Lima tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berakhir. Digitalisasi sejumlah pelayanan terwujud, tinggal memperluas pengguna.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Warga Jakarta cukup beruntung karena bisa dengan mudah mengadukan setiap masalah publik yang mereka temui sehari-hari. Sejak beberapa tahun terakhir, Jakarta memiliki sistem Citizen Relation Management atau diberi nama lain Cepat Respons Masyarakat (CRM).
Sistem ini dikembangkan Badan Layanan Umum Daerah Jakarta Smart City (JSC) yang sejak 2014 hadir untuk mengoptimalkan pemanfaatan teknologi demi memaksimalkan pelayanan publik di Jakarta. CRM melayani permintaan atau pengaduan layanan melalui 13 kanal resmi, baik tatap muka maupun dalam jaringan. (Kompas, 14/10/2022).
Dari beberapa liputan tim Kompas, ditemukan fakta warga sudah menggunakan kanal-kanal pengaduan itu. Kanal di sistem tersebut meliputi aplikasi Qlue, media sosial Twitter @DKIJakarta, Facebook Pemprov DKI Jakarta, surat elektronik [email protected], Balai Warga Jakarta.go.id. Lalu, SMS Lapor 1708, SMS 08111272206, kantor kelurahan, kantor kecamatan, surat gubernur, pendopo balai kota, kantor inspektorat, dan aplikasi Jakarta Kini atau Jaki.
Seorang warga di Jakarta Selatan, misalnya, pernah mencoba mengadukan keluhannya melalui kanal itu, Juli 2022. Setelah laporan ke ketua RT tanpa solusi, ia mengadu ke kelurahan, yang juga buntu. Ia lalu melapor lewat JakLapor via aplikasi Jaki. Uniknya, dari pengecekan kemudian, pengaduannya di aplikasi tersebut berstatus selesai. Ternyata, penyelesaian itu tanpa melalui dirinya sebagai pelapor.
Selain urusan pengaduan, pelayanan kependudukan, sebagai misal lain, juga berbasis digital. Untuk mengurus dokumen kependudukan, warga bisa menggunakan situs dan aplikasi Akses Langsung Pelayanan Dokumen Kependudukan Cepat dan Akurat (Alpukat) Betawi.
Sejak 2019, sekitar 360.000 permintaan terhadap 14 jenis layanan digital telah diselesaikan. Meski masih jauh lebih sedikit dari layanan tatap muka, jumlah pengguna Alpukat yang terdaftar terus meningkat. Hingga kini, terbilang 800.000 lebih warga Jakarta yang menggunakan layanan tersebut.
Digitalisasi Pemprov DKI, diakui sejumlah pihak, salah satunya Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD). Menurut KPPOD, DKI Jakarta termasuk salah satu pemerintah daerah yang cukup agresif menggunakan platform digital dalam melayani publik.
Digitalisasi pelayanan publik tentu salah satu hal krusial di tengah tuntutan era kekinian, terutama ketika pandemi mencapai sejumlah puncak kasusnya pada 2020 dan 2021. Adaptasi Pemprov DKI dalam hal ini layak diapresiasi.
Namun, bukan berarti sudah tiada tantangan lagi. Selain jumlah pengguna pelayanan digital yang masih perlu ditingkatkan, Pemprov DKI juga perlu memastikan masalah-masalah klasik yang seolah identik dengan Jakarta, sepenuhnya teratasi. Ya kemacetan, ya banjir, ya kemiskinan, atau masalah-masalah lain yang bakal muncul nantinya.