Wartawan Kompas, Th A Budi Susilo, pernah menyadur buku Scientific Soccer in the Seventies (Roger MacDonald dan Eric Batty, 1971). Analisis berbagai pertandingan Piala Dunia 1970 itu memikat dan informatif.
Oleh
Eduard Lukman
·3 menit baca
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Pemain Swiss Silvan Widmer (tengah) berebut bola dengan para pemain Kamerun saat bertanding di babak fase Grup G Piala Dunia 2022 di Stadion Al Janoub, Qatar, Kamis (24/11/2022). Swiss menang 1-0 Kompas/Yuniadhi Agung (MYE) 24-11-2022
Sejak 20 November 2022 bergulir lagi tontonan hebat empat tahun sekali, Piala Dunia sepak bola. Qatar menjadi tuan rumah.
Seperti biasanya, Kompas menyediakan porsi besar untuk peristiwa ini. Anggota Ombudsman Kompas, Ignatius Haryanto, memberi catatan dan masukan agar liputan Piala Dunia semakin informatif dan mencerahkan (”Menggali Inspirasi Piala Dunia”, 21/11/2022).
Kompas punya pengalaman panjang meliput Piala Dunia. Ignatius Haryanto mencatat, Kompas meliput Piala Dunia sejak dekade 1980-an. Seingat saya, Kompas jadi rujukan saya mengikuti Piala Dunia 1970 di Meksiko.
Wartawan olahraga Kompas, Th A Budi Susilo, pernah menerjemahkan dan menyadur buku Scientific Soccer in the Seventies (Roger MacDonald dan Eric Batty, 1971). Analisis berbagai pertandingan Piala Dunia 1970 itu memang memikat dan informatif. Kompas memuat saduran itu secara bersambung pada tahun 1972.
Piala Dunia yang tengah berlangsung ini mengingatkan saya pada Abdurrahman Wahid. Gus Dur yang kemudian menjadi Presiden ke-4 RI memang keranjingan sepak bola. Saya terkesan pada artikel Gus Dur, ”Si Awam dan Piala Dunia” (Kompas, 21/6/1978).
Tulisan Gus Dur itu saya tanggapi melalui surat pembaca ”Tentang Bola” (Kompas, 27/6/1978). Saya mengagumi perbendaharaan sepak bola Gus Dur.
Mengenai Piala Dunia kali ini, saya sepakat dengan Ignatius Haryanto agar Kompas memperkaya liputan dengan menyajikan dinamika di seputar dan di luar lapangan. Selain itu, Kompas tetap perlu memperhatikan porsi yang memadai untuk berbagai peristiwa dan isu lain, krisis ekonomi dan lingkungan, termasuk bencana.
Pembaca juga menantikan ulasan Sindhunata yang mencerahkan, yang menceritakan sepak bola lebih dari sekadar urusan pertandingan, atau juga ulasan tokoh masyarakat, seperti halnya Gus Dur.
Surat saya di Kompas 44 tahun silam (27/6/1978) mencerminkan makna catatan Ashadi Siregar (Kompas, 18/11/2022), yakni agar liputan Piala Dunia yang intens ini tidak sekadar hiburan, tetapi juga menumbuhkan apresiasi tentang berbagai dimensi kemanusiaan.
Selamat menonton Piala Dunia 2022.
Eduard LukmanJl Warga RT 014 RW 003, Pejaten Barat, Jakarta 12510
Sensus Regsosek
Saat ini sedang berlangsung sensus Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek) 2022. Sensus yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik ini berlangsung secara nasional.
Rumah saya pun didatangi petugas Regsosek, Senin 24 Oktober 2022. Ia menyerahkan kuesioner Regsosek berisikan pertanyaan-pertanyaan data pribadi. Ada NIK, pekerjaan, dan data lain yang bersifat pribadi. Anehnya, data ini harus diiisi dengan pensil, tetapi khusus untuk kolom tanda tangan harus saya tanda tangani dengan menggunakan bolpoin.
Pada kolom tanda tangan terdapat pernyataan, ”Saya menyatakan bahwa informasi yang diberikan adalah benar dan boleh dipergunakan untuk keperluan pemerintah”.
Formulir kuesioner yang telah diisi kemudian diambil petugas pada 29 Oktober 2022.
Tidak ada jaminan bahwa isian kuesioner yang diisi dengan pensil tidak diubah atau dimodifikasi oleh siapa pun selama proses atau dalam tahapan Regsosek.
Selain itu, karena yang harus diisi pada Regsosek adalah data pribadi yang merupakan subyek dari UU No 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, cara-cara seperti yang dilaksanakan dalam survei Regsosek tersebut—data ditulis dengan pensil, tanda tangan dengan bolpoin—rentan terhadap penyalahgunaan data.
Mohon perhatian Badan Pusat Statistik, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan Ombudsman RI, untuk memastikan tidak ada perubahan data masyarakat.