Angkat besi kembali membuktikan keandalannya, seiring prestasi Rahmat Erwin di Kejuaraan Dunia 2022. Perlu dioptimalkan demi prestasi-prestasi mendatang.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
DENTY PIAWAI NASTITIE
Lifter kelas 73 kg, Rahmat Erwin Abdullah, meraih emas dalam penampilan perdananya di SEA Games 2019. Tampil di Stadion Ninoy Aquino, Manila, Filipina, awal Desember 2019, Rahmat melakukan angkatan total 322 kg (snatch 145 kg, clean & jerk 177 kg).
Lifter muda Indonesia, Rahmat Erwin Abdullah, meraih emas kelas 73 kilogram dan memecahkan rekor dunia angkatan clean & jerk dengan 200 kg dalam Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2022 di Bogota, Kolombia, Sabtu (10/12/2022) waktu Indonesia. Kesuksesan Rahmat disempurnakan rekannya di pemusatan latihan nasional, Rizki Juniansyah, yang merebut perak kelas tersebut.
Rahmat yang tampil dari Grup B keluar sebagai yang terbaik di kelas 73 kg dengan total angkatan 352 kg. Walau hanya berada di urutan keempat untuk angkatan snatch dengan 152 kg, performa lifter berusia 22 tahun itu tertutupi oleh angkatan clean & jerk dengan 200 kg.
Angkatan clean & jerk itu sekaligus memecahkan rekor dunia 198 kg milik lifter China, Shi Zhiyong. Zhiyong mengukir rekor dunia itu dalam Piala Dunia Angkat Besi 2019 di Tianjin, China, 10 Desember 2019 (Kompas, 10/12/2022).
Angkat besi tidak terlalu populer di tengah masyarakat Indonesia. Jika dibandingkan dengan sepak bola dan bulu tangkis, popularitas angkat besi ibarat bumi dan langit. Nama-nama lifter Indonesia, sebagai satu misal, hanya sesekali disebut, yakni saat mereka meraih medali di kejuaraan internasional, baik ajang tunggal maupun multicabang.
Berbeda dengan pesepak bola atau pebulu tangkis nasional. Kejuaraan yang mereka ikuti jelas lebih banyak sehingga frekuensi siaran langsung penampilan mereka dengan sendirinya juga lebih sering.
Jika tim nasional sepak bola berlaga di Indonesia, begitu pula pebulu tangkis kita tampil di Istora Gelora Bung Karno, Senayan, para penggemar berduyun-duyun datang di arena dan menyemangati. Bahkan, di luar urusan prestasi, kehidupan pribadi para atlet juga menjadi perhatian.
Situasi menjadi amat berbeda jika kita mencermati fenomena di angkat besi.
Pembinaan di angkat besi bagaikan menyusuri jalan sunyi, dengan suasana pemusatan latihan yang rata-rata minim ekspose.
Pemberitaan terhadap kejuaraan level nasional juga tak terlalu gegap gempita.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Selebrasi lifter Indonesia, Rahmat Erwin Abdullah, setelah penganugerahan medali yang diperolehnya dalam nomor 73 kilogram putra cabang angkat besi pada SEA Games Vietnam 2021 di Hanoi Training Center, Hanoi, Vietnam, Mei 2021.
Namun, dari sisi prestasi, cabang angkat besi layak dibanggakan. Angkat besi menjadi salah satu dari tiga cabang penyumbang medali di Olimpiade, selain bulu tangkis dan panahan. Bahkan, saat tim bulu tangkis Indonesia tak meraih satu medali pun di Olimpiade London 2012, angkat besi menjadi pelipur lara dengan perolehan dua medali perak oleh Triyatno dan Citra Febrianti, serta perunggu dari Eko Yuli.
Langkah Kementerian Pemuda dan Olahraga yang memasukkan angkat besi dalam 14 cabang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) sudah tepat. Tinggal berbagai kekurangan dan kelemahan yang masih melingkupi pembinaan cabang ini perlu segera dibenahi demi prestasi-prestasi mendatang. Indonesia perlu mengungkit gairah publik di angkat besi, seiring potensi para lifter kita yang berkelas dunia.