Perang 1945 di Surabaya
Surabaya baru kembali ke Republik Indonesia setelah tercapai kesepakatan penyerahan kedaulatan dalam Konferensi Meja Bundar (23 Agustus 1949-23 September 1949).
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F11%2Fbe853041-d79b-44fc-8e20-b15d93c3f560_jpg.jpg)
Seorang peserta Parade Surabaya Juang menyalakan meriam saat teatrikal Perang Surabaya 1945 di Monumen Perjuangan Polri, di Surabaya, Minggu (11/11/2018)
Kompas (28/12/2022) memuat opini tentang Patriotisme Prof Subroto. Izinkan saya meluruskan pernyataan tentang Perang 1945 di Surabaya yang menyebutkan bahwa Tentara Sekutu terusir dari Surabaya pada 1945.
Kenyataannya, perang Surabaya merupakan rangkaian peristiwa panjang. Pada September 1945, pemuda, Laskar, serta Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Surabaya mendapatkan 37.000 pucuk aneka senjata dari gudang senjata di Don Bosco. Ini berkat sikap kooperatif Jepang, Laksamana Shibata dan Mayjen Iwabe.
Pada 24 Oktober 1945 kapal HMS Cumberland berlabuh di Tanjung Perak. Konvoi dipimpin Brigjen Mallaby bersama 6.000 anggota pasukan. Hubungan dengan pihak Indonesia semula baik, hingga pada 27 Oktober Dakota RAF menyebar leaflet dari udara. Isinya ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan semua senjata dari Jepang.
Perang pertama melawan Sekutu (Inggris) berlangsung pada 27 Oktober pukul 17.00. Tentara Inggris hampir kalah, sehingga Mallaby meminta bantuan. Maka, pada 29 Oktober Christison meminta bantuan kepada Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M Hatta. Terjadi perdamaian sejenak. Namun, terjadi keributan di gedung Internatio dan Mallaby tewas. Tidak diketahui siapa penembaknya.
Hal itu memicu kemarahan Inggris. Pada 1 November 1945 Inggris mengirim Mayjen Mansergh dengan 28.000 prajurit dengan perlengkapan perangnya. Ada kapal perang HMS Sussex dan beberapa kapal perusak, angkatan udara dengan 25 Thunder Bolt, kavaleri, dan artileri. Mansergh menolak berunding dengan Pemerintah Indonesia.
Pada 10 November 1945 pukul 06.00 perang dimulai dengan tembakan Salvo dari HMS Sussex. Serangan udara mulai pukul 09.00. Pasukan Indonesia, TKR, polisi istimewa, dan Laskar melawan tanpa gentar dalam pertempuran hebat yang berlangsung selama 3 minggu.
Tanggal 2 Desember pasukan RI mundur teratur ke Mojokerto. Inggris tidak berani mengejar karena jangkauan meriam lautnya tidak memungkinkan untuk melindungi pasukan. Surabaya dikuasai penuh oleh Sekutu dan baru tahun 1946 diserahkan kepada Belanda. Korban tewas Indonesia 16.000 jiwa dan Inggris 500 jiwa.
Surabaya baru kembali ke Republik Indonesia setelah tercapai kesepakatan penyerahan kedaulatan dalam Konferensi Meja Bundar (23 Agustus 1949-23 September 1949) dan setelah Negara Jawa Timur (boneka Belanda) bergabung ke Republik Indonesia pada 25 Februari 1950.
WidagdoSetiabudi, Bandung 40141
Tentang Diaspora

Wakil Presiden Ma'ruf Amin bertemu dengan masyarakat diaspora di Singapura, Selasa (18/10/2022) di KBRI Singapura.
Tulisan Djoko Madurianto Sunarto (30/12/2022) yang menanggapi tulisan Samesto Nitisastro (15/12/2022) tentang ”Anak Indonesia Pintar-pintar” membuat saya ingin menyampaikan pandangan dan usulan terkait diaspora kita.
Sejak lama lembaga beasiswa, terutama yang dibiayai negara, mensyaratkan jika selesai kuliah harus langsung pulang ke Tanah Air tanpa memberi kesempatan bekerja terlebih dahulu di luar negeri. Alasannya, agar mereka segera mengabdi dan berkarier di negeri sendiri. Padahal, pengalaman bekerja di luar negeri perlu untuk mempraktikkan hasil pembelajaran.
Pelajar kita di luar negeri sebenarnya juga sulit mendapatkan pekerjaan di lembaga atau korporasi kelas dunia karena persaingan ketat. Akibatnya, sedikit sekali anak muda kita yang berkiprah di mancanegara (underrepresented).
Dalam laga piala dunia kemarin kita bisa belajar dari Maroko. Mereka memanfaatkan diaspora Maroko yang sukses berkiprah di liga utama dunia. Negara lain, seperti India, bahkan menganut dwi kewarganegaraan. Tidak heran apabila pencapaian India sebagai bangsa sangat menonjol dan menduduki posisi penting di berbagai korporasi dunia.
Pemikiran seperti ini perlu kita simak agar anak muda kita tidak tertinggal di kancah internasional di berbagai bidang kehidupan. Pesan ini secara jelas dituangkan di konstitusi negara agar bangsa kita sejajar dengan bangsa lain dan diperhitungkan dalam pergaulan antarbangsa.
Akhirnya saya usulkan untuk pihak terkait agar meninjau ulang perjanjian bilateral kita dengan negara lain, terutama negara maju, sehingga terbuka kesempatan bagi anak muda kita untuk berkarier dan tampil di arena internasional.
Deswandhy AgusmanPermata Hijau, Jakarta Selatan
Langganan ”Kompas”
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F27%2Fe7e65518-8367-41d4-b046-222822aa01a2_jpg.jpg)
Harian Kompas sudah melewati usia 57 tahun tepat pada Selasa (28/6/2022). Sebagai salah satu media nasional tertua, Kompas merekam berbagai momen dalam perjalanan 77 tahun Republik Indonesia.
Di tengah suasana tahun baru 2023, terkejut juga saya dengan kenaikan harga Kompas mulai Januari 2023.
Langganan bulanan Kompas (versi cetak dan kompas.id) menjadi Rp 200.000 (belum termasuk ongkos kirim). Tahun lalu, langganan per bulan Rp 143.000 (ditambah ongkos kirim). Harga eceran yang semula Rp 6.500 jadi Rp 9.000. Kenaikan yang sangat signifikan.
Tepat setahun lalu saya juga menulis ”Langganan ’Kompas’” (Kompas, 6/1/2022) terkait kenaikan harga Kompas saat itu. Seperti halnya di surat tersebut, kali ini pun saya maklum akan alasan kenaikan harga itu.
Berbagai perubahan besar dan cepat, meningkatnya ongkos produksi, sementara kualitas harus dipertahankan bahkan ditingkatkan, menjadi alasan. Itu pula yang dijelaskan dalam pengantar Pemimpin Redaksi Kompas, ”Kejelasan Informasi Menjadi Kian Berharga” terkait kenaikan ini (Kompas, 2/1/2023).
Mengutip berbagai pakar, pengantar itu mengemukakan bahwa surat kabar (termasuk versi cetak) yang berkualitas, kian penting perannya di era digital. Juga ditekankan kelebihan surat kabar (media) cetak sembari mengingatkan sinergi saling melengkapi dengan media daring. Tentu saja menerbitkan koran bermutu di tengah melimpahnya informasi yang miskin kualitas menuntut investasi tidak kecil.
Pemikiran itu tidak terkecuali berlaku untuk Kompas. Sebagai media arus utama dengan sejarah panjang, Kompas akan terus dikembangkan selaras dengan keunggulan komparatif koran cetak bersama dengan versi digitalnya.
Kompas juga bertekad konsisten menyajikan konten yang kredibel, mendalam, serta komprehensif tetapi padat, akurat, berdasarkan data bagi pembaca menghadapi era krisis di tahun-tahun mendatang.
Semua dikawal kode etik agar selalu mengedepankan ”Amanat Hari Nurani Rakyat”.
Kendati harga Kompas meningkat pesat setahun ini, sebagai pembaca Kompas sejak tahun pertama—57 tahun tanpa terputus—sejauh ini belum terpikir untuk menghentikan ”kebiasaan kronis” membaca Kompas (versi cetak) setiap pagi. Mudah-mudahan saja ”ritual” ini masih bisa berlanjut.
Eduard LukmanJalan Warga, RT 014 RW 003, Pejaten Barat, Jakarta 12510
Surat Pelanggan
Saya berlangganan Kompas sejak 1970-an. Dari langganan koran konvensional (cetak) sampai koran digital sekarang.
Saat ini saya berlangganan Kompas.id saja. Sudah berhenti berlangganan Kompas cetak. Ini karena pertimbangan kepraktisan dan kebersihan.
Selain itu, banyak keuntungan yang diperoleh dengan berlangganan Kompas.id, yang tidak ada kalau hanya langganan koran Kompas konvensional. Seperti tambahan banyak artikel menarik dan bermanfaat di koran Kompas digital (e-paper) dan Kompas.id.
Tulisan saya hanya pernah dimuat di rubrik ”Surat kepada Redaksi”. Itu pun sudah lama. Namun, saya terkejut bercampur senang ketika mendapat pesan Whatsapp dari Kompas bahwa saya berhak mendapatkan bonus langganan gratis Kompas.id selama satu bulan.
Karena saat menerima pemberitahuan itu saya masih berlangganan berbayar Kompas.id, maka saya tak langsung menggunakan bonus tersebut. Setelah masa langganan berbayar selesai, barulah saya mengklaim bonus tersebut.
Belum genap satu bulan, datang lagi pemberitahuan yang sama. Bahwa saya mendapatkan hak berlangganan gratis lagi Kompas.id selama satu bulan. Bonus ini akan saya gunakan jika masa langganan gratis saya yang pertama usai.
Saya sungguh tak menduga begitu tinggi apresiasi Kompas kepada pelanggan dan pembaca biasa seperti saya, yang hanya sesekali menulis di rubrik ”Surat kepada Redaksi”. Bukan para pakar dan profesional yang biasa menulis opini.
Saya juga mengapresiasi begitu responsif dan solusif-nya Whatsapp layanan pelanggan Kompas. Setiap masalah yang saya tanyakan selalu dijawab dengan cepat sampai tuntas.
Daniel HTSurabaya 60187
Migrasi TV Digital

Infografik Penyiaran Digital Format Teknologi Siaran Televisi Digital
Migrasi siaran televisi dari analog ke digital sudah digaungkan pemerintah jauh-jauh hari. Namun, program migrasi untuk meningkatkan kualitas gambar dan suara siaran televisi ini tampaknya berjalan tidak sesuai harapan.
Animo masyarakat terhadap program migrasi relatif rendah, bisa dilihat dari tingkat penjualan unit set top box (STB).
Harga STB yang relatif mahal, Rp 200.000-Rp 350.000, bagi masyarakat kecil memberatkan. Mereka tidak antusias lagi menonton televisi karena unit STB tidak terbeli.
Penjualan STB tak booming seperti harapan produsen, padahal jumlah pemilik televisi di Indonesia banyak. Taruhlah, 40 persen penduduk Indonesia sudah memiliki televisi, maka sekitar 100 juta penduduk Indonesia membutuhkan 100 unit STB agar bisa menikmati siaran televisi digital.
Pemerintah konon akan membagikan 6 juta STB bagi masyarakat tak mampu, tetapi realisasinya tak sesuai harapan. Terkesan, pemerintah terburu-buru bermigrasi dari analog ke digital, yang hasilnya ibarat ”jauh panggang dari api”.
Pemerintah perlu re-evaluasi program ini karena banyak merugikan masyarakat kecil. Jika program ini ingin berhasil, selayaknya pemerintah memberikan subsidi agar harga STB terjangkau. Sangat tidak adil apabila pemerintah hanya membagi gratis 6 juta STB, tanpa melihat realitas mahalnya harga unit STB di pasaran.
Banyak yang dirugikan akibat kebijakan ini, antara lain, edukasi pemerintah melalui media televisi bisa tidak tersampaikan optimal. Dari segi bisnis, banyak sponsor acara hiburan di televisi juga dirugikan. Jangan sampai program migrasi ini hanya menguntungkan sekelompok orang, yakni pebisnis penjualan unit STB.
Budi Sartono Soetiardjo Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Terlalu Mahal
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2020%2F07%2F03%2F81a42f5c-f357-4bb1-8ee6-72da20a5c4aa_jpg.jpg)
Mustawan loper koran Kompas yang selalu menawarkan koran Kompas di jembatan penyeberangan orang Ratu Plaza, Jakarta Pusat, seperti terlihat pada hari Jumat (3/7/2020). Penumpang bus Transjakarta yang sebagian besar adalah pekerja kantoran di kawasan Senayan adalah salah satu pelanggan potensialnya. Kompas/Priyombodo (PRI)03-07-2020
Membaca informasi perubahan harga Kompas, awal 2023, sungguh mengejutkan, khususnya bagi para sepuh dan purnakarya, yang jadi pelanggan setia Kompas dari terbit (1965) sampai sekarang (2023).
Terhitung sejak 2 Januari 2023, harga langganan Kompas berubah menjadi Rp 9.000 untuk eceran dan Rp 200.000 langganan per bulan.
Bagi kami, kenaikan biaya langganan Kompas itu sangat berat karena belanja kebutuhan pokok dan biaya transpor saja sudah amat memberatkan.
Napas Kompas tergantung dari jumlah tiras dan penjualan iklan, tetapi cara menaikkan harga langganan hingga 38 persen sangat tidak adil. Seharusnya Kompas melakukan jajak pendapat terlebih dahulu sehingga kenaikan dapat dilakukan bertahap dengan masukan dari pembaca. Dengan demikian, baik Kompas maupun sidang pembaca akan mendapatkan materi berita yang sebanding dengan yang dibayarkan.
FX WibisonoJalan Kumudasmoro Utara, Semarang 50148