswa.
Semakin dini suatu kasus dideteksi, semakin cepat penyakit tersebut dapat ditangani sehingga mengurangi progresi penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup pasien. Sebuah studi di AS menyebutkan bahwa mamografi merupakan modalitas yang direkomendasikan untuk mendeteksi dini kanker payudara dan terbukti menurunkan angka kematian akibat kanker payudara.
Screening untuk kanker serviks dengan IVA dan PAP smear perlu lebih digalakkan sampai ke kecamatan, seperti halnya posyandu. Kader posyandu diberikan pelatihan untuk dapat memberi pelajaran bagi ibu-ibu di desa melakukan Sadari (Periksa Payudara Sendiri). Kerja sama sinergis antara berbagai sektor, bersama dengan pemerintah ataupun swasta, sangat diperlukan di Indonesia untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Edukasi yang terus-menerus kepada masyarakat awam melalui puskesmas, unjuk bincang (talk show) di televisi, seminar awam, artikel kesehatan di koran, edukasi di tempat umum, dan kerja sama dengan organisasi penggiat kanker (cancer survivor) juga harus dilakukan terus-menerus. Pendidikan kesehatan tentang kanker harus dimulai dari bangku SMA dan menjadi bagian dari kurikulum mahasiswa. Edukasi juga meliputi cara makan yang sehat, yaitu konsumsi tinggi serat, seperti sayuran, buah-buahan, gandum, dan kacang kedelai; makanan yang kaya akan vitamin D dan vitamin lainnya; makanan mengandung antioksidan tinggi yang dapat menurunkan risiko kanker.
Baca juga : Kenali Risiko dan Beragam Senjata Baru Melawan Kanker
Pencegahan yang lain adalah vaksinasi, berupa vaksinasi hepatitis B dan HPV (pada perempuan). Hal lain yang dapat dilakukan untuk mencegah kanker adalah berolahraga 30 menit sehari, dan dilakukan lima kali seminggu, yang terbukti menurunkan 12 persen risiko kanker.
Dengan adanya peningkatan kesadaran seluruh masyarakat melalui edukasi, serta screening kanker yang meluas, diharapkan angka kasus baru dan kematian akibat kanker akan menurun. Hal ini juga akan berguna untuk mengurangi kanker, terutama pada usia muda.
Noorwati Sutandyo, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Dokter di Rumah Sakit Kanker Dharmais

Noorwati Sutandyo