Rapat kerja di DPR, 5 September 2022, mengingatkan perlunya pemahaman akan kaidah komunikasi. yang baik. Publik mengharapkan teladan dari para pejabat dan elite negeri ini untuk bijak berkomunikasi.
Oleh
Eduard Lukman
·2 menit baca
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU
Suasana rapat kerja Komisi I DPR dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman, KSAL Laksamana Yudo Margono, dan KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Rapat kerja Komisi I DPR dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, 5 September 2022, menimbulkan persoalan. Penilaian dan pernyataan anggota Komisi I terhadap TNI menyinggung dan memicu kemarahan yang viral di media sosial. Muncul berbagai pendapat publik tentang tanggapan keras tersebut.
Syukur situasinya mereda setelah anggota Komisi I DPR tersebut meminta maaf kepada Panglima TNI dan KSAD serta berbagai kalangan terkait.
Kejadian itu mengingatkan pada surat saya ”Bijak Berkomunikasi” (Kompas, 31/5/2021). Saat itu saya menanggapi situasi komunikasi di media sosial yang tidak sehat. Saya kutip ulang berbagai prinsip komunikasi manusia yang saya kemukakan dalam surat tersebut.
Pakar ilmu komunikasi Brent D Ruben dalam Communication and Human Behavior (1984: 1992) menjelaskan bahwa ketika seseorang berkomunikasi, serentak terpetik tiga jenis informasi, yakni informasi tentang topik atau masalah tertentu.
Kemudian informasi hasil inferensi mengenai pengirim pesan, bisa mencakup perkiraan pendidikan, budaya, karakter, emosi, dan sebagainya.
Informasi ini bisa untuk menyimpulkan apakah pengirim pesan menghormati, menghargai, meremehkan, melecehkan, atau menghina sasaran pesannya.
Dengan demikian, Ruben menyimpulkan bahwa baik konten, bahasa yang digunakan, pilihan kata, mimik muka, sikap tubuh, volume suara, maupun intonasi menjadi petunjuk untuk memaknai pesan sekaligus menilai ”kualitas” si pengirim pesan. Saya juga perlu mengutip kembali Joseph A DeVito, dalam The Interpersonal Communication Book (2019), bahwa pesan yang sudah dikirim tidak bisa ”ditarik” kembali (irreversible).
Kendati ada permintaan maaf, misalnya, pesan yang disampaikan sebelumnya sudah dimaknai dan menimbulkan dampak tertentu. Di era media berbasis jaringan internet, pesan tersebut bahkan ”tersimpan abadi”.
Proses komunikasi manusia kompleks. Yang utama, proses itu tidaklah semata mementingkan efektivitas, tetapi juga harus beretika (Larry A Samovar, dkk, Communication Between Cultures, 2010). Artinya, saling menghargai dengan menjunjung etika dan martabat.
Kejadian dalam rapat kerja di DPR, 5 September 2022, kembali mengingatkan perlunya pemahaman akan kaidah-kaidah komunikasi di atas. Publik mengharapkan teladan dari para pejabat, tokoh, dan elite negeri untuk selalu ”bijak” berkomunikasi. Insya Allah.
Eduard LukmanJl Warga, RT 014 RW 003, Pejaten Barat,Pasar Minggu, Jakarta 12510