Makanan Sehat untuk Remaja
Industri makanan dan minuman di Indonesia kita harapkan dapat terus tumbuh. Namun, mereka juga harus ikut serta mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat.
Saya pernah membaca dalam ruang konsultasi ini pembahasan mengenai makanan sehat. Masyarakat sekarang ini lebih mementingkan kelezatan makanan dan kurang mempertimbangkan tentang kesehatan makanan.
Saya mempunyai dua orang anak dalam usia remaja. Pertama laki-laki kelas dua SMU, dia gemuk, tapi aktif berolahraga. Anak kedua perempuan kelas tiga SMP, berat badannya normal, tetapi kurang aktif berolahraga.
Saya khawatir dengan berat badan anak saya yang pertama dan berusaha menyediakan makanan sehat di rumah. Namun, karena kegiatannya sehari-hari, dia lebih banyak makan di luar rumah.
Pemahaman mengenai makanan sehat di masyarakat termasuk generasi muda harus ditingkatkan. Godaan untuk makanan yang lezat tapi tidak sehat harus dikurangi.
Pagi hari dia sarapan dengan sereal, cukup baik menurut saya. Siang biasanya makan di kantin sekolah atau di restoran. Biasanya makanan yang digemari yang tinggi kalori dan lemak. Karena memang makanan yang lezat biasanya mengandung lemak tinggi.
Anak saya yang kedua masih mau membawa makan siang dari rumah meski sering ditertawakan teman-temannya. Sebagai ibu saya merasa khawatir dengan makanan yang tersedia di luar rumah. Pada umumnya makanan yang ditawarkan kantin atau restoran lezat, tapi kurang sehat.
Saya mengerti bahwa makanan yang disediakan untuk masyarakat perlu terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Saya memahami bahwa BPOM tidak begitu saja mengeluarkan surat persetujuan. Namun, saya merasa khawatir karena kandungan kalori, lemak, dan gula pada makanan dan minuman yang dijual pada umumnya tinggi.
Cobalah perhatikan kandungan natrium dalam mi instan, kandungan kalori dan gula pada minuman, serta kandungan kalori, lemak, serta natrium pada snack yang banyak dijual di supermarket. Sepengetahuan saya, jika makanan dan minuman tersebut dikonsumsi secara berkesinambungan, akan mengakibatkan obesitas dan tekanan darah tinggi.
Baca juga: Diet Tepat Atasi Obesitas
Mohon penjelasan Dokter bagaimana saya sebagai seorang ibu dapat melindungi remaja saya dari makanan dan minuman yang ditawarkan di luar rumah. Saya sudah pernah mendiskusikan hal ini dengan kedua anak saya, tetapi mereka mengatakan saya tak perlu khawatir karena sudah dapat izin BPOM. Lagi pula, menurut mereka, kalangan profesi kedokteran juga tak ada yang mengkhawatirkan hal tersebut.
Mereka menganggap saya berlebihan takut pada makanan dan minuman yang dijual di kantin, restoran, dan toko-toko. Bagaimana pendapat Dokter? Apakah benar makanan dan minuman yang dijual di negeri kita dapat dikonsumsi oleh remaja secara terus-menerus tanpa berpengaruh buruk pada kesehatan mereka?
Z di J
Saya baru saja menonton liputan panjang DW (televisi Jerman) tentang masalah obesitas. DW menyebutnya sebagai pandemi obesitas. Saluran televisi ini menyusuri berbagai negara untuk melihat kekerapan obesitas di negeri-negeri tersebut. Pada umumnya kekerapan obesitas meningkat, di sebagian negeri peningkatannya amat tajam. Chile dikenal sebagai negeri yang tingkat obesitasnya tinggi.
Sebagai dokter saya selalu menekankan pada kebiasaan hidup sehat termasuk kebiasaan makan sehat. Kementerian Kesehatan telah menganjurkan agar kita makan mengikuti pola makan pada piring sehat. Piring sehat berisi separuh sayur dan buah, seperempat makanan pokok (nasi), serta seperempat lauk.
Sekarang pakar gizi juga menganjurkan untuk berpindah dari protein hewani ke protein nabati. Kita beruntung konsumsi protein hewani kita belum terlalu tinggi karena masih banyak masyarakat yang menyukai tahu dan tempe yang kaya dengan protein. Karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadikan Indonesia dan India sebagai pelopor untuk menggalakkan konsumsi protein nabati (protein yang terdapat pada tanaman).
Di banyak negeri maju, konsumsi protein hewani sudah amat tinggi sehingga harus diturunkan. Indonesia belum terlambat untuk membiasakan konsumsi protein nabati asalkan generasi muda kita masih setia mengonsumsi makanan seperti orangtua dan kakek-nenek mereka.
Baca juga: Mengurangi Asupan Kalori Bisa Memperpanjang Kesehatan Lanjut Usia
Namun, seperti Anda sampaikan, generasi muda tidak fanatik dengan makanan daerah. Mereka suka makanan baru, ingin mencoba dan menikmatinya. Itulah sebabnya bukan hanya makanan tradisional yang mereka sukai, tetapi juga makanan asing.
Tanggung jawab industri
Industri makanan di dunia berkembang pesat. Industri tersebut juga berhasil memproduksi makanan yang dapat cepat disajikan serta harganya juga dapat lebih murah 20-30 persen dibandingkan dengan makanan yang disediakan di rumah. Akibatnya, sekarang ini banyak sekali rumah tangga yang beralih dari makanan segar ke makanan yang diawetkan.
Mereka membeli produk makanan yang tinggal dipanaskan atau direbus, dalam sekejap sudah dapat dinikmati. Industri makanan dan minuman tumbuh secara nyata. Jumlahnya semakin banyak, tingkat keuntungannya juga tinggi. Rumah tangga yang sibuk tidak sempat lagi menyediakan makanan dari bahan makanan segar, tapi menyediakan produk makanan dari industri makanan.
Perubahan pola konsumsi ini menyulitkan seseorang untuk mengamalkan kebiasaan makan sehat. Kedua remaja Anda, meski mungkin memahami bahwa makanan yang dikonsumsinya mengandung kalori, gula, garam, dan lemak tinggi, mereka tak punya pilihan banyak. Makanan yang tersedia pada umumnya adalah yang kandungan gizinya seperti itu. Apalagi, di media elektronik dan media sosial selalu digembar-gemborkan kelezatan makanan tanpa ada peringatan tentang dampaknya bagi kesehatan.
Di beberapa negara terjadi pertentangan antara produsen makanan dan minuman dengan lembaga konsumen. Lembaga konsumen menuduh produsen makanan dan minuman kurang mempertimbangkan aspek kesehatan bagi masyarakat yang mengonsumsi produk mereka. Kekuatan iklan juga mengalahkan penyuluhan kebiasaan makan sehat.
Baca juga: Makan Lezat atau Makan Sehat?
Bagaimana peran BPOM? BPOM telah melaksanakan fungsinya memeriksa komposisi makanan yang dijual di masyarakat agar tidak melebihi ambang batas. Namun, masyarakat harus cerdas jika yang dikonsumsi terus-menerus adalah makanan yang kalori, gula, garam, dan lemaknya relatif tinggi tersebut, karena akan dapat mengakibatkan obesitas dan hipertensi. Kita dapat melihat data obesitas yang dikaitkan dengan konsumsi produk industri makanan dan minuman yang diperlihatkan oleh televisi DW.
Anda benar, kita harus memperhatikan aspek kesehatan makanan dan minuman, bukan sekadar lezat dan nikmat. Kita tak ingin generasi muda kita menjadi generasi yang ”obes” yang akan berisiko terkena berbagai penyakit degeneratif.
Mungkin sudah waktunya Ikatan Dokter Indonesia serta organisasi profesi terkait mulai peduli pada makanan sehat yang dikonsumsi masyarakat terutama makanan sehat untuk anak dan remaja. Kebiasaan makan anak dan remaja mungkin akan menjadi kebiasaan makan sampai mereka tua nanti.
Kita berharap masyarakat akan semakin mampu melaksanakan gaya hidup sehat termasuk mengonsumsi makanan sehat. Untuk itu, pemahaman mengenai makanan sehat di masyarakat termasuk generasi muda harus ditingkatkan. Godaan untuk makanan yang lezat tapi tidak sehat harus dikurangi.
Baca juga: Akar Masalah Gizi Warga Tak Seimbang
Sementara itu, industri makanan dan minuman di Indonesia kita harapkan dapat terus tumbuh. Namun, pihak industri tersebut harus ikut serta dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat.
Mari kita jaga agar obesitas di negeri kita dapat dikurangi.
Samsuridjal Djauzi, Dokter RS Cipto Mangunkusumo