Korupsi dan Demokrasi
Sebagai rakyat biasa saya berharap kesungguhan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Tabuh genderang perang terhadap korupsi agar prestasi pemerintahan Presiden Jokowi tidak tergerus dengan semakin masifnya korupsi.

Terpidana Korupsi Pinangki dan Atut Bebas Bersyarat
Ketika bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari divonis 10 tahun penjara, menjadi 4 tahun di tingkat banding, menjalani hukuman satu tahun satu bulan, kemudian mendapat pembebasan bersyarat bersama 23 terpidana korupsi, publik pun terenyak.
Seperti diungkapkan M Fatahillah Akbar dalam rubrik Opini Kompas (Rabu, 14/9/2022), hukuman dijatuhkan bukan karena kejahatan yang dilakukan, melainkan agar orang lain tidak melakukan kejahatan tersebut. Inilah yang disebut efek jera hukuman.
Namun, mudahnya koruptor mendapatkan keringanan hukuman menunjukkan bahwa korupsi bukan lagi dianggap sebagai kejahatan yang luar biasa!
Dalam jajak pendapat Litbang Kompas (Kompas, 19/9/2022) disimpulkan, salah satu penyumbang tersendatnya demokrasi di mata publik adalah korupsi!
Belum lama ini Menko Polhukam menyatakan, demokrasi di Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Ini antara lain dikaitkan dengan maraknya kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, padahal mereka adalah hasil pemilihan yang demokratis. Penyebabnya adalah mahalnya biaya untuk mengikuti pilkada.
Suramnya pemberantasan korupsi di Indonesia yang ditandai melemahnya KPK, sementara institusi lain kurang berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi, sungguh amat disayangkan. Akhirnya, sebagai rakyat biasa, saya berharap kesungguhan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Tabuh genderang perang terhadap korupsi agar prestasi pemerintahan Presiden Jokowi tidak tergerus dengan semakin masifnya korupsi.
Bharoto Jl Kelud Timur I, Semarang
Rekayasa Kasus
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F08%2F30%2F830405a9-adc3-4eb1-bcd2-502810a38a19_jpg.jpg)
Tersangka Ferdy Sambo saat mengikuti rangkaian rekonstruksi pembunuhan Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Rumah Dinas Polri, Jalan Duren Tiga Utara, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022). Rekonstruksi pembunuhan Brigadir Novriansyah Yosua Hutrabarat ini menghadirkan tersangka bekas Kadiv Propram Polisi Ferdy Sambo, istri Ferdy Sambo Putri Candrawathi, ajudan Ferdy Sambo Ricky Rizal, penjaga rumah Ferdy Sambo Richard Eliezer Pudihang Lumiu, dan sopir Kuat Maruf. Dalam proses rekonstruksi ini dilakukan sebanyak 78 adegan. Durasi waktu berlangsungnya adegan ulang ini selama 7,5 jam. Selain dilakukan adegan ulang proses pembunuhan Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat yang berlatar di rumah pribadi dan rumah dinas Ferdy Sambo, simulasi adegan proses di Magelang pun turut dilakukan dalam rangakaian ini. KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO 30-8-2022
Pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang diotaki bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Irjen Ferdy Sambo mengharu biru masyarakat. Sebagai pengayom, Sambo justru merekayasa pembunuhan melibatkan belasan aparat.
Rekayasa kasus Sambo ternyata mirip dengan kasus pembunuhan wartawan Bernas, Yogyakarta, Fuad Muhammad Syarifruddin yang akrab dipanggil Udin, 26 tahun silam. Ada tiga kemiripan, yaitu menghilangkan atau merusak barang bukti, menghadirkan sosok wanita dengan isu perselingkuhan, dan mengarang sebuah cerita yang pelan-pelan mengaburkan kasus sebenarnya.
Pada 13 Agustus 1996 tengah malam Udin dianiaya pria tak dikenal di depan rumah kontrakannya di Dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis Km 13, Yogyakarta. Udin dikenal sebagai wartawan yang kritis melaporkan kasus korupsi dan penyelewengan politik di daerah Yogyakarta, terutama Bantul.
Banyak pihak yakin Udin dianiaya hingga tewas tiga hari kemudian karena tulisan-tulisannya yang dimuat di Bernas. Tak kurang Sultan Hamengku Buwono X, Pangdam IV Diponegoro, dan Kapolda Jateng-DIY minta agar kasus Udin diusut tuntas.
Sejak awal Bupati Bantul menyatakan tidak terlibat kasus pembunuhan itu. Kapolres Bantul saat itu mengatakan tidak ada dalang meski tersangka belum tertangkap.
Selang tiga minggu kemudian Kapolda Jateng-DIY mengaku pihak kepolisian sudah mengantongi identitas tersangka. Mendagri pun mendesak Gubernur DIY memanggil Bupati Bantul.
Dua bulan kemudian aparat kepolisian menangkap Dwi Sumaji alias Iwik sebagai tersangka kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian Udin. Kata polisi, kematian Udin bukan karena isi tulisan di Bernas, tetapi akibat kasus perselingkuhan dengan istri Iwik. Meski diprotes banyak pihak, polisi tetap menghadirkan isu selingkuh di balik kematian Udin.
Iwik akhirnya divonis bebas PN Bantul pada 27 November 1997 karena tidak terbukti menganiaya dan menyebabkan kematian Udin. Namun, sampai saat ini kasus dan tersangka kematian Udin tetap menjadi misteri.
M Basuki Sugita Jl Yos Sudarso, Kudus
Kasihan Polri

Anggota Polda Maluku menerima kenaikan pangkat di laut tepatnya pesisir Desa Tulehu, Pulau Ambon, pada Selasa (31/12/2019).
Sejak Kasus Ferdy Sambo (FS) mencuat, Polri telah melakukan banyak hal. Termasuk memeriksa puluhan aparat kepolisian yang diduga terlibat, Putri Candrawathi, dan pekerja rumah tangga.
Beberapa aparat telah diberhentikan atau mendapat sanksi. Polri juga menyita rekaman CCTV, rekonstruksi ulang di Jakarta dan Magelang, sampai lie detector.
Aparat yang diberhentikan atau mendapat sanksi berdampak terhadap istri, anak, orangtua, mertua, dan seterusnya. Mereka korban.
Di luar profesinya, FS adalah WNI. Hak dan kewajibannya sama dengan WNI lain. Namun, sepak terjangnya memorakporandakan tatanan kehidupan.
Kita selalu berwacana sebagai negara hukum, tetapi hukum dijungkirbalikkan aparat penegak hukum.
Berbagai isu tentang FS beredar luas. Dari memberi informasi palsu, memiliki kerajaan di lingkungan Polri, kekayaan melebihi gaji, hingga judi online.
Kebenarannya akan teruji di persidangan, itu pun jika fair, mengingat pelakunya sesama penegak hukum. Pemberhentian tidak hormat dan penolakan upaya banding FS bahkan jauh di bawah kerugian para korban.
Di tengah pandemi serta kenaikan BBM, rakyat kesal menonton drama murahan yang tak kunjung usai. Skenario FS benar-benar menguras energi Polri. Padahal kuncinya sederhana, semua yang terlibat jujur, selesai perkara.
Bukankah Polri dididik berjiwa kesatria. Apa gunanya pendidikan polisi yang dibiayai negara dari pajak rakyat, tapi disalahgunakan? Kasihan 434.000 anggota Polri yang ikut tercoreng ulah FS.
Yes SugimoJl Melati Raya, Cilengkrang, Bandung 40616
Politik Berisik
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F03%2F15%2Ff69bac17-91c8-423d-8c54-23baffe7cb96_jpg.jpg)
Ilustrasi Politik
Baru saja kita selesai diterpa Covid-19, sejenak merasa nyaman dalam keseharian, ternyata sekarang politik mulai berisik.
Para elite politik tidak bisa menahan diri dalam mengelola ucapan dan perbuatan. Jauh dari upaya membuat masyarakat tenteram.
Yang ada saling sindir, nyinyir, merasa dirinya paling benar dan paling berjasa. Ada yang mengeluarkan data para kadernya yang katanya berhasil memimpin di daerah.
Partai-partai lain tidak kalah sibuknya dengan membangun opini seolah-olah teraniaya, menunjuk pemerintah tidak adil, dan lain-lain.
Pilpres masih lama, tetapi berisiknya mulai terasa. Hawa persaingan dan perseteruan semakin membara, tak peduli rakyat ikut terbelah.
Tidak bisakah menjadi negarawan yang baik? Tidak saling menjegal? Tidak congkak mengunggulkan diri.
Rakyat sudah memilih. Jika ingin menarik simpati, bantulah saat rakyat butuh.
Sri HandokoTugurejo, Semarang