Redistribusi dan legalisasi tanah memperkuat hak rakyat atas tanah. Namun, untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran, rakyat harus didampingi dan diberdayakan lebih lanjut agar punya kemampuan produktif.
Oleh
USEP SETIAWAN
·4 menit baca
Hari Tani Nasional atau Hari Agraria dan Tata Ruang yang dirayakan 24 September ini punya makna penting bagi bangsa Indonesia. Pelaksanaan reforma agraria itu amanat konstitusi, Tap MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA, dan UU Pokok Agraria Nomor 5/1960 (UUPA 1960).
Setelah empat tahun Perpres No 86/2018 tentang Reforma Agraria (RA) dijalankan, kini saatnya evaluasi dilakukan. Untuk capaian redistribusi tanah per September 2022, sudah seluas 1.485.951,31 hektar atau 33,02 persen dari target 4,5 juta hektar sampai 2024. Redistribusi ini bersumber dari dua skema: dari eks HGU, tanah telantar dan tanah negara lainnya 1.795.446 bidang atau 1.159.007,88 hektar. Capaian ini 289,75 persen dari target 400.000 hektar.
Adapun redistribusi tanah dari pelepasan kawasan hutan baru 710.677 bidang, seluas 326.943,43 hektar, atau 7,97 persen dari target 4,1 juta hektar. Kini sudah 1.612.156,72 hektar dilepas sebagai areal penggunaan lain.
Beragam tantangan dan dinamika dalam pelaksanaan redistribusi tanah ini terus diurai melalui Gugus Tugas Reforma Agraria di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Sebagian bisa diurai dan diselesaikan sehingga redistribusi tanah dapat berjalan. Sebagian lagi sulit ditembus oleh birokrasi sehingga mendorong adanya penataan regulasi.
Di sini konflik agraria yang lebih dari 60 tahun bisa diselesaikan dengan redistribusi dan legalisasi tanah dan integrasi kegiatan pemberdayaan.
Saat ini pemerintah tengah merancang penguatan kebijakan RA melalui revisi Perpres No 86/2018. Sebelum dimajukan ke Presiden, rancangan perpres ini perlu dikonsultasikan dulu dengan akademisi dan aktivis RA.
Dari Sumberklampok
Lebih lanjut, kita perlu belajar dari pemberdayaan masyarakat dalam RA di Desa Sumberklampok, Gerokgak, Buleleng, Bali. Di sini konflik agraria yang lebih dari 60 tahun bisa diselesaikan dengan redistribusi dan legalisasi tanah dan integrasi kegiatan pemberdayaan.
Reforma agraria di Sumberklampok ini terbilang komprehensif, hingga tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat perlahan tapi pasti mulai tampak di pelupuk mata. Warga telah menerima penyerahan sertifikat redistribusi langsung dari Presiden Joko Widodo sebanyak 1.163 bidang, seluas 397 hektar, untuk 912 keluarga. Penyerahan sertifikat tanah obyek RA secara virtual dilakukan 21 September 2021 di Istana Bogor.
Redistribusi dan legalisasi tanah itu memperkuat hak rakyat atas tanah. Namun, untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran, rakyat harus didampingi dan diberdayakan lebih lanjut agar punya kemampuan produktif di atas tanah obyek RA. Berbagai program, kegiatan, dan anggaran pendukung pemberdayaan ekonomi rakyat penting digencarkan.
Setelah warga Desa Sumberklampok mendapatkan kepastian hak atas tanah, warga menggunakannya untuk tempat tinggal dan bertani. Dulu tanah ini dikuasai perusahaan milik pemerintah provinsi, dengan status HGU. Sekarang lahan tersebut sudah jadi milik warga yang mayoritas petani.
Rangkaian rapat koordinasi menempatkan Sumberklampok sebagai lokus percontohan pertama pemberdayaan secara lintas kementerian/lembaga (K/L). Lalu, orkestrasi dengan pemda dan masyarakat bersama organisasi masyarakat sipil dilakukan agar program pemberdayaan masyarakat di Desa Sumberklampok terealisasi sebagai kerja kolaboratif.
Pada 21 Juni 2021, integrasi 21 kegiatan dari K/L dilakukan di Sumberklampok. Rinciannya: 11 dari Kementerian Kelautan dan Perikanan; 4 dari Kementerian Koperasi dan UKM; 5 dari Kementerian Pertanian; 1 dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; 1 pemetaan sosial oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Dana yang dikucurkan untuk pemberdayaan masyarakat dalam RA melalui integrasi program lima K/L ini mencapai Rp 10 miliar. Pemberdayaan seperti ini perlu digalakkan dan diperluas di tempat lain.
Setelah warga Desa Sumberklampok mendapatkan kepastian hak atas tanah, warga menggunakannya untuk tempat tinggal dan bertani.
Luaskan pemberdayaan
Pelaksanaan pemberdayaan tidak hanya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, tetapi juga meningkatkan kualitas manusia. Dikembangkan berbagai program peningkatan keterampilan usaha masyarakat di atas tanahnya. Ini penting guna memperkuat ketahanan bangsa dalam menghadapi ancaman, termasuk krisis pangan global.
Secara praktis, kegiatan pemberdayaan ini harus terintegrasi dengan redistribusi dan legalisasi tanah yang dilakukan sebelumnya. Diawali dengan kegiatan pemetaan sosial untuk melihat potensi dan tantangan yang ada di masyarakat. Setelah itu dilakukan penilaian kebutuhan masyarakat. Lalu, strategi pemenuhan kebutuhan itu.
Demikian halnya pada perhutanan sosial. Sejak proses perencanaan hingga setelah izin penggunaan tanah di dalam kawasan hutan, pemberdayaan masyarakat harus disiapkan.
Berbagai kegiatan pemanfaatan tanah yang sudah diberikan haknya oleh Kementerian ATR/BPN atau diberikan izinnya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus berkontribusi positif pada peningkatan pendapatan untuk kesejahteraan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat tersebut, menurut Presiden, harus menjadikan RA delivered, bukan hanya sent. Pemberdayaan masyarakat sesungguhnya adalah cara membebaskan warga masyarakat dari ketergantungan kepada berbagai pihak.
Pemberdayaan juga membebaskan warga dari sebab-sebab kemiskinan yang selama ini membelitnya. Pemberdayaan merupakan jalan melahirkan tatanan masyarakat baru yang terbebas dari pengisapan dan penindasan. Pemerintah bersama pihak progresif lain perlu memperluas pemberdayaan dalam pelaksanaan reforma agraria agar masyarakat berdaya dan tak mudah diperdaya.
Usep Setiawan,Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Republik Indonesia