Penegakan Hukum Sektor Keuangan
Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi. Karena itu, butuh aturan dan penegakan hukum di sektor keuangan. Selain untuk kepastian hukum, juga pada aspek-aspek lainnya.
Pada 2019-2021 terdapat 19.711 pengaduan kasus sektor jasa keuangan yang disampaikan pada Otoritas Jasa Keuangan dengan pelanggaran ringan atau sedang sejumlah 10.441 (52,97 persen) dan pengaduan pelanggaran berat 9.270 (47,03 persen).
Penipuan, restrukturisasi kredit atau pembiayaan, dugaan penyalahgunaan data, keberatan atas tagihan, dan perilaku debt collector merupakan jenis sengketa yang paling banyak diadukan pada kuartal III-2021.
Pada 2022, Satgas Waspada Investasi menindak 80 pinjaman daring (online) ilegal, 9 investasi ilegal, dan 9 gadai ilegal. Di pasar modal, terdapat 29 penyelesaian kasus penanganan pengaduan investor oleh OJK.
Tingginya jumlah pengaduan masyarakat bisa dimaknai dari berbagai sisi. Pertama, peningkatan kasus ilegal di sektor jasa keuangan memberi peringatan masih rendahnya literasi keuangan sehingga pemahaman masyarakat mengenai layanan jasa keuangan dan investasi instrumen risiko perlu terus ditingkatkan.
Baca juga: OJK Perkuat Kapasitas untuk Jalankan Kewenangan Penyidik Tunggal
Kedua, ini mengonfirmasi posisi Indonesia yang menempati ranking bawah (survei ASEAN Corporate Governance Association) dalam aspek tata kelola dan penegakan hukum, termasuk di sektor keuangan. Ketiga, angka ini menunjukkan urgensi peningkatan perlindungan investor dan konsumen sektor keuangan.
Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memicu pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui akumulasi kapital dan inovasi teknologi untuk menciptakan variasi model bisnis dan produk serta layanan jasa keuangan. Oleh karena itu, aturan dan penegakan hukum di kegiatan sektor keuangan berfungsi tak hanya untuk mewujudkan kepastian hukum, tetapi harus mampu mengintegrasikan dan berimplikasi pada aspek ekonomi, pembangunan, dan berbagai aspek sosial lainnya.
Dalam rapat pembahasan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) bersama Komisi XI DPR, Desember 2022, Menteri Keuangan menyampaikan, ”sektor keuangan merupakan bisnis yang landasannya kepercayaan, tanpa kepercayaan maka sektor keuangan akan menjadi kerdil”.
Di tengah masih rendahnya kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia, diperlukan pendekatan penindakan kejahatan di sektor keuangan yang dapat merespons perkembangan tindak pidana ekonomi, dan di sisi lain memastikan kepercayaan masyarakat dan roda aktivitas industri tetap berjalan, tetapi efektif memberikan efek jera.
Keadilan restoratif
Penegakan hukum terhadap tindak pidana di sektor keuangan semestinya tak dimaknai harus selalu diproses dengan pemidanaan, tetapi perlu mengedepankan pemulihan keadaan pihak yang dirugikan atau yang dikenal dengan penegakan prinsip keadilan restoratif (restorative justice). Obyektifnya, untuk memberikan pelindungan bagi korban, pihak yang terlibat di dalam sektor keuangan, dan menjaga aktivitas sektor keuangan agar stabil dan berkelanjutan.
Selain mengatur penyempurnaan rumusan delik dan penyesuaian nominal sanksi tindak pidana di sektor keuangan sesuai perkembangan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK yang telah diundangkan pada 13 Januari 2023 juga mengharmonisasikan penegakan hukum di tiap industri sesuai karakteristiknya, dengan mengedepankan prinsip restorative justice serta menekankan penggunaan sanksi pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).
Penegakan keadilan restoratif di UU P2SK tecermin dalam aturan non-prosecuting mechanism yang diperkenalkan di industri perbankan dan industri keuangan nonbank (IKNB) serta aturan lex specialis yang memperkuat ketentuan existing berupa una via di pasar modal, menyesuaikan karakter industri ini.
Dari berbagai literatur, gagasan non-prosecuting mechanism timbul dari kebutuhan penegakan hukum terhadap tindak pidana dalam aktivitas bisnis yang menuntut aparat penegak hukum memperhatikan sifat kegiatan ekonomi yang tak hanya bersinggungan dengan aspek hukum pidana, tetapi juga aspek hukum administrasi dan hak keperdataan.
Baca juga: UU P2SK Disahkan, Sektor Keuangan Indonesia Memasuki Babak Baru
Mekanisme ini mengaitkan kewenangan penegak hukum untuk mengadili kejahatan korporasi dan bisnis dan untuk menunda atau tak mengadili dengan persyaratan pelaku bersedia memenuhi syarat dan ketentuan (pemulihan kerugian) yang telah ditetapkan oleh penegak hukum. Pendekatan hibrida sejenis dalam penegakan hukum tindak pidana pada aktivitas bisnis bukan hal yang baru dan telah diterapkan di beberapa negara, misalnya Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada.
Di UU P2SK, payung hukum non-prosecuting mechanism diperkenalkan dengan memberikan kewenangan pada OJK untuk tak melanjutkan ke tahap penyidikan dan memproses penyelesaiannya melalui tindakan administratif.
Penyelesaiannya akan dilakukan dengan ganti rugi yang diupayakan melalui cara pemulihan yang mengharuskan pihak yang mendapat untung dari tindakan ilegal atau salah untuk menyerahkan keuntungan apa pun yang mereka peroleh sebagai akibat dari tindakan ilegal, pelanggaran, atau kejahatan itu (disgorgement).
Mekanisme non-prosecution di pasar modal diterapkan melalui prinsip una via sebagai asas yang memberikan kewenangan bagi otoritas yang mewakili kepentingan umum untuk memilih apakah akan melakukan penindakan atas pelanggaran pidana dengan menempuh jalur hukum administratif atau jalur hukum pidana untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan. Pemilihan ini agar tak ada pengenaan sanksi ganda pada si pelanggar atas pelanggaran yang sama, khususnya pelanggaran pidana.
Baca juga: Transformasi (Hijau) Sektor Keuangan
Pada dasarnya, penerapan asas una via telah ada di UU No 8/1995 tentang Pasar Modal dan diperbarui dalam UU P2SK dengan penguatan dasar hukum.
Di sini, dalam penanganan tindak pidana pasar modal, OJK dapat meningkatkan ke tahap penyidikan atau tidak meningkatkan ke tahap penyidikan melalui parameter tertentu dengan disertai penetapan di antaranya sanksi dan tindakan administratif.
Perlindungan investor/konsumen
Penerapan una via sejalan dengan pemahaman bahwa pelanggaran yang terjadi di pasar modal sangat beragam baik jenis, modus operandi, maupun kerugian yang ditimbulkan. Karena itu, tak semua pelanggaran di bidang pasar modal ini harus dilanjutkan ke tahap penyidikan karena hal tersebut justru dapat menghambat kegiatan penawaran dan/atau perdagangan efek secara keseluruhan.
UU P2SK memperkuat perlindungan terhadap investor pasar modal dan konsumen jasa keuangan dengan menetapkan bahwa tindakan dan sanksi administratif juga dapat disertai dengan ”perintah tertulis” yang memerintahkan pelaku pelanggaran dan/atau tindak pidana untuk mengembalikan keuntungan yang diperoleh dan/atau kerugian yang dapat dihindari dari tindak pidana atau disebut disgorgement. Ganti kerugian itu jadi hak dari pihak yang dirugikan.
Di bidang perbankan dan IKNB, non-prosecution mechanism merupakan konsep baru yang diperkenalkan UU P2SK yang kian menekankan harmonisasi penegakan hukum di sektor keuangan dengan mengedepankan upaya pemulihan korban. Melalui ketentuan ini, pada tahap penyelidikan, pihak yang diduga melakukan tindak pidana perbankan atau IKNB dapat mengajukan permohonan kepada OJK untuk penyelesaian pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Jika OJK menyetujui permohonan itu, pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran wajib melaksanakan kesepakatan (non-prosecution agreement/NPA), termasuk membayar ganti kerugian. Selanjutnya, perkara tersebut dihentikan dan tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan.
Untuk memenuhi rasa keadilan, dalam memutuskan apakah suatu perkara akan dilanjutkan ke tahap penyidikan atau tidak, penerapan ketentuan una via dan non-prosecution mechanism menggunakan parameter: 1) nilai transaksi dan/atau nilai kerugian atas pelanggaran; 2) ada atau tidak adanya penyelesaian atas kerugian yang timbul akibat tindak pidana; 3) dampak terhadap industrinya dan/atau kepentingan nasabah, investor, dan/atau masyarakat.
Untuk pasar modal, ada pula pertimbangan mengenai 4) akibat tindak pidana pada kegiatan penawaran dan/atau perdagangan efek secara keseluruhan.
Semangat penerapan una via, NPA, dan disgorgement merupakan manifestasi dari sistem keadilan restoratif.
Semangat penerapan una via, NPA, dan disgorgement merupakan manifestasi dari sistem keadilan restoratif. Tujuannya secara umum agar pelaku tindak pidana bertanggung jawab untuk memperbaiki kerugian yang diakibatkan oleh kesalahannya. Dari sisi industri jasa keuangan, model penegakan hukum ini diharapkan secara efisien dapat menyelesaikan permasalahan secara adil, cepat, dan efisien sehingga aktivitas industri dapat tetap berjalan dan integritas pasar tetap terjaga.
Pada akhirnya, penegakan hukum yang dilakukan di sektor mana pun tetap ditujukan untuk mengakomodasi rasa keadilan masyarakat dan mewujudkan kepastian hukum, sekaligus mampu memberikan manfaat bagi kepentingan bangsa dan negara secara keseluruhan. Upaya mencapai ketiga tujuan hukum secara bersamaan ini diharapkan dapat mewujudkan keadilan berkelanjutan.
Apri Sya'bani,Analis Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan