Melalui anime sepak bola, Jepang membentuk impian untuk meraih juara dalam piala dunia. Narasi di anime itu menjadi sebentuk identitas baru dan menggerakkan pemain Jepang untuk berjuang. Kita bisa belajar dari Jepang.
Oleh
WAWAN KURNIAWAN
·5 menit baca
SUPRIYANTO
Ilustrasi
”Jepang bisa menjuarai piala dunia”. Narasi itulah yang muncul dalam beberapa anime sepak bola Jepang. Pertandingan pertama Jepang di babak penyisihan Piala Dunia 2022 melawan Jerman memperlihatkan secercah harapan itu.
Kemenangan tipis yang diraih atas semangat pantang menyerah pemain Jepang tentu saja memberikan kekuatan mental bagi tim Jepang. Sebab, Jerman menjadi salah satu tim yang cukup banyak diunggulkan dan memiliki pemain bertabur bintang papan atas. Benarkah ini pengaruh anime sepak bola?
Jika ingin membuat daftar anime yang mengusung tema sepak bola, sekiranya ada lebih dari sepuluh yang akan kita temukan dengan mudah. Kapten Tsubasa salah satu anime yang sukses mempopulerkan sepak bola di Jepang hingga merambah ke berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Selain kapten Tsubasa, ada beberapa anime terbaru di tahun 2022 yang mengusung semangat serupa, Ao Ashi dan Blue Lock. Ketiga anime tersebut memiliki satu benang merah yang sama, yaitu membuat tim nasional sepak bola Jepang menjadi juara dunia.
Namun, ketiga anime itu memiliki tiga pendekatan yang berbeda dalam bentuk gagasan cerita. Di kapten Tsubasa, tokoh utama memiliki semangat dan keterampilan yang mumpuni sehingga mampu mendorong performa tim.
Berbeda dengan Tsubasa, Ao Ashi menjadi tokoh utama dengan keterbatasan keterampilan namun dibarengi dengan semangat pantang menyerah dan mental yang kuat untuk terus mencoba hingga mahir. Sementara di Blue Lock, gagasan cerita dirancang untuk menghadirkan penyerang yang mematikan dan mampu membawa Jepang menjadi juara dunia.
Namun, sekali lagi, ketiga anime tersebut hadir dengan membawa narasi yang serupa meski dengan pendekatan yang berbeda. Lalu, apakah yang bisa diharapkan dari narasi tersebut?
Sekilas tampak begitu sederhana. Namun, jika ditelisik lebih jauh, narasi itu punya peran penting dalam membentuk kepribadian hingga identias individu dan kelompok. Dan McAdams, seorang profesor psikologi di Universitas Northwestern, memiliki serangkaian riset tentang narrative identity. Baginya, narasi menjadi elemen penting dalam kehidupan, bahkan dia mengibaratkan narasi sebagai Möbius strip: Cerita adalah hidup, hidup adalah cerita.
Kreator Captain Tsubasa, Yoichi Takahashi, memperlihatkan jersei Barcelona dengan namanya yang diberikan mantan Presiden Barca Josep Maria Bartomeu ketika Takahashi mengunjungi Stadion Camp Nou, Januari 2016. Takahashi juga memberikan gambar tangannya tokoh Tsubasa Ozora dengan seragam Blaugrana.
Narasi menuju identitas
Hidetoshi Nakata, salah satu pemain tim nasional Jepang yang sukses berkarier hingga Eropa, mengaku dalam sebuah wawancara bahwa kapten Tsubasa memberikan inspirasi baginya untuk berkembang dalam dunia sepak bola.
Bukan hanya Nakata, tetapi beberapa pemain Eropa seperti Alessandro Del Piero, Andrés Iniesta, dan beberapa pemain lainnya mengaku mendapat semangat dari Tsubasa. Episode pertama kapten Tsubasa tayang pada 1983, serial ini beberapa kali diproduksi ulang dan disambut hangat oleh publik. Terakhir, pada 2018, kapten Tsubasa kembali diproduksi ulang dan tayang sebelum Piala Dunia 2018 di Rusia berlangsung.
Pada konteks sepak bola, impian meraih piala dunia bagi Jepang telah dibentuk secara perlahan.
Melihat pengaruh yang dihadirkan narasi sepak bola di anime, kita bisa mendapatkan penjelasan secara sains dari sejumlah riset yang dilakukan Dan McAdams. Menurut dia, perkembangan diri individu melewati serangkaian narasi akan berhadapan dengan tiga tahap.
Pertama adalah ”aktor”, di mana tahap awal kita akan tumbuh dengan peran masing-masing, sebagai anak perempuan, saudara laki-laki, atau, bayi kecil yang hanya bisa menangis. Lalu tahap setelah itu adalah ”agen” di mana individu masih memainkan peran dan berinteraksi dengan dunia, tetapi membuat keputusan dengan harapan menghasilkan sesuatu yang diinginkan. Tahap terakhir adalah ”penulis” adalah saat orang mulai menggabungkan ide tentang masa depan dengan pengalaman dari masa lalu dan masa kini untuk membentuk diri secara naratif.
Dalam anime, secara tidak langsung, tahap terakhir hadir membentuk imajinasi anak-anak atau siapa saja yang menyaksikan anime tersebut. Gabungan ide tentang masa depan dan pengalaman yang akan dilalui memberi perkembangan penting dalam mendefinisikan identitas yang akan dimiliki. Diri individu pada akhirnya dibentuk atas narasi yang menjadi sesuatu yang mengakar dan dipercaya dengan teguh.
Pada konteks sepak bola, impian meraih piala dunia bagi Jepang telah dibentuk secara perlahan. Bahkan, tim nasional sepak bola wanita Jepang telah menorehkan sejarah untuk pertama kalinya menjadi juara Piala Dunia Wanita di tahun 2011 setelah di final menaklukkan Amerika Serikat. Narasi dalam anime bahwa Jepang menjuarai piala dunia mungkin bukan lagi hal yang bersifat fiksi, melainkan sebentuk identitas baru dan menggerakkan seluruh pemain Jepang untuk berjuang.
AFP/ADRIAN DENNIS
Bek Jepang, Maya Yoshida, merayakan kemenangan timnya atas Jerman pada laga penyisihan Grup E Piala Dunia 2022 di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Rabu (23/11/2022) malam WIB. Jepang memberikan kejutan dengan mengalahkan Jerman, 2-1, pada laga itu.
Belajar dari Jepang
Di Indonesia, sepak bola begitu dekat dan lekat dengan masyarakat kita. Sepak bola selain menjadi olahraga yang populer jugasudah menjadi bagian dari identitas sejumlah kelompok. Antusiasme pendukung sepak bola mampu memberikan kontribusi tersendiri bagi perkembangan sepak bola di Tanah Air.
Namun, hal terpenting yang kita pelajari dari Jepang adalah membangun narasi tentang identitas sepak bola kita sendiri. Di tahap ini, pemerintah belum melakukan apa-apa yang mampu membangkitkan semangat kolektif masyarakat.
Seperti Jepang, jauh sebelum narasi menjuarai piala dunia, narasi Jepang lolos piala dunia terus dibicarakan hingga menjadi kenyataan. Narasi itu pada akhirnya berkembang di tataran kebijakan dan program yang nyata untuk pengembangan sepak bola. Pembinaan sepak bola sejak dini hingga mendorong sejumlah pemain muda Jepang untuk berkarier di liga-liga besar dunia menjadi langkah nyata untuk membawa Jepang meraih juara dunia.
Hal tersebut sebelumnya juga tecermin dalam anime-anime sepak bola Jepang. Tentu sulit memastikan bahwa narasi anime di piala dunia terbukti, tetapi kita dapat melihat mental juang dan harapan tumbuh seiring dengan narasi-narasi yang terus berulang dan diperkuat. Pada akhirnya, setelah narasi menjadi identitas, narasi pula yang akan membentuk realitas.
Wawan Kurniawan, Peneliti Psikologi Sosial di Laboratorium Politik Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia