Para ketua RT/RW adalah pelayan warganya. Ironisnya, mereka tidak punya kendaraan politik di DPR dan MPR. Mereka seharusnya dikukuhkan sebagai perwakilan suara warganya. Suara para ketua RT/RW adalah bentuk demokrasi.
Oleh
Djoko Madurianto Sunarto
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Spanduk ajakan bagi warga setempat untuk turut mensukseskan pemilihan ketua RW 02, kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jumat (2/9/2022). SERIAL URBAN KOMING
Spanduk yang mengajak warga berpartisipasi dalam pemilihan ketua RT terpasang di permukiman warga di Kembangan Selatan, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu. Selain mengurusi administratif, posisi RT/RW juga membangun relasi harmonis antarwarga dan memastikan tatanan sosial berjalan baik.
Demikian isi berita foto Kompas (Sabtu, 3/9/2022) yang berjudul ”Demokrasi di Tingkat Bawah”.
Kompas hari Minggu, 4 September 2022, bahkan mengulas lebih banyak lagi hal tentang lika-liku RT/RW. Pada halaman utama ada ”Ujug-ujug Jadi Ketua RT/RW”. Pada rubrik Gaya Hidup ada artikel satu halaman penuh berjudul ”Berkat Bu RT, Semua Masalah Selesai”.
Kita mengetahui bahwa para pengurus RT/RW ini merupakan perwujudan dari perwakilan masyarakat dalam tatanan demokrasi yang paling bawah. Suara untuk mereka lahir dari suatu kearifan lokal warga setempat.
Ketua RT/RW yang dipercaya untuk memimpin warganya dipilih secara demokratis. Mereka adalah perwakilan dari rakyat Indonesia yang hidup bersama dan hadir secara nyata dalam keseharian masyarakat Indonesia.
Para ketua RT/RW adalah pelayan warganya. Ironisnya, justru mereka tidak mempunyai kendaraan politik di DPR dan MPR. Menurut saya, mereka seharusnya dikukuhkan sebagai perwakilan suara warganya. Suara para ketua RT/RW adalah bentuk sebuah demokrasi. Bukan bentuk oligarki yang selama ini dimunculkan ke permukaan dalam kehidupan partai politik di Indonesia.
Saat ini partai-partai baru bermunculan dengan tujuan menata kembali kehidupan demokrasi di Indonesia. Sayang, mereka terjebak dalam golongan koalisi atau oposisi terhadap pemerintah.
Semoga di kemudian hari lahir partai RT/RW Indonesia yang benar-benar menjadi wakil rakyat dari bawah dan memperkaya perpolitikan di tanah air Indonesia.
Djoko Madurianto SunartoJl Pugeran Barat, Yogyakarta 55141
Produk Sendiri
Berbagai produk UMKM dipamerkan dalam kegiatan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) UMKM Expo II di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu (29/1/2020). Kegiatan itu bertujuan untuk mendekatkan UMKM dengan pasar atau pembeli dan memberikan dorongan serta motivasi kepada UMKM untuk terus-menerus berinovasi.
Program percepatan peningkatan penggunaan produk dalam negeri sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo patut didukung dan harus dimulai dari atas.
Banyak regulasi dibuat untuk percepatan penggunaan produk dalam negeri. Ada UU, PP, perpres, keppres, ataupun permen, tetapi tidak optimal. Salah satu contoh, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), tetapi penggunaan produk lokal masih rendah. Padahal, pembiayaannya melalui APBN dan APBD. Presiden Joko Widodo menegur kebiasaan impor barang di pelbagai lembaga.
Presiden mengeluarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2022 yang mengalokasikan 40persen dari nilai anggaran belanja barang dan jasa APBN/APBD untuk menggunakan produk usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi produksi lokal.
Diharapkan belanja APBN dan APBD tahun anggaran 2022 menjadi minimal Rp 400 miliar untuk produk dalam negeri (Kompas, 6/9/2022). Bisa dibayangkan putaran perekonomian kita apabila pembelian produk lokal bisa sebesar itu.
Mengapa China, Korea Selatan, dan Jepang fanatik menggunakan produk sendiri? Pemangku kebijakan harus mengkaji dan mengevaluasinya.
Memang tidak semua produk dalam negeri dapat memenuhi spesifikasi. Misalnya, peralatan rumah sakit, laboratorium, ataupun alat berat seperti traktor dan backhoe (excavator) yang masih impor.
Kalaupun ada TKDN, masih sangat rendah. Peralatan itu juga tidak lepas dari layanan purnajual (suku cadang dan perbaikan) yang perlu sumber daya manusia terlatih.
Sejalan dengan itu, Kompas berkolaborasi dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) membuat diskusi tentang pemanfaatan momentum pertumbuhan ekonomi nasional yang positif pada kuartal II-2022. (Kompas 5-6/9/2022). Namun, judul pertemuan Kompas Collaboration Forum dalam bahasa asing tidak selaras tema.
Sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia, Forum Kolaborasi Kompas–Apeksi dan Komunitas Wali Kota Se-Indonesia di Forum Kolaborasi Kompas dan Apeksi.