Sawit Berkelanjutan
Kolaborasi dalam konteks hubungan industrial dikenal sebagai tripartit, mencakup pemerintah, pekerja (serikat), dan pengusaha. Kolaborasi tripartit yang sehat dan produktif menjadi kunci berkembangnya dunia usaha.
Ada sejumlah pesan di artikel ”Tantangan Pasar Kerja Masa Depan Indonesia” tulisan Shinta Widjaja Kamdani (Kompas.id 26 Januari 2023). Salah satunya ”kolaborasi”.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) juga menyebut partnership atau kolaborasi sebagai salah satu kunci SDGs.
Kolaborasi dalam konteks hubungan industrial dikenal sebagai tripartit, mencakup pemerintah, pekerja (serikat), dan pengusaha. Kolaborasi tripartit yang sehat dan produktif menjadi kunci berkembangnya dunia usaha. Terkait SDGs, perlu dirumuskan tujuan bersama (common goal) dalam kolaborasi tripartit. Salah satu common goal adalah ”keberlanjutan”.
Untuk menjawab kelapa sawit berkelanjutan, pemerintah mengeluarkan regulasi dan instrumen sertifikasi khusus, yakni Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Salah satu prinsip dan kriterianya adalah tanggung jawab ketenagakerjaan. ISPO bersifat wajib (mandatory) bagi semua pekebun sawit: perusahaan hingga petani.
Pelaku industri kelapa sawit global juga berinisiatif membuat sertifikasi keberlanjutan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Keberlanjutan aspek ketenagakerjaan menjadi salah satu prinsip dan kriteria. Walau bersifat sukarela, beberapa pasar dan negara menolak minyak sawit yang tidak tersertifikasi RSPO.
Bagaimana dengan serikat buruh? Sama saja. Keberlanjutan juga menjadi tujuan perjuangan. Organisasi Buruh Internasional (ILO) menggunakan istilah decent work atau kerja layak, masuk dalam tujuan Nomor 8 SDGs Kerja Layak dan Pertumbuhan Ekonomi.
Bagaimana dengan serikat buruh di Indonesia? Data Kemenaker menunjukkan, hanya 12 persen buruh yang menjadi anggota serikat. Jumlah serikat buruh juga menurun. Selama reformasi pernah tercatat 14.000 serikat buruh (2007). Kini tercatat 7.000 serikat buruh (2017).
ILO membantu pembentukan jejaring serikat buruh kelapa sawit. Ada 10 federasi masuk Jejaring Pekerja dan Buruh Sawit Indonesia (Japbusi) dan menjadi representasi buruh sawit membangun hubungan bipartit dan kolaborasi dengan organisasi pengusaha sawit, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
Kolaborasi tripartit menghasilkan pelatihan peningkatan kapasitas serikat buruh, promosi praktik kerja layak, dan mereplikasi praktik terbaik (best practices) ketenagakerjaan korporasi yang sudah melakukan. Praktik baik harus menjadi praktik baik industri keseluruhan dan diadopsi semua pekebun, termasuk petani.
Sumarjono SaragihKetua Apindo Sumatera Selatan dan Chairman Workers Initiative for Sustainable Palm Oil (WISPO)
Tanggapan PT KAI
PT Kereta Api Indonesia (Persero) berterima kasih atas surat yang disampaikan Bpk/Sdr Budi Sartono Soetiardjo berjudul ”Pesan Tiket Kereta” (Kompas, 23/1/2023). Kami juga mengapresiasi karena telah menjadi pelanggan setia KAI.
Dapat kami informasikan bahwa KAI secara bertahap telah meremajakan kursi kereta ekonomi. Saat ini KAI sudah mengganti kursi pada 96 kereta ekonomi dengan jenis kursi yang ada pada kereta ekonomi premium yang lebih nyaman bagi penumpang.
Secara keseluruhan, pada 2020 ada penggantian pada empat kereta, 2021 pada 14 kereta, dan 2022 pada 78 kereta. Tahun ini KAI juga berupaya mengganti fasilitas di kereta ekonomi untuk kenyamanan pelanggan.
Kami mohon maaf atas kekurangnyamanan yang dialami dan kami berkomitmen untuk terus memperbaiki layanan KAI ke depan.
Joni MartinusVice President Public Relations, PT KAI
Tanggapan Artikel
Saya terkejut sekali membaca artikel ”Mengurangi Kesenjangan Pendidikan” yang dimuat di Kompas.id. Saya tidak tahu dan tidak pernah dimintai izin bahwa ucapan saya akan dipergunakan sebagai bahan tulisan.
Menurut saya, artikel ini menyalahi etika jurnalistik ataupun akademik karena kutipan saya dipublikasikan tanpa izin dan ada beberapa kesalahan fatal.
Berikut sebagian kesalahan penulisan tersebut. Pada kalimat pertama, penulis menggunakan kalimat langsung dari data primer saya tanpa izin. Padahal, penulis bisa saja mengutip tulisan saya yang serupa di Indoprogres (September 2022): https://indoprogress.com/2022/09/merancang-pendidikan-bagi-masyarakat-adat-paradigma-partisipasi-dan-otonomi/
Data yang dikutip langsung tersebut juga salah penulisannya karena saya tidak pernah melakukan penelitian di Sumbawa. Bahkan saya belum pernah ke Sumbawa.
Sokola tidak pernah menggunakan istilah ”terpencil” dan ”tertinggal” atau 3T untuk merepresentasikan masyarakat adat (MA). Hal ini disebabkan kami punya prinsip ”keberpihakan” pada MA yang sangat kami jaga.
Kata ”tertinggal” atau ”terpencil” dalam mendeskripsikan MA justru yang kami lawan karena saya bersama Sokola bergerak untuk menghapus stigma negatif pada masyarakat adat.
Masih banyak lagi informasi dari tulisan ini yang tidak sejalan dengan saya sehingga saya tidak mau disangkut-pautkan dengan tulisan ini.
Saya sudah menyampaikan keberatan saya kepada penulis dan meminta penulis untuk menyelesaikan masalah ini. Namun, sampai saat ini saya mendapatkan informasi bahwa tulisan tersebut masih dapat diakses oleh publik.
Saya sangat berharap Redaksi Kompas dapat menurunkan tulisan tersebut dan berharap penulis menyampaikan surat permintaan maaf.
Atas perhatian Redaksi Kompas, saya ucapkan banyak terima kasih.
Fadilla MutiarawatiSokola Institute
Sama tapi Beda
Rubrik Surat kepada Redaksi (Senin, 23/1/2023) memuat ”Kok Ibu Begitu?”, kiriman Renville Almatsier. Sebelumnya di Kompas ada opini JC Tukiman Taruna, ”Kecelik”, dan Butet Kertaradjasa, ”Dahaga Tepuk Tangan”.
Ketiganya pada hemat saya senapas isinya, tetapi beda dalam gaya penyampaian. Butet dan Tukiman tactful, sedangkan Renville blunt.
Ketiganya berani berpendapat dan Kompas berani meloloskan. Bagus.
L WilardjoKlaseman, Salatiga