Di tengah riuh rendah wacana perombakan kabinet dan safari elite politik untuk Pemilu 2024, publik pantas cemas dengan pengeroposan lembaga negara dan anjloknya indeks persepsi korupsi. Korupsi adalah musuh abadi kita.
Oleh
BUDIMAN TANUREDJO
·3 menit baca
KOMPAS/HANDINING
Budiman Tanuredjo
”… dalam pengadaan banyak politisi yang menjadi pebisnis sehingga terjadi konflik kepentingan.” Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan
Berita utama harian Kompas, Rabu Pon 1 Februari 2023 adalah kejutan besar bagi bangsa ini. Judul beritanya lugas, ”Skor IPK Anjlok Kirim Sinyal Negatif”. Tahun 2023 adalah momentum 25 tahun reformasi. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia memburuk pada 2022. Indonesia di peringkat ke-110 dari 180 negara. Skor Indonesia memburuk empat poin dari 38 menjadi 34.
Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Pahami informasi seputar Pilkada 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Penurunan paling tajam pada IPK terjadi pada indikator Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide. Berada pada skor 48 pada 2021 menjadi 35 pada 2022. PRS terkait korupsi dengan sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha, serta pembayaran ekstra suap untuk izin ekspor-impor.
Pahala Nainggolan, Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menjadi penanggap saat IPK diluncurkan mengaku terkejut atas merosotnya IPK Indonesia. Ia menyebut Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Asia Risk Guide yang nilainya hanya 28 mengkhawatirkan. Dengan nilai rendah akan sulit mencari investor. ”Siapa yang mau datang kalau country risk-nya setinggi itu,” kata Pahala.
Rabu Pon 1 Februari 2023 itu memang mengejutkan. Beberapa hari sebelumnya, media memberitakan akan ada perombakan kabinet. Wacana soal perombakan kabinet menguat sejak Partai Nasdem, partai koalisi di pemerintahan Presiden Joko Widodo, mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024-2029. Presiden Jokowi pun terus membuka tafsir. Pertemuan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Presiden Jokowi ditafsirkan bahwa sinyal perombakan sudah dekat.
Namun, perombakan kabinet tak terjadi. Pada Rabu Pon itulah Ketua Umum Nasdem Surya Paloh menemui Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Markas Partai Golkar. ”Itu kunjungan balasan,” kata Wakil Sekjen Partai Nasdem Hermawi Taslim di acara Satu Meja Kompas TV.
Safari-safari elite politik akan terus terjadi. Tidak ada yang salah dengan silaturahmi politik. Namun jangan juga sampai terlena bahwa masih ada masasalah besar yang dihadapi bangsa ini. Perombakan kabinet sepenuhnya hak prerogatif Presiden. Konstitusi menulis, para menteri adalah pembantu presiden. Jalannya pemerintah adalah tanggung jawab Presiden. Jika ada pembantu Presiden, yang tidak perform atau yang tidak jelas kerjanya atau kerjanya tidak dirasakan masyarakat, ya, menjadi tanggung jawab presiden dan jadi hak presiden untuk menggantinya.
Di tengah riuh rendah wacana perombakan kabinet dan safari elite politik untuk Pemilu 2024, publik justru pantas cemas dengan pengeroposan lembaga negara dan anjloknya indeks persepsi korupsi. Korupsi adalah musuh abadi bangsa ini. Korupsi adalah penyakit komorbid bangsa ini. Gerakan Reformasi 1998 membuahkan Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Substansi dari Ketetapan MPR itu adalah: pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun, terhadap pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, kroninya, maupun pihak swasta/konglomerat, termasuk mantan Presiden Soeharto, dengan memerhatikan asas praduga tak bersalah serta hak asasi manusia.
Tap MPR inilah yang menjadi pintu masuk lahirnya KPK.
Anjloknya IPK perlu jadi bahan introspeksi bersama. Potensi terjadinya konflik kepentingan antara politisi dan pengusaha sebagaimana dikatakan Pahala rasanya patut jadi bahan renungan. Orde Baru pernah dikritik karena memberlakukan Dwi Fungsi ABRI. Kini, jangan sampai reformasi terjebak pada kemungkinan terjadi konflik kepentingan yang lain yakni Dwi Fungsi Penguaha-Pengusaha.
Perang terhadap korupsi, kolusi dan nepotisme tetap harus dikembalikan pada makna orisinalnya. Jangan sampai diplesetkan menjadi NKK atau narik kanca-kanca untuk sama-sama menikmati bancakan ekonomi.
Kejutan lain di Rabu Pon 1 Februari 2023 adalah dilaporkannya sembilan hakim konstitusi ke polisi. Sangkaannya: mengubah frase putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ada perbedaan antara yang diucapkan, dan apa yang ditulis dalam putusan MK. Perubahan frase putusan itu punya implikasi hukum. Mengapa pelaporan sembilan hakim MK ke polisi itu mengejutkan? Ya, karena hakim konstitusi itu adalah “negarawan” yang menguasasi konstitusi.
Pelaporan ke polisi itu bisa saja mengganggu marwah dan martabat Mahkamah Konstitusi. Perubahan frase putusan itu sebenarnya simpel saja. Seandainya para negarawan yang menguasai konstitusi itu mau membuka semuanya: masalahnya tidak usah bertele-tele. Bukankah kejujuran juga menjadi nilai yang harus dijaga.
MK yang pernah begitu berwibawa kini sedang mempertaruhkan kredibilitas kelembagaannya. Over politisasi di MK membuat institusi itu seperti kehilangan mahkotanya. Mahkota MK adalah putusan. Tapi kalau putusan MK bisa “ditukangi” tentunya amat berbahaya. Over politisasi di MK terjadi saat DPR me-recall hakim konstitusi Aswanto dan menggantinya dengan Guntur Hamzah. Pencopotan dan penggantian dilakukan tidak sesuai aturan. Tapi itu diambil atas nama “kekuasaan politik”.
Atas nama “kekuasaan politik”, atas nama “kemandirian kekuasaan kehakiman”, tampaknya sedang menggejala. Atas nama kemandirian itulah, para hakim di lingkungan pengadilan itu melakukan jual beli perkara. Dua hakim agung ditahan KPK karena menerima suap. Sementara di pengadilan yang lain, terdakwa utama korupsi KSP Indo Surya yang menipu uang rakyat ratusan triliun rupiah justru dibebaskan hakim. Rakyat berteriak tetapi hakim bisa saja mengatakan, “inilah kemandirian kekuasaan kehakiman.”
Kejutan di Rabu Pon perlu jadi perbincangan para elite politik. Bagaimana memperbaiki kondisi negeri.